Pororo and Sweet Dinner

14 5 46
                                    

Dari tadi pagi terlihat Yas sangat gelisah, dirinya belum kunjung memejamkan matanya, padahal dirinya sedang sakit.

"Masa iya gue halusinasi? Gak mungkin, tapi bisa jadi sih..., Aduh pusing ndasku!" Yas terus bergumam dan mencari posisi yang nyaman.

"Gue bilang apa, gue gak mimpi kan?!" Yas ketakutan saat melihat keluar jendela, semua nampak nyata namun tak ada yang percaya dengan dirinya.

"Inget lo demam dan pusing lo belum sembuh gara-gara naik rollercoaster sama Mina!" Yas akhirnya memilih tidur membelakangi jendela.

Saat dirinya sudah jatuh terlelap dalam mimpi, ia justru merasa badannya sangat lemas. Perlahan matanya kembali terbuka, bukan, ini bukan tempatnya yang seharusnya. Dimana dirinya berada saat ini? Tempat ini tak asing namun entahlah. Matanya melirik ke arah kanan dan mendapati tangannya yang tengah diinfus dan disampaikannya terdapat sesuatu yang sangat menakutkan.

"Gak mungkin...,"

Kepala Yas terasa sangat pusing sampai akhirnya dirinya terlelap kembali, beribu suara rasanya sangat sahut menyahut membuatnya pusing.

•••

Di sekolah Salsa tengah mendapati bahwa ekstrakurikuler jurnalistik mendapatkan beberapa kritikan karena kurangnya pencarian yang mendalam tentang kasus yang mereka liput.

"Gue udah bilang kalau Rizki sama Rendi itu gay, kenapa kalian semua gak percaya sama gue!" Rina nampak membela diri, namanya yang jelas-jelas tercetak sebagai penulis berita itu langsung membuat dirinya dihujat habis-habisan.

"Bukannya kami gak percaya Rin, tapi buktinya gak ada sama sekali. Lo bisa memperbaiki nama baik lo dengan bukti yang muncul, lo tau kan LGBT bukan hal yang diizinkan disini!" Salsa mencoba memberi penjelasan agar Rina tidak semakin panik.

"Tapi gue gak mampu lagi, akhir-akhir ini gue diancam sama mereka berdua. Gue minta tolong...," Lea menatap Rina jengkel, dia yang tidak berhati-hati kenapa justru berimbas ke anak yang lain bahkan ekstrakulikuler jurnalistik.

"Denger ya Rina, Salsa gak cuma ngurus jurnalistik dia juga mau lomba buat debat di Singapura, lo disini seharusnya ngurangi bebannya palah nambah beban!" Rina menangis sesenggukan, ia tahu ia salah namun sudah terlanjur. Bagaikan nasi telah menjadi tai. Siapa yang ingin makan tai kecuali kumbang tai.

"Gak harus gue Lea, lo kan bisa. Gue serahin ekstrakulikuler jurnalistik ke lo selama empat hari ini, gue harus flight ke Singapura besok!"

"Ya udah deh, semoga lo dapat mengharumkan nama sekolah!"

Sedangkan Irene tengah melatih anggotanya untuk proyek yang akan dilaksanakan pada hari kelulusan kelas dua belas, alias kelulusan sendiri dan teman-temannya. Ia sengaja melatih dari jauh-jauh hari sebelum ujian datang.

"Kalau capek istirahat dulu, jangan lo paksain!" Nata memberikan coca cola dingin kepada Irene dan disambut baik oleh gadis itu.

"Gue cuma pengen jadi yang terbaik, yah setidaknya meriah lah. Walaupun gue sendiri gak bakalan ikut nari!"

"Istirahat juga perlu btw, lo gak bisa maksain tubuh lo. Gue dengar dari Salsa lo juga gak bisa ngatur waktu makan lo ya? Selama empat hari gue diminta Salsa buat ngawasin lo, jadi lo harus terima apa yang gue kasih nantinya!"

"Iya-iya, gue bakal terima asal masuk di mulut gue!" Irene menengguk minuman soda itu untuk mengembalikan tenaganya.

"Lo gak mau gue makan? Kalau gitu gue bakal kasih makanannya langsung dari mulut gue ke lo!" Wawan yang mendengarnya langsung melongo, mereka tidak ingat bahwa ada adik kelas mereka yang berada tak jauh dari mereka berdua.

We're Friends Forever Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang