andai kau dan aku

166 7 1
                                    

Chapter
12

"Lihat dirimu, Shane..." aku mengusap wajah dan rambutnya dengan handuk, melepas sweter basahnya dan menggantinya dengan kaus milik Dad. Ia tetap diam, hanya menuruti semua perintahku.

Aku jadi merasa seperti maria de luca. Menemukan kekasihmu basah kuyub di luar kamarmu, mengajaknya masuk. Dan memberinya pelukan untuk menghangatkannya. Dan itu adegan paling romantis yang pernah terjadi.

Dan kami juga tidak bisa bersatu, seperti mereka.

Aku mengambilkan secangkir teh untuknya. Aku bersyukur Mom belum terlihat pulang.

"Kau tidak apa-apa?" tanyaku pelan.
Aku menuntunnya untuk duduk di sofa sebelah jendela. Kami saling berhadapan.
"Apa yang kau inginkan Shane? Kenapa kau berhujan-hujan di luar sana?" tanyaku dengan hati-hati.
Shane mendongak. Mata tajamnya berubah sayu dan memelas.

Aku mengusap pipinya yang basah, menyadari bahwa kami tak seharusnya bersama. Aku mununduk dan Shane menggemggam tanganku yang masih membelainya. Ia mengecupmya pelan.
"Apa kau benar-benar mencintaiku,Julie?" tanyanya dengan gemetar. Mungkin karena kedinginan.
"Kenapa, Shane? Kau tak percaya padaku?"
"Kalau begitu jangan pergi.." bisiknya padaku. "Ini tidak adil Julie.." kepalanya menggeleng. "Kau mengatakan padaku bahwa kau mencintaiku. Tapi kau datang untuk mengucapkan selamat tinggal...apa kau sedang bercanda, ha?"

Aku tak dapat menjawabnya. Tapi entah apa yang merasuki otakku.

Aku menciumnya. Aku mengecup bibirnya sedalam yang ku bisa. Melumatnya selama yang kumau, membelai rambutnya yang basah dan lembut. Dan Shane membalasnya.

Matanya menyiratkan gairah yang tak pernah kulihat sebelumnya.Ia mendekapku dalam kehangatan. Kami benar-benar tenggelam dalam ciuman pertama kami.
"Jangan pergi, Julie..." ia memohon di selah ciumanya.

Malam itu aku menghabiskan malam dengan memeluknya dalam tidurku. Dan aku berharap waktu terhenti untuk kami.

*********

Kriiiiing!!kriiiiing!!!kriiiiiing!!!
Telepon berdering untuk yang kesekian kali. Aku melongok dari puncak tangga berharap ada seseorang yang mengangkatnya. Tapi terdengar Mom sedang mandi. Suara shower terdengar dari kamar mandi.
Aku menuruni tangga buru- buru.
"Sayang, bisakah kau angkat teleponnya?!" teriak ibuku dari kamar mandi.
"Ok, moom!!"
Aku melompati tiga tangga sekaligus dan berhasil mengangkatnya di dering ke tujuh.
"Hai..Atkinson di sini!" suaraku terdengar terlalu riang.
"Hai, Ats..."
Aku merenung, suara seorang gadis menyapa dengan serak. Tapi bukan suara Millie. Bukan juga suara Jessica sepupuku yang tinggal di oklahoma.
"Ini siapa? Bisa ku bantu?"
"Hei, ini aku Annie..."
Aku menjerit tanpa suara.. Hanya mulutku yang terbuka lebar.
"Uh-oh, hai Annie..."
"Hai, sebenarnya aku tak tahu kenapa meneleponmu. Tapi aku tak tahu...harus bicara pada siapa."
"Ada apa,Annie? Tak apa-apa, katakan saja. Mungkin ada yang bisa ku bantu..."
Terdengar desah nafasnya yang tertahan.
"Ayahku mengalami kecelakaan pagi ini.."
"Yah Tuhan..."
Annie mulai terisak. "Aku sangat bingung dan..."
"Dimana Shane, annie?"
"Di rumah sakit, dia bilang Dad sedang koma.."
"Kau ingin aku datang?"
"Aku tidak tahu, entahlah. Aku hanya-"
"Baiklah, aku akan menjemputmu. Jangan terlalu khawatir, Annie. Semua akan baik- baik saja."
"Aku harap juga begitu.."
"Baiklah, tunggu aku. Bye."
Terdengar pintu kamar mandi di tutup. Ibuku sudah selesai mandi.
"Siapa yang menelepon,Julie?" ia masih dengan piama mandi dan handuk di kepalanya. Tampak lelah karena tak ber- make up.
"Annie, aku rasa aku harus pergi, Mom" kataku buru-buru.
"Annie Allen?"
"Yeah, Josh kecelakaan Mom."
"Apa??!!"
Kami sama-sama terkejut.
"Aku akan ikut denganmu,Julie!"
"Jangan, Mom...maksudku...Annie tak akan setuju dengan ide itu." larangku sedikit gugup.
"Oow, begitu ya.."
Ibuku mengatupkan mulutnya, tampak kecewa dengan kata-kataku. Ia mundur untuk memberiku jalan.

Aku mencium pipinya sekilas. "Aku akan menelepon nanti untuk memberi kabar. Jangan khawatir."

Kakiku tersandung karpet saat aku kembali menaiki tangga untuk mengganti pakaian.

*********

"Bagaimana keadaannya?"
Kami sedang berada di sebuah rumah sakit di Yellow falls. Annie berdiri di sampingku sambil terisak. Dan Shane hanya menunduk kalut di hadapanku.

Matanya mengisyaratkan kekhawatiran. Rambut dan sweeter yang di pakainya kusut, sekusut wajahnya. Ia memutar-mutar cangkir karton bekas kopi. Mungkin ini sudah yang ke supuluh kali.
"Apa kau dengar aku, Shane?!" Annie berteriak gugup. "Apa Dad baik-baik saja?"
"Tidak begitu...baik." ia mengusap wajahnya dengan telapak tangan. "Kita harus menunggu sampai besok untuk melihat perkembangannya."

Seorang dokter muncul dari sebuah kamar dengan map yang entah apa isinya. Pria itu mungkin pertengahan empat puluh. Sedang melihat kami dan mendekat.
"Apa ada yang bernama Edna?" ia mulai memperhatikan kami satu-satu.
Kami menggeleng.
"Yang mana keluarganya?"
Shane dan Annie melangkah maju.
"Kami anaknya." gumam Shane.
"Ayahmu sudah melewati masa kritis. Ia terus memanggil nama Edna. Apa itu nama ibu kalian?"
Mereka menggeleng. " bukan."
"Edna adalah nama ibuku."
Aku mengaku dan dalam sekejap mereka menatapku aneh.
"Bisakah dia datang?"
"Mungkin.."
"Mungkin bisa memberikan perkembangan yang baik untuk keadaannya." ucapnya sebelum pergi.

Aku tak tahu apa yang harus ku lakukan. Annie masih setengah menangis, duduk di pojok ruangan sambil memeluk dirinya sendiri.

Aku berjalan mendekat ke arahnya.
"Apakah ibuku boleh datang?" tanyaku dalam keheningan.
"Apa aku punya pilihan?" ia menjawabnya putus asah.
"Kami mohon agar dia datang, Julie." tambah Shane.
"Ok, akan aku sampaikan. Aku akan pergi sekarang. Jika kalian membutuhkan sesuatu, telepon saja."
Shane bangkit dan memelukku erat. "Thanks, Julie.."

Soo sooo sorry for the late story. Im so busy . anyway, voment selalu ditunggu :)

andai kau dan akuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang