andai kau dan aku

162 5 2
                                    


Chapter
14

Menit berikutnya Shane keluar tanpa menatapku lagi.
Mulutku terasa kering karena gugup. Jantungku berdegub lebih kencang.

Dia marah!

"Sebaiknya aku mengambilkan kopi untuk kalian.." aku beralasan untuk keluar.
" ooya, kopi pasti enak. " mom berpaling padaku.
" Mau ku antar?" Rain menawarkan seraya bangkit dari tempatnya.
" Oo tidak. Aku akan segera kembali."
Aku segera berlalu.

Lorong rumah sakit itu sedang sepi. Hanya ada seorang laki-laki yang sedang berdiri di depan lobi rumah sakit, menanyakan tentang nomor kamar seseorang. Aku berjalan melewatinya. Mencoba menemukan kafetaria terdekat atau setidaknya mesin pembuat kopi.

Aku berbelok di tengah persimpangan lorong menuju bagian lain.Mesin pembuat kopi itu terletak di di sudut lorong. Aku menghampirinya.

"Apa yang sedang kau lakukan bersamanya, Julie?"
Aku hampir terlonjak dari tempatku. Terkejut karena ternyata aku tidak sedang sendirian.

Aku berbalik dan mendapati Shane sedang mengawasiku dari belakang.
"Tidak ada, kami hanya-berangkat bersama. Itu saja."
Jawabku sambil memencet tombol mesin pembuat kopi.
"Jadi kau masih berhubungan dengannya?"
Aku tersenyum gugup. "Tidak. Kami hanya-sebenarnya dia datang ke restoran kemarin malam. Kami mengobrol. Cuma itu koq...memangnya kenapa?"
"Jangan lakukan itu lagi." ucapnya pendek.
"Apa? Memangnya apa yang sudah kulakukan?" aku mengangkat bahu, tak mengerti.

Shane melihatku gusar. "Apa kau tahu bahwa sebenarnya dia masih mencintaimu?"
"Tapi dia sepupumu,Shane-"
"-dia adalah mantan pacarmu, julie!!" ia membentak dan aku terkejut bukan main.

"Kau tau sendiri aku tak akan kembali padanya." suaraku terdengar gemetar di telingaku sendiri.
"Dia pernah bilang sendiri akan mendapatkanmu kembali."
"Aku tidak, Shane.." gelengku tetap menatap matanya yang penuh amarah.

Shane menghela nafas panjang. Wajah tegangnya mulai melunak.

"Sory, aku begitu...cemburu "
ia menghampiriku, memelukku erat seperti ketakutan.
"Mungkin seharusnya kau belajar mempercayai seseorang."
"Aku coba. Aku belum terbiasa..." desahnya.
Aku meninggalkannya di lorong itu. Kopi di tanganku terasa panas membakar.

Aku mencintainya. Tapi kadang ia berlebihan dan tak terduga. Mungkin ia belum terbiasa memiliki seseorang. Atau mungkin ia pernah kehilangan. Aku tak mengerti.

"Aku akan mengantarmu pulang! Jadi, kau tak usah menumpang!"

Aku berbalik kembali ke arahnya. Tubuhnya yang menjulang bersandar di tembok lorong.
"Shane...."
"Ayolah, Julie..."
Aku berdecak kesal. "Terserah.."

Kami memutuskan pulang ketika Josh tertidur. Rain menawarkan tumpangan tapi dengan sigap Shane menolak tanpa sempat aku menjawab.

Mom lebih dulu pulang bersama Annie. Hal yang sulit dipercaya. Annie bukan tipe orang yang menyukai wanita seperti ibuku. Entah mengapa tiba-tiba saja mereka menjadi akrab.

Aku sedang duduk di samping Shane ketika ia tiba-tiba saja mengejutkanku dari lamunan.

"Mau mampir ke kedai burger?" tanyanya di kursi kemudi.

Kami sedang melewati Alma's
Burger di tengah kota. Tempat itu masih ramai pengunjung.
"Tidak, aku tidak lapar.." jawabku malas. Aku melihat wajahnya yang lelah.
"Kau baik-baik saja?" ia membelai rambutku yang tergerai, menatap wajahku sekilas.
"Yah tentu, jangan khawatirkan aku. Semuanya baik-baik saja koq.."
Ia kembali melihat jalanan di depannya.
"Dengar, aku benar-benar minta maaf karena kebodohanku tadi. Aku tidak bermaksud-"
"Sudahlah,..aku mengerti."
" Aku merasa konyol...seharusnya aku tidak-"
"-aku yang salah. Seharusnya aku tak lagi peduli padanya. Maaf,.."
Shane tersenyum. " Tidak apa-apa."
**************

"Jessica akan datang sore ini!"
Mom beteriak di sudut dapur sambil melihat mesin cuci tuanya dengan tidak sabar. Tangannya memukul-mukul bagian atas mesin, berharap benda usang itu segera bekerja. Tombolnya macet beberapa kali.

Mesin cuci itu meraung-raung dengan suara yang luar biasa. Mom mengerutkan dahi seraya menasukkan semua pakaian dari dalam keranjang.
"Mungkin seharusnya kita beli mesin cuci baru." ia bergumam pada dirinya sendiri.
Aku sedang menggoreng telur orak arik di dapur, menyaksikan ibuku berjuang melawan mesin cuci kami yang sudah sekarat.
"Rasanya kita harus segera membuangnya, Julie." ia memencet tombol off. "Aku menyerah!" ia mengangkat tangannya.
"Biar aku saja yang membawanya ke loundry, mom. Memang sudah seharusnya di ganti. Ohya, Di mana kita bisa menjemput Jessica nanti sore?" aku memecahkan telur keempat ke dalam wajan. Lalu berbalik ke arah kulkas untuk mengambil sosis.
"Stasiun. Ibunya bilang Jessica lebih senang bepergian dengan kereta."
"Aku akan menjemputnya nanti. "
Ibuku berkacak pinggang di depan mesin itu, mencari-cari apa yang salah.
"Tapi mobil kita mogok, sayang."
"Apa?mogok?lagi?" aku bertanya dengan gusar. " Mom..mungkin seharusnya kita menjualnya juga."
"Julie, kita tidak bisa melakukan itu sayang...itu peninggalan ayahmu."
"Sebentar lagi rumah kita bakal jadi museum. Isinya semua barang peninggalan."
Aku menggerutu.
Ibuku tertawa. "Termasuk kau!"
"Yeah, mom benar." aku setuju.
"Hei, kenapa tidak minta tolong pada Rain saja?" tiba-tiba mom punya ide yang luar biasa. Luar biasa ngawur!
"Mom-tidak. Aku tidak bisa." gelengku malas. Aku membawa dua piring sarapan ke meja makan.
"Kenapa, Julie?"
"Eeeeh, tidak apa-apa. Ayo kita sarapan!"
Ibuku berjalan ke arahku. Kami duduk berhadapan. Dia mencurigai sesuatu.
"Aku tak pernah melihatnya lagi sekarang. Dan kemarin, saat dia datang...aku agak kaget. Tapi sangat senang. Sudah lama dia tidak kemari. Nah, ada apa Julie?" matanya mencari-cari sesuatu di wajahku.
"Kami..." aku mengaduk-aduk telur orak arik di piringku. "....putus."
"Apa?" bisiknya tak percaya. "Kenapa?"
Aku memasukan sepotong besar sosis goreng kemulutku, hanya untuk mengulur waktu untuk menjawab. Tak ada satu katapun yang terlintas untuk memberi alasan. Otakku terasa buntu.
"Ada..banyak alasan," kata-kataku terdengar terbata-bata, membuat mom semakin ingin tahu.
"Apa ini tentang Shane?"
"Apa? Shane? Noooope!" buru- buru aku meralat.
Ibuku mengerutkan bibirnya, ia tak percaya padaku.
"Lalu?"
"Mengapa mom mengintrogasiku? Ini tak ada hubungannya dengan Shane atau siapapun. Kami sudah tidak berhubungan lagi. Titik!"
"Julie, aku tahu Rain seperti apa. Aku sudah lama mengenalnya. Dan dia bukan tipe orang yang akan mencampakkanmu begitu saja. Dan dengan meninggalkannya aku rasa itu bukan hal yang benar."
Aku tersenyum sinis. "Dan sejak kapan mom mulai peduli dengan kisah cinta konyolku? Mom tak pernah seperti ini sebelumnya."
"Apa? Aku selalu peduli padamu, Julie. Mungkin kau tidak merasa tapi aku memang peduli."
"Yang benar saja. Kau bahkan tak pernah membicarakan ini sebelumnya."
"Kau sekarang jadi aneh, Julie.." bisik ibuku tak percaya.
"Well, memangnya mom tidak?" aku bangkit dari kursiku. "Mom, jika ini tentang Josh...aku mendukungmu koq. Jadi mom tidak usah menyalahkan Shane atau siapapun dalam hal ini. Ini bukan tentang aku. Sungguh. Bahkan jika aku sangat menginginkan Shane. Aku tidak akan menyakiti mom. Aku tidak akan sekurang ajar itu."
"Aku tidak tahu apa yang sedang kau bicarakan,Julie!"
Aku berjalan meninggalkannya. Tapi kemudian terhenti di pintu dapur untuk menatapnya. "Dan satu lagi, jangan pernah lagi menjodoh-jodohkanku dengan seseorang. Bahkan Rain sekalipun. Aku mengenalnya melebihi siapapun!"



Hiiii, im back! Voment-nya yaaa pleeeaaaseee. Maap telat lagi nih.

andai kau dan akuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang