7. Sakit

10.3K 1.1K 9
                                    

Langkah kaki Cale menyusuri lorong-lorong mansion valentine, saat ini ia sedang menuju ke ruang kerja ayahnya.

Para pelayan yang kebetulan berada di lorong memberikan penghormatan walaupun diacuhkan oleh Cale. Para pelayan segera menyingkir karena raut wajah tuan mudanya itu terlihat marah dengan aura mencengkam. Lebih baik mereka menyingkir dari pada dijadikan pelampiasan. Walaupun sebelumnya para tuan muda valentine tidak pernah menghukum pelayan yang tidak bersalah atau memberikan mereka hukuman yang tidak masuk akal.

Duke dan para tuan muda memang dikenal dengan sikap dinginnya tapi mereka tidak pernah semena-mena terhadap pekerja di valentine. Maka dari itu para pelayan dan kesatria sangat menghormati Valentine. Tapi tetap saja saat keadaan seperti tuan mudanya yang saat ini terlihat marah tersebut lebih baik menyingkir sejauh-jauhnya.

Cale tiba didepan ruangan ayahnya. setelah meminta izin untuk bertemu, ayahnya menyuruhnya masuk.

Cale berdiri tepat didepan meja yang dipenuhi berkas-berkas menumpuk diatasnya, sedangkan arthur masih memeriksa berkas ditangannya.

Setelah hampir satu menit, arthur menutup berkas, dan mendongakkan wajahnya, menatap putra keduanya yang memiliki raut wajah tidak menyenangkan itu.

Jelas sekali bahwa cale saat ini sedang marah, dilihat dari raut wajah dan keengganan nya untuk duduk di sofa yang biasa anak itu duduki saat berada diruang kerjanya. Entah apa yang membuatnya marah seperti itu.

Setelah mengamati keadaan cale, arthur melihat bahwa telapak tangan anak itu kotor akan darah.

"Kau terluka?" Tanya arthur dengan nada kalem. Cale yang mendapatkan pertanyaan tersebut semakin menajamkan matanya.

"Bukan darahku" Jawab Cale dengan suara yang lumayan keras. Arthur menaikkan sebelah alisnya heran.

"Lalu?" Arthur menyenderkan tubuhnya dikursi, menunggu cale menceritakan apa yang membuat anak itu marah padanya, sambil memandang cale yang masih menatapnnya dengan tajam. Anak keduanya itu memang cukup kesulitan mengendalikan emosinya.

"Ini darah Mikhael, ayah tidak tau bahwa khael sakit selama seminggu ini? " Walaupun sebentar cale dengan jelas melihat perubahan wajah ayahnya, wajah yang awalnya tenang itu terlihat terkejut. Setelah itu dengan cepat ayahnya mengembalikan raut wajah tenangnya.

"Mikhael sakit?"

"Bagaimana bisa ayah tidak tau Mikhael sakit? Ia mimisan setiap hari, itupun bukan darah yang sedikit. Bahkan wajahnya pucat seperti mayat dan ayah tidak tau sama sekali" Jelas cale menggebu-gebu.

"Dimana anak itu sekarang?" Tanya arthur kalem.

"Aku menyuruh Seth membawanya kekamar" Arthur berdiri dan segera keluar dari ruang kerjanya, dibelakangnya cale mngikuti langkah Arthur.

"Sudah memanggil Thomas?" Hanya deheman yang menjadi jawaban dari pertanyaan Arthur tersebut, jelas Cale masih jengkel terhadap ayahnya itu.

Dengan langkah tenang Arthur melangkah menyusuri lorong untuk pergi menuju kamar Mikhael.

Kamar anak itu memang lumayan jauh dari ruang kerjanya yang terletak di belakang. Karena Arthur lebih menyukai ketenangan saat bekerja, ia membuat ruang kerja dan kamarnya berada pada bagian belakang.

Saat sampai dikamar Mikhael, terlihat anak itu sedang berbaring diranjang dengan mata tertutup, Thomas sedang memeriksa keadaannya.

Seperti yang dikatakan oleh Cale, Mikhael memang terlihat pucat. Anak itu memang memiliki kulit putih pucat yang menurun dari istrinya. Tapi jelas saat ini anak itu lebih pucat dari biasanya. Walaupun tidak sampai seperti mayat seperti apa yang dihebohkan oleh anak keduanya.

100 DaysTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang