22.

897 78 8
                                    

***
"Sebenarnya ada apa pa? Kenapa Rakha sampai kecelakaan?" tanya Kiesha penasaran.

Sang papa hanya diam.

"Pa? Kenapa papa diem aja?" ujar Rey.

"Iya pa, jawab kenapa? Ada apa sama Rakha? Terus kenapa tiba-tiba papa muncul saat kayak gini? Atau Rakha kayak gini karena papa?!" sahut Afan dengan kesal karena papanya sejak mereka datang hanya diam, tanpa ada sepatah kata pun terucap dari mulutnya.

"Dek?" peringat Rizwan sembari menggelengkan kepalanya.

"Afan kayak gini karena daritadi papa cuma diem bang, ga ada omong apa-apa sama kita masalah Rakha. Itu buat Afan curiga kalau adek kecelakaan karena papa!!" ucap Afan mulai emosi.

"Jangan asal nuduh dek, kita ga tau bagaimana kejadiannya." ucap Rassya.

"Maka dari itu kita tanya ke papa bang, tapi apa?! Papa ga jawab sama sekali. Itu malah buat Afan yakin kalau ini semua gara-gara papa. Iya kan pa?! Jawab!!"

Saat masih tidak ada jawaban dari Rayyan, Afan dengan cepat melangkah mendekat ke arah papanya. Ia mencengkram bahu sang papa dengan kuat.

"Apa susahnya buat papa bilang ke kita, sebenarnya ada apa?! Kenapa Rakha bisa sampai kayak gini pa?! Ngomong pa jangan diem aja!! Kita butuh jawaban papa!! Afan mohon sama papa hiks hiks adek kenapa pa hiks hiks hiks..." ucapnya sembari mengguncang bahu papanya dengan kuat.

Grep

Rayyan langsung mendekap tubuh sang anak saat melihat pertahanannya hancur saat itu juga. Rayyan minta maaf, ia akui ia begitu pengecut karena takut untuk jujur sama yang sebenarnya terjadi. Sebenarnya ia pengen cerita, tapi disisi lain ia tidak siap mendengar ucapan menyakitkan dari anaknya lagi. Cukup tadi anak bungsunya mengatakan benci ke dia sebelum tak sadarkan diri, jangan sampai yang lain juga mengatakan itu kepadanya.

"Hiks hiks Afan mohon papa jawab jujur, kita semua pengen tau hiks hiks..."

"Maafin papa."

"Maaf? Rakha kayak gini beneran gara-gara papa?" ucap Afan sembari melepas dekapannya.

Rayyan menggeleng.

"Papa g-ga tau." ucap Rayyan ragu.

"Papa ga bohongin kita kan?" tanya Rizwan menyelidik.

Dari mereka semua yang paling bisa membaca raut wajah seseorang itu Rizwan. Dia mudah tau mana yang jujur dan mana yang tidak.

"G-ga mungkin papa bohongin kalian apalagi masalah adek kalian."

"Bohong, papa mending jujur sama kita sekarang daripada kita tau dari orang lain." ujar Rizwan penuh penekanan.

"Ekhmm Fateh baru inget, katanya Rakha mau ketemu seseorang. Apa yang dimaksud itu papa?" tanya Fateh dengan tatapan curiga.

"Mmm g-ga."

"PA?! PAPA DENGER UCAPAN RIZWAN ATAU GA SIH?! RIZWAN UDAH BILANG SAMA PAPA BUAT JUJUR SAMA KITA, TAPI KENAPA PAPA TETAP AJA BOHONG HAH?!! APA MAU PAPA SEBENARNYA?!!"

PLAKK

Tamparan keras mendarat dengan mulus di pipi kanan Rizwan saat ia memakai nada bicara yang cukup tinggi.

"Papa?!" teriak yang lainnya kecuali Zayyan yang hanya diam dengan tatapan terkejut.

"Siapa yang ngajarin kamu bicara dengan nada kayak gitu sama orang tua hah?! Sebelumnya kamu ga pernah kayak gini tapi kenapa sekarang kamu berubah setelah papa tinggal hah?!" ucap Rayyan sembari mencengkeram kerah baju anak keduanya dengan kuat.

"A-akhh pa lepasin..." belum sembuh dari rasa panas yang menjalar di pipinya kini ganti lehernya terasa tercekik karena cengkeraman yang begitu kuat.

Srettt

THE WILLIAM'STempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang