Rabu terik diawali dengan sesosok manusia berinisial Salsa yang tengah nyantai di kantin, ditemani dengan es susu jelly dan dua mangkuk bakso. Hidupnya sangat santuy tanpa memedulikan sekitarnya.
"Lo bener-bener ya, gue tunggu di depan ruangan jurnalistik palah asik di kantin, kebetulan ada yang perlu diliput!" Lea asik mengomeli Salsa yang acuh, dia justru asik men scroll toktok miliknya.
"Udah ngomelnya? Bukti buat jurnal hari ini belum ke kumpul mending lo cari gih sama anak-anak, gue mau ke kelas tari modern!" Salsa melenggang pergi sambil menepuk pundak Lea, Lea menatap kesal ke arah Salsa. Kalau saja jabatan gadis itu bukan ketua club sudah pasti Lea akan menjambaknya.
"Untung sayang, sayang abangnya!"
Di lain sisi Irene tengah memarahi adik kelasnya yang tak becus latihan, padahal sebentar lagi akan ada pentas.
"Maaf kak!"
"Gak ada kata maaf sebelum kamu bisa, Intan dengar ya! Saya sudah memberikan keringanan buat kamu latihan selama dua Minggu tapi kamu tidak bisa! Bahkan saya mendapatkan laporan bahwa kamu tidak fokus dengan latihan dan membully beberapa anggota club!" Irene memijat keningnya pening, sedangkan Salsa tiba-tiba datang membawa dua box berisi donat dan dua cup latte.
"Buat Wawan sama lo, oh yah Intan kamu disuruh ke ruang konseling. Pak Raffael sudah menunggu, gue cabut dulu ya Ren!" Irene mengangguk dan langsung memakan donat yang diberikan Salsa dengan brutal. Moodnya sudah benar-benar hancur, kenapa ada anggota semacam Intan di kelompoknya.
Di unit kesehatan sekolah Lady dan beberapa anggota tengah sibuk menangani siswa yang sakit, musim pancaroba memang sering membuat imun menjadi turun.
"Kak, ada laporan kalau obat penurun demam sudah habis. Padahal kita baru beli beberapa minggu yang lalu!"
"Ya sudah kamu beli yang baru saja, minta uang sama bendahara ya, dan minta sekertaris buat mencatat apa yang diperlukan. Pastikan tidak ada yang habis sampai acara prom night bulan depan!"
•••
Olip kini tengah merapihkan pakaiannya yang akan dibawa untuk pentas di Bali selama dua hari tiga malam.
"Sayang kamu beneran mau pergi? Aku boleh ikut gak?! Aku tuh gak bisa hidup tanpa kamu!" Olip melirik Joshua sinis.
"Alah bohong tu, dasar bucin tolol!" Sindir Reyhan, Joshua heran kenapa Reyhan selalu menganggu momen romantis antara dirinya dan Olip.
"MAMA TOLONGIN CELANA GUE NYANGKUT DI POHON!" Nata berteriak histeris tak kala dirinya menyangkut di cabang pohon mangga, tepatnya hanya celananya saja.
"BENTAR!" Angkasa berinisiatif membantu tidak dengan Nathan dan Navier yang palah ketawa ngakak.
"Ati-ati burung lo lepas sangkar!" Arel tertawa terbahak-bahak.
Suara robekan celana terdengar begitu nyaring, sedangkan Angkasa melongo begitupun dengan para pemuda yang berada disana yang sekongkol mencuri mangga tetangga yang kosong selama dua tahun akibat ditinggal.
"ANGKASA BAJINGAN! KOLOR CHANNEL GUE!!!" Teriak Nata tidak terima, Eka yang lewat sambil menenteng satu kresek penuh berisikan jajan langsung melongo.
"Gak boleh lihat, kamu masih kecil!" Aric langsung menutup mata Eka, karena kebetulan hanya dirinya yang dekat dengan Eka.
"BAJINGAN, TANGAN LO LENGKET!" Aric meringis kecil, ia baru ingat bahwa tangannya terkena getah yang berasal dari pohon mangga.
"Sorry not sorry, semoga gak buta," Eka menggeram marah dan melempar mangga paling besar kearah sembarangan, sayangnya justru palah mengenai burung Nata.
KAMU SEDANG MEMBACA
We're Friends Forever
Teen Fiction☾15+☽ Segerombol pelajar sekolah menengah atas yang memilih tinggal di kos-kosan di daerah Yogyakarta, kawasannya yang rindang dan tidak berisik membuat mereka betah berlama-lama disana. Walaupun beberapa tidak lagi menduduki bangku sekolah menengah...