andai kau dan aku

199 4 0
                                    

Hujan mengguyur kota. Pagi-pagi buta aku harus kedinginan di bawah payung berjalan ke sekolah, berjingkat-jingkat menghindari genangan di trotoar. Mantelku basah terciprat air dari jalan. Mobil tua ibuku tiba-tiba saja mogok. Ibuku bersi keras agar Josh menjemputku ke sekolah. Tapi aku menolaknya. Aneh rasanya membiarkan orang asing memasuki hidupmu dengan begitu mudah.

Aku heran mengapa aku terus saja berpikir tentang Shane, tentang kata-katanya waktu di danau. Seperti ada yang ganjil. Mau tak mau tentang Josh juga, tentang Mom. Mereka sekarang menjadi satu paket yang membingungkan di pikiranku. Mungkin lambat laun aku akan melupakan perasaan sukaku pada Shane. Aku hanya butuh waktu untuk menerima keadaan.

Aku menyeka mukaku dari air yang meleleh. Ujung lengan mantelku terkena air hujan yang di hembuskan angin. Ya, ampun....aku merapatkan mantelku. Musim panas macam apa ini, sebentar-sebentar hujan.

Beberapa anak berjalan di depanku. Berteduh di bawah payung mereka, saling diam seperti di pemakaman. Ini adalah akhir tahun pelajaran yang muram. Rasanya seperti memasuki musim gugur. Matahari yang kemarin bersinar terang kini hanya mengintip di balik awan tebal.

Tiba-tiba seseorang menepuk pundakku.
" Boleh bergabung?"
Aku menoleh, ke samping. Dan Shane sudah berjalan bersamaku. Dengan kemeja flanel dan jeans warna biru terang. Jujur saja, aku terkesima. Ia tampak sangat mengagumkan.
"Hai, saudara tiri.." gumamnya sambil tersenyum.
Aku mengerutkan dahi. "Aku bukan saudara tirimu..."
"Soriii..." ia menghapus senyumnya, tampak kecewa.
" Memangnya kau kepingin ya??" tanyaku kesal.
Shane tak memjawab, ia hanya menggeleng. " Aku hanya bercanda."
"Harusnya kau tahu betapa merusaknya kata-kata itu untuk hariku." omelku lagi. " Aku berharap ayahmu bukanlah Josh Allen.."
" Kenapa?"
'Karena aku mencintaimu!' itu hanya suara hatiku saja. Aku tak akan berani mengungkapkannya.

Kami memasuki gerbang tinggi yang terbuat dari besi. Shane menggantikanku memegang gagang payung. Kami berjalan beriringan dan saling diam. Aku benar-benar tidak ingin membicarakan apapun.
" Hari yang murung ya..." ia bergumam pelan.
" Harusnya aku menghabiskan hari di tempat tidur."
Kami berbelok melewati jalan di sepanjang taman menuju sebuah bangunan besar berlantai tujuh. Sekolah kami. Lalu tiba-tiba muncul sebuah pertanyaan di kepalaku.

"Ngomong-ngomong, aku sudah bicara pada ibuku tentang Josh.."
Shane menunduk menatapku. Aku baru sadar ia begitu tinggi.
"Oow, jadi bagaimana?" suaranya sedikit serak.
"Dia bilang, orang tuamu sudah bercerai lima tahun lalu..aku tak tahu kenapa kau berbohong."
"Aku tidak berbohong, aku punya alasan mengapa aku bilang seperti itu.."
"Tentu saja...aku tahu. Karena kau tidak menyukai ibuku."
"Tidaaak.." ia mengerang. " Kenapa aku harus?" Shane mencoba meyakinkan.
"Karena kau ingin ayahmu tidak melanjutkan hidupnya. Karena kalian anak-anaknya sangaaat posesiv" tuduhku jengkel.
"Aku melakukan ini untukmu juga..."
Mustahil !
"Benarkah?" aku mengangkat alis tak percaya.
"Aku akan menunjukkannya padamu. Akan ku tunggu jam lima sore di sini sepulang sekolah."
"Aku harus bekerja.."
"Kau boleh menolaknya."
Shane tampak tulus dan ia seperti tak main-main dengan janjinya.
"Kita lihat saja besok..."
Aku segera memisahkan diri, ia memberikan payung hitamku setelah melipatnya, Rain tampak berjalan ke arah kami. Anna mengamit lengannya rapat sekali. Seperti pengantin di tengah altar. Aku tak ingin melihat pemandangan itu berlama-lama. Rain seperti malu saat melihatku. Aku melepas mantel hitamku lalu ngeloyor pergi sebelum anna cari masalah. Sedangkan Shane sudah tak terlihat saat Rain memasuki lorong di tengah loker.
************

Aku bingung harus mengatakan apa. Patty sudah menelepon sejam lalu. Dan Millie juga menungguku di depan loker sambil cemberut.
" Ayo..kita terlambat,Julie.." ia melirik jam tangannya mungkin sudah yang ke seratus kali.
"Maaf, mungkin aku tidak masuk kerja hari ini , Millie...aku ada urusan penting."
"Apa? Uuh, sekarang kau sudah mulai main rahasia-rahasiaan ya..." Millie menuduhku, ia tersenyum misterius.
"Dengar,..." aku memejamkan mata sesaat." ini tentang Shane.."
"Waaah, kalian kencan ya?!" Millie terbelalak.
Aku buru-buru menggeleng. " Ada hubungannya dengan Mom. Pokoknya rumit sekali."
"Hmmm, berapa banyak yang sudah ku lewatkan nih..."
"Eeeh, aku akan menceritakan padamu besok, apa saja tentang hari ini. Aku minta maaf, aku benar-benar bingung..."
" Yah Tuhan Julie....apa yang terjadi" wajahnya berubah khawatir.
"Nah itu dia,...aku tidak bisa mengatakannya sekarang. Aku janji besok, ok?"
" Ok, jaga dirimu" ia melangkah meninggalkanku dengan enggan.
*****†*****
Jadi di sinilah kami. Berjalan beriringan di sebuah lorong rumah sakit yang dingin. Saling diam, saling menatap.

Ada yang disembunyikannya, pikirku. Langkah kami berdetap-detap di lantai marmer.Shane berbelok di ujung lorong menuju sebuah kamar dengan jendela kaca besar yang mengara pada tempat kami.

Ia berhenti di depan kamar itu. Melihat melewati jendela kaca ke dalam ruangan di dalam. Aku mengikutinya, melihat dari balik bahunya yang lebar.

Seorang wanita berbaring di sana, di tubuhnya terpasang beberapa selang yang terhubung pada tabung oksigen dan komputer kecil pemantau detak jantung. Mata wanita itu terpejam, ia tak terlihat bergerak sama sekali. seakan sudah lama ia seperti itu.

Shane menghela nafas. " itu ibuku.." desahnya pelan.

Aku mengalihkan pandangan dari wanita itu ke arah Shane." ada apa demgannya?" bisikku .
" Radang paru-paru akut. " jawabnya.
Kami duduk di kursi tunggu di lorong rumah sakit itu. Aku masih tak mengerti.
"Kenapa bisa separah itu, Shane?"
Shane seperti tak ingin menjawab, sorot matanya seperti enggan berbicara. Ia menelan ludah, matanya seperti akan menangis.
"Ibuku mengidap AIDS."
Aku mematung di tempatku, seperti barusan mendengar kabar meninggalnya seseorang.

Bagus sekali, Julie..kau bahkan tak memberinya kata simpati sedikitpun. Aku terhenyak. Tanganku seperti berair dan basah. Aku tidak pernah mendengar penyakit mengerikan itu terjadi di sekitarku. Aku merasa lingkunganku selama ini begitu aman dan nyaman. Kenyataan itu benar-benar membuatku berpaling pada semua yang kukenal. Dan aku bertanya kehidupan macam apa yang dijalaninya selama ini.

andai kau dan akuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang