Siang itu saat jam istirahat para gadis tengah berkerumun membentuk lingkaran dengan tengah-tengah mereka berisikan berbagai makanan dan minuman, sehabis jam olahraga mereka memutuskan untuk duduk sebentar di lapangan indoor, sesekali mereview tingkah laku manusia, alias gibah.
"Gue mau nanya deh, love language kalian apa sih?" Via tiba-tiba bertanya, mereka yang tengah asik memakan makanan mereka langsung mendongak.
"Uang....," Via melirik sinis ke arah Salsa, ia tahu uang itu penting, tapi ia ingin sekali menggebuk gadis itu.
"Kalau Mina yah, jujur aja yah, aku itu yah...,"
"Aelah lu, kebanyakan yah doang anjing! Yang bener dong. Panas nih kuping gue!" Sinis Rahma, Mina hanya bisa melirik sinis ke arah Rahma dan melempari gadis itu dengan kentang goreng.
"Gue sih act of service aja sih, soalnya kayak lo butuh ini atau gak itu terus cowok lo peka bawain buat lo, gimana gak baper coba!" Via asik sendiri dengan tipe love language nya, Mina yang mendengar itu langsung tertawa mengejek.
"Sok-sokan nolak Sagara, padahal udah se tipe sama love language lo hahaha,"
"Diem deh anjing!"
"Gue sih semua, kalau bisa semua kenapa satu!" Ocha dengan pedenya menyeletuk setelah menghabiskan seblak level dua puluh.
"Kalau gue ya, word of affirmation sama act of service..., Lucu banget intinya deh kalau mereka berdua bersatu, kalau lo sedih pacar lo bakal nenangin pake kata-kata indah lewat nyanyian juga gak papa kan? Terus kalau act of service itu kayak gimana ya..., Susah deh!" Mereka semua mengangguk saat Yas menceritakan panjang kali lebar tipe love language miliknya.
"Gue mau cowok kayak Jay enhypen aja deh, minimal ya kayak dia!" Tia hanya bisa melirik sinis kearah Mina, emang suka bikin naik pitam Mina itu.
"Gue sih minimal ya, biasa aja, bukan dari keluarga kaya juga sih. Contohnya Na Jaemin," Irene terkikik kecil sebelum memekik kesakitan karena dipukul dengan botol Coca-Cola oleh Yanis.
"Gak usah nyebelin deh lo,"
Sehabis berganti pakaian dengan seragam di hari Rabu, Irene dan Salsa berjalan menuju lantai pertama untuk mengambil bahan-bahan kebutuhan praktek di lab.
"Anjay....," Irene dengan santainya berucap, sedangkan Salsa melongo kaget. Lihat saja tubuh Mina sudah tergeletak di lantai karena..., Entahlah perempuan itu tiba-tiba saja terjatuh.
"MARLON GUE BILANG BALIKIN BAHAN-BAHAN GUE!" Marlon berlari menaiki tangga dengan membawa dua kantung berisikan bahan-bahan yang digunakan untuk praktek, sedangkan Yas berlari mengejar Marlon dari belakang.
"Sakit banget please, mau nangis aja...," Mina memandang lututnya yang berdarah, salah ia sendiri sih berlari-larian untuk menghindari Rahma. Tadi ia mengambil pisang yang akan Rahma makan dan membuat gadis itu kerasukan siluman monyet dengan mengejar Mina.
"You okey, Min?" Salsa mendelik sinis, lantas menempeleng kepala Irene.
"Udah tau berdarah gini anjir, pake nanya 'you okey, Min?' waras kau!" Irene meringis kecil sembari tertawa.
"Bisa luka juga lo?" Mina kira Salsa akan membelanya, ternyata sama saja. Sudahlah, ia mau pura-pura pingsan aja, siapa tau ayang datang.
"Gue panggilin anak PMR dulu, lagian ini jam pelajaran. Jarang ada yang keluar kelas,"
"Eh kalian ngapain disini?" Mereka bertiga menoleh kebelakang dan mendapati Yudha yang tengah berjalan beriringan dengan Arkan.
"Eh ini Mina jatuh, gak tau deh jatuh karena apa. Lo bisa bantu dia ke UKS gak?" Yudha mengangguk dan segera menggendong tubuh Mina ala bridal style.
KAMU SEDANG MEMBACA
We're Friends Forever
Fiksi Remaja☾15+☽ Segerombol pelajar sekolah menengah atas yang memilih tinggal di kos-kosan di daerah Yogyakarta, kawasannya yang rindang dan tidak berisik membuat mereka betah berlama-lama disana. Walaupun beberapa tidak lagi menduduki bangku sekolah menengah...