09.

1.2K 97 9
                                    

"Dek?" panggil Afan sembari membuka pintu kamar adeknya.

Saat tidak ada jawaban ia langsung mendekat ke arah Rakha yang meringkuk di atas kasurnya. Bahunya bergetar hebat.

"Udah ya jangan nangis lagi." ucap Afan sembari mengusap puncak kepala adeknya.

"Hiks hiks bang, gimana bang Fateh hiks pasti dia benci ya sama Rakha hiks hiks aku ga mau di benci bang Fateh hiks hiks ini semua gara-gara abang yang lain marahin bang Fateh hiks hiks." ujar Rakha sembari bangun dari tidurnya dan menghadap kearah abangnya.

"Ga dek, bang Fateh ga mungkin benci sama kamu cuma gara-gara itu."

"T-tapi hiks tadi bang Fateh kayak gitu ke Rakha hiks hiks aku salah udah buat ulah hiks hiks."

"Tadi bang Fateh cuma emosi dek, makanya sampai kayak gitu. Percaya sama abang pasti besok pagi bang Fateh balik kayak biasanya."

"Tapi kalau ga gimana?"

Afan diem. Ia bingung mau jawab gimana.

"Hiks hiks abang kenapa diem hiks, berarti kalau ga, bang Fateh tetap bakalan marah terus kan sama Rakha. Ga bakal peduli lagi sama Rakha, huaaa abanggg aku ga mau kalau bang Fateh marah terus-terusan sama Rakha hiks hiks hiks ga mau hiks..."

"Hei kok makin kejer sih nangisnya...udah ya jangan nangis lagi dek." ucap Afan sembari menangkup wajah adeknya.

"Hiks hiks...."

Disisi lain, Fateh merenung di balkon kamarnya. Ia memikirkan perkataannya ke pada adek bungsunya tadi. Ia nyesel. Ia udah keterlaluan cuma gara-gara masalah tadi ia sampai membentak adeknya dengan kata-kata yang pasti buat adeknya sakit hati. Padahal dari awal Rakha udah tanya gimana kalau ia juga kena amuk abangnya, dan ia bilang tidak apa-apa. Tapi kenapa sekarang ia malah kelepasan kayak tadi.

"Maafin abang dek, kamu pasti sakit hati dengar perkataan abang tadi." gumamnya.

"Apa gue ke kamar Rakha aja? Gue takut Rakha ga bisa tidur gara-gara mikirin perkataan gue tadi."

"Iya gue kesana aja deh."

Fateh langsung masuk ke kamarnya dan menutup pintu balkon lalu pergi menuju ke kamar adeknya.

Saat berada di depan kamarnya, ia melihat Afan sedang disana menenangkan Rakha yang sedang menangis.

Tanpa berpikir lagi, ia langsung mendekati kedua adeknya. Fateh langsung memeluk adek bungsunya.

"Bang Fateh?" gumam Afan.

"Maaf, maafin abang udah bentak kamu kayak tadi." ucap Fateh sembari mengecup puncak kepala adeknya.

"Hiks hiks bang Fateh jangan kayak gitu lagi, Rakha takut hiks, Rakha takut abang benci sama aku hiks hiks."

"Ga abang ga akan pernah benci sama kamu, semarah-marahnya abang ke kamu abang ga akan bisa benci sama kamu. Maafin abang ya dek."

"Rakha juga minta maaf hiks hiks udah buat ulah yang buat bang Fateh jadi kena marah juga hiks..."

"Ga apa-apa dek, udah jangan nangis ya. Udah malam mending kamu tidur, besok sekolah."

"Tapi kalian berdua tidur disini ya temenin Rakha? Rakha pengen tidur sama kalian." tanyanya sembari menatap kedua abangnya bergantian.

"Aduhh manja banget sih, yaudah iya kita temenin kamu." ucap Afan sembari mencubit pipi Rakha.

"Yaudah ayo tidur." mereka bertiga tidur dengan Rakha berada ditengah.

Sementara itu...

Tanpa mereka bertiga sadari, kelima abangnya melihat itu semua dari luar kamar yang kebetulan tidak di tutup. Mereka tersenyum gemas melihat posisi tidur mereka yang saling berpelukan.

THE WILLIAM'STempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang