Chapter
13"Satu soda jeruk dan burger dengan bacon dan alpukat di meja nomor dua !" path berteriak dari balik konter padaku.
"Ok!"
"Kopi dan wafel dengan karamel di meja delapan!"
"Yaah, sebentar!"
Aku berlari dengan dua piring makanan sekaligus di tanganku. Mencari meja delapan, begitu bingung karena hari ini restoran benar-benar penuh sesak dengan pengunjung.Aku meletakkan makanan itu di meja di mana dua orang berambut pirang sedang menanti makanannya dengan tidak sabar.
"Hei, di mana soda jerukku?"
"Ow, sebentar..maaf-"
"Hei Julie, meja sepuluh menunggu hotdognya!" path kembali berteriak.
" ok, path tunggu sebentar!"
Aku berjalan menuju konter tempat ia berdiri.
"Aku rasa kau butuh pegawai baru." desahku lelah sambil meletakkan daun selada di antara dua potong roti.
"Oya, aku sudah mencarinya tapi belum dapat. "
"Oo, aku bisa gila jika harus melayani restoran ini sendirian."
Aku mengulurkan dua buah hotdog pada dua orang pengunjung.
"Thanks!"
Path menghampiriku saat aku kembali ke balik konter.
" Mungkin kau bisa mencari seseorang yang mungkin tertarik. Aku tahu memang sulit."
"Akan ku coba.."
"Hei, soda jerukku, nona!!"
"Ok, maaf..."
Aku menuangkan soda dari mesin pembuat minuman. Lalu berjalan buru-buru ke arah mereka.Tepat jam sepuluh malam ketika pengunjung terakhir kami meninggalkan restoran.
Aku bersiap untuk pulang, mengambil jaket di loker dan mengunci pintu kaca di depan.Seseorang sedang berdiri di depan restoran, ia menyelipkan tangannya di saku celana. Rambut coklatnya yang ikal menutupi dahinya, membuatnya tampak seperti anak kecil.
"Rain!"
"Hai, Julie.."
Ia tersenyum malu, tapi berusaha menutupinya.
"Kau lapar? Mau ku buatkan burger atau sesuatu?"
"Tidak, terimakasih. Aku hanya lewat dan kebetulan aku jadi ingat kau." ia tersenyum lagi.
"Ayo kita pergi dari sini...mungkin kita bisa ngobrol sebentar."
"Aku akan mengantarmu pulang."
"Baiklah,.."
Jadi kami berjalan beriringan menuju halte terdekat.Rain tampak lebih baik dari biasanya. Dia lebih terlihat normal. Dan bisa menerima keadaan. Aku senang ia tak lagi menyebut-nyebut tentang hubungan kami yang gagal.
"So,..malam yang sibuk ya?" ia memulai pembicaraan. Ia mengingatkanku saat kami pertama pendekatan. Ia juga mengantarku tepat seperti keadaan ini. Saat itu musim semi yang cerah dengan udara yang segar dan manis. Ia dengan sabar menungguku di depan restoran, membawakanku sekaleng diet coke karena aku tak ingin yang lain. Ia sangat menyenangkan, sangat mudah dicintai. Takkan ada yang bisa menolaknya. Dan aku seperti mabuk dengan rayuan.
"Yeah, Path belum menemukan pengganti Millie. "
"Aku tidak keberatan membantu." Rain berbicara dengan senyuman, bersedekap di sampingku seperti biasa.
"Tidak mungkin.." aku tergelak. "Kau bahkan tak pernah memegang spatula.."
"Aku pikir itu hanya soal gaya." ia mengangkat alis, ekspresinya menggambarkan kesombongan. "Aku bisa belajar, kelihatannya mudah sekali."
Aku tertawa sekali lagi. "Kami membutuhkan karyawan yang berpengalaman."
"Pengalaman tidak menjamin. Kakekku seorang pilot selama empat puluh lima tahun, tapi beliau meninggal karena kecelakaan pesawat saat ia menerbangkan pesawat kecil saat berlibur."
"Maaf, tapi ini tak ada hubungannya dengan pesawat, Rain. " aku masih tertawa.
"Baiklah, aku menyerah!"
"Ok.."
Kami terdiam untuk sesaat, ada keadaan yang terasa tidak mengenakkan. Ia melihat mataku sekilas lalu menunduk.
"Apa kau masih ingat saat pertama kali aku menjemputmu sepulang bekerja?"Yah Tuhan, dia mulai lagi
"Yeah, musim semi yang indah." aku mendesah.
Ia mengeluarkan sesuatu dari saku jaketnya lalu mengeluarkan sekaleng diet coke padaku.
"Thanks, tapi aku sudah lama tak minum ini.." aku menerimanya.
"Aku masih ingat semuanya. Termasuk diet coke itu." ia kembali menyelipkan tanganya ke saku celana.
"Benarkah? Manis sekali..."
"Aku berharap kita bisa seperti dulu lagi, Julie. Entahlah, aku.."
"-Rain-"
"-apa kau akan kembali padaku, Julie?
" Rain,--aku tidak bisa." kami saling menatap." aku sudah bilang padamu...jika aku bilang tidak,-aku bersungguh-sungguh." tegasku, masih belum bisa melupakan penghianatanya.
"Uh-oh aku mengerti. Kau pasti tidak bisa memaafkanku."
"Aku sudah memaafkanmu. Jika tidak, aku tidak akan berada di sini bersamamu dan membicarakan hal-hal yang...kau tau,-aku seharusnya melupakannya."
"Aku mengerti.." ia mengerti.
"-Tidak, sungguh. Kau tidak mengerti." kami duduk di sebuah bangku di sebuah halte. Tempat kami dulu. " kau tidak tahu betapa sulit aku menerimamu kembali, duduk di sini bersamamu dan membicarakan hal-hal yang sudah kita lewati selama ini. Itu tidak mudah, Rain..."
"Oke..." ia menggigit bibirnya." Maafkan aku, julie. Kau juga pasti sudah menemukan seseorang. Ya, kan.?"
"Kita tidak akan membicarakan sampai situ, Rain.." aku mengingatkannya dengan penuh kesabaran. Walaupun aku ingin sekali meninggalkannya hanya supaya ia tidak bertindak di luar batas.
"Baik, maafkan aku lagi. Duh, apa sih yang terjadi padaku.." Rain menutupi wajahnya dengan kedua telapak tangan.
"Bisakah kita bicara yang lain saja?" tanyaku dengan datar.
"Tentu. Kau sudah dengar tentang Josh kecelakaan?"
" Sebenarnya...sudah."
"Aku ingin sekali datang tapi aku tak tahu harus bersama siapa?"
"Kau bisa datang denganku.."
"Benarkah?"
"Yeah.."
Aku tak tahu mengapa tidak bisa bilang tidak.**********
Aku mengintip dari pintu kayu berjendela kaca ke arah sebuah kamar di mana seorang pria sedang berbaring di sana. Seorang wanita sedang duduk membelakangiku, menyuapkan semangkuk bubur padanya.
Itu ibuku bersama Josh. Seminggu ini ia meluangkan waktunya untuk datang ke rumah sakit hanya untuk merawatnya. Dan ku akui perkembangannya sangat luar biasa.
Aku tidak akan tega memisahkan mereka, pikirku. Aku tidak akan seegois itu. Dan itu terasa aneh sekali. Keinginanku terhadap Shane begitu panjang dan lama. Dan harus berakhir begini saja. Hanya seperti ini saja. Kami harus berakhir sebagai saudara tiri.Aneh bukan?
"Hei, ayo masuk." Rain berbisik di belakangku.
Aku mengetuk pintu kayu itu dan sesaat kemudian masuk dengan senyum yang sudah ku siapkan.
"Mom!"
"Julie, Rain !!" ibuku menoleh dan tampak bahagia sekali. Ia memberikan pelukan kecil pada Rain. " Aku senang melihat kalian bersama lagi. Tak lagi sering melihat dirimu,Rain."
"Yah, aku sedikit sibuk dengan pekerjaan yang menumpuk, Mrs. Atkinson."
"Well, kau memang tampak kurus sekarang."
"Hai, paman bagaimana kabarmu?"
"Aku semakin membaik, nak. Kalian datang berdua?"
"Yeah, awalnya aku bingung harus datang dengan siapa. Dan Julie menawarkan."
Mereka berdua tersenyum. "Aku senang melihat kalian berdua. Kalian sangat serasi"
"Sebenarnya kami tidak.."
Seseorang masuk dari luar tanpa mengetuk dahulu. Shane.
"Dad, terapi akan dimulai jam delapan, kau harus bersiap."Dan iapun menyadari keberadaan kami di detik berikutnya.
"Hai, Shane!" sapa Rain ringan.
"Hei, kalian...."
" Mereka datang berdua, Shane. ". Ibuku memberi tahu. Bagus sekali. Sempurna.Hiiiiiiii, i try to be more early. Semoga jadi kebiasaan hahaha. Voment-nya benar- benar berarti buatku lhoo. Jangan lupa. Typo nya maklumin ja ya coz jariku ni gede-gede banget. Susah mencetnya. Wkwkwk
KAMU SEDANG MEMBACA
andai kau dan aku
Romancejulie tidak pernah naksir seorang cowok seperti ia naksir pada shane allen.karena shane berbeda dengan cowok lain, shane sangat misterius, tak banyak bicara, tak suka menggoda, hanya matanya yang indah yang menyiratkan banyak cerita. julie benar be...