andai kau dan aku

179 6 0
                                    

CHAPTER
7

"Ibumu....kena AIDS?" aku menelan ludah yang mulai kering di tenggorokan.
"Kau tidak akan bisa bayangkan betapa buruknya ini.." Shane menunduk malu dan sedih.

Ia bangkit dan berdiri, mengulurkan tangannya padaku agar mengikutinya.
"Ayo, aku rasa kita butuh secangkir kopi."

Kami berjalan keluar rumah sakit. Tidak kami sadari ia menggandeng tanganku di sepanjang perjalanan menuju" kedai kopi dan donat di sebrang jalan. Saat aku sadar, dan menoleh ke arahnya ia tampak malu melepaskan genggaman tangannya buru-buru. Aku tersenyum.

"Jadi,...apa yang terjadi pada ibumu sebelumnya?"
Kami duduk di sudut sebuah kedai. Menyesap kopi kami masing-masing dari gelas karton, menunggu satu sama lain berbicara. Aku mengawalinya.
"Narkoba.." ia memutar-mutar gelas kopinya.
"Ibumu mengonsumsi narkoba?!" tanyaku tak percaya.
Shane menggosok kedua pipinya dengan telapak tangan, membuat warnanya makin merah.
"Ceritanya sangat panjang, Julie.."
"Aku mendengarmu ,Shane."
Aku mencondongkan tubuhku ke sebrang meja. Menatapnya antusias.
"Awalnya begitu indah, kami adalah keluarga paling bahagia di dunia. Ibuku ...wanita terbaik yang pernah ku tahu. Dia sangat menyayangiku...saat itu usiaku baru enam tahun." ia berhenti dan berdehem sebentar. Shane menyesap kopinya berlama-lama. Ia mungkin lupa aku menunggunya bercerita. Tatapannya kosong seperti kembali ke masa lalunya.
"Lalu semuanya memburuk saat perselingkuhan ayahku mencuat ke seluruh penghuni kota."
"Josh.." desahku simpatik.
"Dia merubah segalanya." Shane tidak menatapku, wajahnya muram. Aku menyentuh tanganya.
" Aku tahu ibuku tak pernah memaafkan ayahku. Ia mulai mencoba bunuh diri dan apa saja agar ia cepat mati. Ayahku sudah berkali-kali minta maaf tapi tak ada gunanya. Ibuku terus saja menyakiti dirinya sendiri. Ia sangat depresi. Ia mulai mencoba drugs bersama teman-temanya." ia berhenti sebentar. Memutar-mutar gelas kartonnya. " Kami tak pernah lagi terurus, ibuku mulai melunak terhadap ayahku. Tapi ia terus saja berpesta di dalam rumah. Mengabaikan kami anak-anaknya..."
"Semua akan baik-baik saja.." bisikku.
Kami melihat sekeliling ketika sebuah lagu mengalun dari juke box di sudut ruangan. Nora jones bernyanyi dengan lembut mengisi ruangan. Semua orang tampak sibuk dengan makanan mereka.

Seorang pelayan keluar dari balik konter membawa teko kopi yang masih penuh. Wajahnya cantik seperti model, rambut pirangnya terbungkus hairnet warna putih. Aku jadi ingat Millie. Dia pasti juga sesibuk itu.

Gadis itu menghampiri kami. " Mau tambah kopi?" ia menunduk pada Shane.
"Tidak, terimakasih."
"Kami punya wafel yang enak hari ini..mau coba?" ia tak menyerah.
"Kami akan pergi sebentar lagi.." aku menyahut.
"Oh, ok..." ia berbalik.

Kami kembali sendirian. Saling menatap untuk beberapa saat. Tapi Shane menunduk kemudian.
" Bagaimana dengan Annie?"
Shane agak kaget saat aku berusaha meneruskan cerita. "Dia gadis terhebat yang pernah ada...aku tahu mungkin kau menanggapnya begitu dingin untuk gadis seusianya. Tapi tak dia tak pernah menangisi apapun. Bahkan saat melihat ibuku over dosis. Aku tahu dia ketakutan tapi ia tak pernah menunjukkannya."
" Apa ibumu akan sembuh?" aku tidak tahu mengapa kata-kata bodoh itu keluar dari mulutku.
Shane tersenyum pahit. "Mungkin....aku selalu berharap begitu. Tapi aku tidak ingin membohongi diriku sendiri. Kau tahu keadaannya seperti apa..." ia menggeleng.
"Aku rasa akan selalu ada kesempatan, Shane." hiburku sambil tersenyum. Saat itu lagu 'Come away with me- nya Nora jones telah berhenti. Digantikan lagu yang entah berbahasa apa mengalun dengan ceria memenuhi ruangan.
"Aku rasa kita harus pergi sekarang. Sudah agak malam, kita akan ketinggalan bus terakhir."
"Oke, Mom pasti mencariku. Ayo kita pulang." aku melirik jam tanganku.

Udara terasa lembab dan segar ketika kami berjalan di sepanjang trotoar menuju halte bus terdekat. Rumah sakit ibu Shane berada di perbatasan kota. Entah mengapa mereka memasukkannya ke rumah sakit ini, tempat yang jauh dari aktivitas kota.
"Aku akan bertanya sesuatu, aku harap kau tidak tersinggung.." aku berkata sambil membetulkan letak ranselku.
"Apa?"
"Apakah mungkin ayahmu tertular?"
Senyum Shane terkembang untuk kesekian kali. Tadinya aku mengira ia begitu dingin, tapi ternyata ia sangat hangat.
"Itulah kenapa kami melarang ibumu berhubungan dengan ayah kami. Masalahnya, Dad tidak mau memeriksakan dirinya."
Kami duduk di sebuah bangku kayu di halte itu, menunggu bus yang mungkin datang. Tak terlihat ada orang di jalanan. Walaupun masih jam tujuh malam.

Aku berpikir mungkin aku harus pulang cepat dan menanyakannya pada Mom. Apakah mereka sudah pernah bercinta? Sekarang kekhawatiranku mulai bertambah dari waktu ke waktu.

Sebuah bus datang menghampiri halte yang hampir kosong melompong. Shane menggenggan tanganku saat menaiki lantai bus.
"Aku ingin cepat sampai rumah.."
Kataku dengan murung.
"Aku tahu apa yang kau khawatirkan. Semoga saja tidak terjadi..."
Sekarang aku baru merasakan bagaimana menjadi Shane allen yang dingin itu. Cowok yang hampir tidak pernah bicara dengan cewek. Aku mengerti mengapa ia begitu. Mengapa ia begitu tertutup sekali pada orang lain. Mungkin karena ibunya, mungkin kehidupannya.
"Thanks ya...." tiba-tiba ia berbisik di telingaku saat kami duduk tenang di deretan kursi belakang. Bus tampak lengang dan sepi. Hanya beberapa bangku yang terisi.
"Untuk apa?" aku menoleh padanya dan menatap mata birunya yang dalam.
"Karena sudah mendengarkanku...."
"Ooo, yeah tentu saja..."
"Ini pertama kali aku berbicara dengan orang lain dan mengatakan hal-hal yang seharusnya kututupi."
" Well, thanks juga karena sudah memberi tahuku. Kalau tidak , aku akan tetap menganggapmu membenci ibuku."
"Ya ampun, aku tidak sejahat itu. " ia tergelak, baru kali ini...

Semoga saja yang ku khawatirkan tidak terjadi. Ku mohon jangan, Tuhan


Maaf lama gak update, lagi sibuk sekali...kalo suka voment-nya dooooonk...
Ps: maaf kalo typo

andai kau dan akuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang