25.

914 82 16
                                    

Pagi hari dengan udara yang sejuk menyentuh kulit, membuat setiap orang enggan untuk bangun dari tidur. Sinar matahari perlahan menerobos masuk ke sela-sela jendela kamar rawat membuat salah satu dari mereka yang awalnya enggan untuk bangun kini mulai terusik dalam tidurnya. Sebenarnya yang lain juga terusik tapi mereka memilih untuk tetap melanjutkan tidurnya lagi, kecuali sosok yang memang masih enggan membuka matanya yang saat ini masih terbaring lemah di brankar.

"Eugh..." lenguh salah satu sosok disana lalu membuka matanya perlahan.

Netranya menatap setiap inci ruangan tersebut, lalu pandangannya jatuh pada adek-adeknya yang masih tidur.

"Dek bangun udah pagi." ucapnya sembari menggoncangkan tubuh adeknya satu persatu.

Mereka pun kembali terusik, dan perlahan membuka matanya kecuali 2 orang yang masih betah memejamkan matanya.

"Rizwan, Afan bangunn."

"Engh bentar bang 5 menit lagi." sahut salah satunya

"Ga ada 5 menit, ayo bangun Fan.."

"Ishh iya iya." ucapnya kesal lalu membuka matanya perlahan.

"Ck ini anak satu susah banget bangunnya."

"Rizwan woi bangun." ujarnya sembari terus menggoncang tubuh kembarannya.

"Bang ga biasanya bang Rizwan susah dibanguninnya." ucap Rassya dengan heran.

"Nah bener kata bang Rassya, bukannya bang Rizwan sering bangun paling awal daripada kita ya, dia bangun paling akhir itu cuma sesekali itupun kalau dibangunin mudah banget lah ini susah banget." ujar Fateh yang disetujui yang lain.

"Lah iya bener, terus ini anak kenapa? Jangan-jangan sakit lagi." ucap Kiesha yang baru sadar karena ucapan adek-adeknya.

"Rizwan bangun...akhh" lanjutnya sembari menepuk pipi kembarannya.

"Kenapa bang?"

"Panas banget badannya." ujarnya lagi.

"Dek bangun, jangan buat kita khawatir." ucapnya cemas karena ia baru sadar wajah itu sudah pucat pasi.

"Bang Rizwan bangun..." ucap Afan sembari ikut menepuk pipi abang keduanya itu.

"Dek, bangun." ucap Kiesha berusaha menyadarkan Rizwan.

"Eunghh p-pusing..." lenguhnya pelan.

"Rizwan..."

"A-abang pusing, s-sakit..." rengeknya saat merasa tubuhnya terasa panas dan kepalanya begitu pusing.

"Bentar abang panggilkan dokter, dek jagain abang kalian dulu ya." ucapnya sembari beranjak tapi sebelum itu tangannya di tahan sama Rizwan.

"J-jangan, ga usah ini cuma pusing."

"Tapi wajah lu pucet banget Rizz.."

"Ga ap-shhh..." ucapnya terpotong dengan rintihan saat ia merasa perutnya begitu sakit.

"Eh kenapa bang?"

"P-perut gue sakit banget." ucapnya dengan tatapan sayu.

"Gue panggilin dokter aja ya Riz, gue takut lu kenapa-napa."

"G-ga shh s-sakittt~" lirihnya, kemudian matanya memburam dan perlahan kegelapan menghampirinya.

"E-eh bang bangun bang..." ucap Rey panik.

"Rizwan denger gue? Riz Rizwan?" ucap Kiesha sembari menepuk pipi kembarannya dengan cemas.

"Rassya panggilin dokter. Gue bawa Rizwan ke ruangan sebelah. Cepetan!" lanjutnya kemudian mengangkat tubuh adek kembarnya.

THE WILLIAM'STempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang