(2). Keluarga Cemara

236 35 4
                                    

🌻🌻🌻

Rumah adalah tempat pulang, bisa berbentuk bangunan bisa juga berbentuk pelukan, senyuman, telinga yang mau mendengarkan, atau hal-hal sederhana lainnya.

-Krisan Putih-

¤¤¤

(Desember 2017)

Jam dinding menunjukkan pukul enam pagi lewat dua puluh menit. Setelah hari ini, masih tersisa beberapa hari lagi sebelum memasuki liburan musim dingin.

Narayan baru saja keluar dari kamarnya, menyandang sebuah ransel lalu berjalan menuruni anak tangga satu per satu, sembari merapikan kemeja flanel yang kebetulan hari ini warnanya abu-abu.

Aroma masakan dari dapur menyeruak ke seluruh ruang di dalam rumah, siapa lagi kalau bukan Ibunya, yang semenjak selesai Shubuh sudah berkutat dengan wajan dan bumbu-bumbu.

"Kenapa kok pagi-pagi mukanya ditekuk begitu?" tanya sang Ibu pada Narayan yang baru saja duduk di ruang makan.

Narayan hanya tertunduk lesu, tanpa menjawab ia hanya menggelengkan kepala pelan.

Sunyi menghampiri ruangan bernuansa putih abu itu untuk beberapa saat, hanya terdengar suara wajan yang beradu dengan sepatula, serta suara Narayan yang mengetuk-ngetuk meja dengan pelan menggunakan jari telunjukknya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sunyi menghampiri ruangan bernuansa putih abu itu untuk beberapa saat, hanya terdengar suara wajan yang beradu dengan sepatula, serta suara Narayan yang mengetuk-ngetuk meja dengan pelan menggunakan jari telunjukknya. Ia hanya menatap lurus ke depan dengan tatapan kosong.

Setelah selesai memasak dan menyusun makanan di atas meja, ibunya menghampiri, seolah tau keadaan anaknya, Ibunya pun mengusap kepala Narayan dengan lembut.

"Anak Ibu jangan sedih lagi ya, kalau ada apa-apa jangan sungkan buat cerita sama Ibu, coba senyumnya mana?"

Melihat senyum hangat diwajah ibunya, Narayan tak mampu menahan senyumnya juga. Seketika hatinya merasa lebih baik. Setidaknya, wajahnya sedikit lebih cerah dibanding sebelumnya.

"Ayah sama adek kemana Bu?" Narayan membuka suara.

"Ayah tadi masih siap-siap. Adek kamu biasa, lagi ngobrol sama tanaman," jawab Ibu sambil terkekeh.

"Dasar kebiasaan hahaha," ucap Narayan sambil mengambil segelas susu yang sudah disiapkan sang ibu.

"Hmm Bu, kayaknya Nara sarapan di kampus aja ya, takut kesiangan nanti."

Narayan memang selalu memilih datang lebih pagi dibanding harus buru-buru dan berpacu dengan jam kuliah pertama dimulai. Dengan begitu, ia bebas memilih untuk duduk dimanapun ia mau. Ia akan selalu memilih sudut kiri paling depan sebagai tempat duduk favoritnya, tepatnya berdampingan dengan tembok.

"Yaudah Ibu siapin dua ya, ini untuk sarapan, ini untuk makan siang." Dengan cekatan sang ibu menyiapkan dua lunch box untuknya.

Narayan menjawab dengan anggukan senang.

KRISAN PUTIH [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang