Sepulang dari Bandung, mereka memutuskan untuk kembali ke kos-kosan dimana mereka tinggal selama menempuh jenjang pendidikan sekolah menengah atas sampai sebagian sudah bekerja.
"Marni, lo dicariin sama Fania!" Mina mendengus dan menampar pipi Tia menggunakan speaker bluetooth. Omong-omong, Marni adalah nama nenek dari seorang Mina Juleha.
"Bajingan lo, lagian tumben bener tuh bocah nyariin gue!" Mina beranjak dari posisi enaknya dan berjalan ke gerbang depan.
Fania tersenyum cerah, "pinjam dulu seratus," ucap perempuan itu, sungguh itu sangat mengerikan sekali.
"OLIP ADA YANG MAU NGUTANG!" Teriak Mina, Olip yang asik menonton drama Korea langsung menoleh dan tersenyum.
Fania hanya bisa meringis malu, dia kan cuma mau minjam seratus ribu. Apakah itu terlalu besar bagi seorang Amina, jawabannya adalah iya.
"Oh lo mau ngutang ya Fan? Kebetulan tadi gue ngambil uang kelebihan sepuluh juta, lo mau?" Olip bersandar pada pagar, sedangkan Mina melotot. Enak saja batinnya.
Mina langsung berteriak tidak terima, "dih, idih gak bisa gitu dong. Fania cuma minjam seratus ribu, sisanya buat gue aja!" Tolaknya dengan keras.
"Aelah lo, buat gue aja Lip!"
Tak berselang lama datang seorang laki-laki dengan gaya jamet, entah kenapa setiap kembali dari luar kos-kosan laki-laki itu selalu berpenampilan tidak menarik. Padahal saat akan pergi laki-laki itu berpenampilan menarik.
"Woe Asep!" Marlon merangkul pundak Damian, laki-laki itu mendengus kesal.
Tangannya menyingkirkan tangan Marlon yang merangkul dipundaknya, "berat, tai!"
"Woe lo betina, daripada lo ngeributin duit itu kemana. Mending buat jalan-jalan ke rumah hantu aja!" Usul Marlon, Damian diam dengan wajah datarnya.
Wajah Olip menjadi terang, ia hanya memberikan uang satu juta kepada Fania itu pun cuma-cuma, "ide bagus, gue yang traktir ya!" Ucap Olip.
"Oke lah, kenapa enggak? Uang gue kurang!"
Damian mendengus kesal, ingin sekali mencibir laki-laki gila yang setia berdiri disampingnya, "uang elit, kas sulit!" Sindir Damian kepada Marlon, laki-laki dengan bibir tebal itu.
•••
Rumah Hantu
Anak-anak asuhan kos-kosan pak Junedi hanya bisa melongo, sebagian dari mereka sudah ciut saat melihat bangunan rumah hantu yang akhir-akhir ini terkenal disekitar Yogyakarta.
"Ini ada Gunawan gak?" Celetuk Salsa, Ocha mendelik sinis dan menoyor kepala perempuan bermata sipit itu.
"Gwinam, Gunawan nama om gue, anying!" Celetuk Yass.
"Hahaha, tapi ini ada zombie nya enggak? Seru gitu nanti dikejar-kejar sama zombie. Kapan lagi coba! Kan biasanya kita dikejar masalah hidup," cerocos Salsa dengan diselingi sedikit curhatan hati yang merasa lelah.
Pada akhirnya mereka memasuki rumah hantu, Aksa dan Arel tengah memegangi tangan Damian dengan kencang.
"AH SETAN!" Teriak Aksa karena kaget saat tiba-tiba sosok setan lemper alias pocong muncul di sampingnya, bahkan laki-laki itu jingkrak-jingkrak karena ketakutan. Berbanding terbalik dengan Damian yang berjalan dengan wajah lempengnya.
Disisi lain Salsa tengah berjalan dengan Azriel, "beb, itu mirip Chenle!" Salsa menunjuk kearah hantu valak, sedangkan hantu itu asik menatap tajam Salsa yang tidak merasa takut. Berbeda dengan Azriel yang menyembunyikan wajahnya dileher kekasihnya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
We're Friends Forever
Teen Fiction☾15+☽ Segerombol pelajar sekolah menengah atas yang memilih tinggal di kos-kosan di daerah Yogyakarta, kawasannya yang rindang dan tidak berisik membuat mereka betah berlama-lama disana. Walaupun beberapa tidak lagi menduduki bangku sekolah menengah...