andai kau dan aku

135 7 0
                                    

Chapter
16

"Kita punya pegawai baru, path!!"
Path yang sedang mencuci tangannya di washtafel berbalik padaku. Ia mengangkat alis. Mata sipitnya melihat Jessica dari atas ke bawah.
"Dia Jessica fleming. Sepupuku. Dia akan bekerja di sini untuk beberapa minggu sebelum kau benar-benar menemukan pegawai baru yang cocok."
"Kau bersedia kerja lembur?" tanya Path acuh.
"Mungkin. Tak masalah, ku rasa.."
"Ok. Jam kerjamu Antara jam sembilan sampai jam lima dan pada shif ke dua antara jam dua sampai jam sepuluh. Usahakan jangan telat. Mengerti?"
"Yah. Tentu."
Path melihatku sekilas. Ia melambai padaku kemudian dari dapur di mana sebuah jendela besar memisahkan ruangan. Jessie masih berdiri di belakang kounter, menunggu pelanggan pertama kami.

"Bagaimana menurutmu?"
Aku menghampirinya yang sedang memakai celemeknya.
"Kau yakin dia bisa bekerja dengan baik?" ia bergumam.
"Yah, tentu. Aku mengenalnya koq. Jangan khawatir. "
"Baik kalau begitu. Aku hanya mencoba meyakinkan. Karena ku lihat dia begitu heboh, seperti gadis yang tak membutuhkan kerja paruh waktu. Kau tahu, kan gadis jaman sekarang?"
"Yah , aku mengerti. Dia tidak begitu. Aku jamin!"
"Dan satu lagi, jangan ulangi lagi apa yang terjadi kemarin."
Aku mengerutkan dahi. Tak mengerti.
"Berciuman di tempat umum itu tak sopan. Bilang juga itu pada pacarmu. Siapa namanya?"
"Oow, ok. maafkan aku kami memang kelewatan. Namanya-"
"--Hai, Shane! Senang melihatmu hari ini."

Aku dan Path berbalik untuk menemukan sumber suara.
"Julie ada?"
Samar-samar terdengar suara dalamnya yang mudah kukenali.
"Dia sedang sibuk. Jadi aku yang akan melayanimu hari ini. Nah kau mau apa? Wafel, burger?"
"Kau kerja di sini?"
"Yeah, untuk beberapa minggu kedepan. Hanya untuk menghabiskan waktu. Sekaligus dapat uang. Bagaimana menurutmu, Mr. Cute?"
Shane tak terdengar menjawab apapun.

Aku segera beranjak dari hadapan Path, mengabaikan teriakannya yang cempreng. Kata-katanya tentang bagaimana bersikap berdasarkan moral seperti tertiup angin dan menghilang di belakangku. Dia memang sangat pengertian. Maksudku, benar-benar pengertian seperti guru bimbingan konseling di sekolah.

Aku melongok dari jendela yang menghubungkan ruang dapur dengan kounter.
" Hai!"
Shane seperti benar-benar lega saat melihatku.
"Ada yang mencariku?" senyumku padanya.
"Well, dia!" jessie menunjuk sedikit kesal.
"Aku perlu bicara denganmu..." Shane berkata datar.
"Ada masalah?"
Ia menggeleng, " hanya beberapa hal yang harus kau ketahui. "
"Ok, ada waktu sepuluh menit."
Aku menghampirinya di meja kounter.
"Tidak di sini." bisiknya padaku sambil melirik pada Jessie.

Aku menggandengnya menuju ruang loker dimana aku biasa menaruh barang-barangku.

Shane menghela nafas. "Ayahku sudah memeriksakan dirinya beberapa hari lalu." ia menyandarrkan kepalanya pada pintu loker. Wajahnya seperti frustasi.
"Lalu?" tanyaku pelan.
"Dia bersih, Julie.."
Aku mengangguk-angguk. "Bukankah itu bagus?"
"Mereka akan segera menikah!"
Tanpa ku sadari mataku berkedip cepat, mungkin karena kaget. Dari arah kounter terdengar lagu someday we'll know-nya new radicals berkumandang sayup-sayup. " Dad bilang akan menikah dalam tiga bulan ke depan."
"Oow.."
"Katakan sesuatu, Julie..."
Aku menggosok pelipisku. Tiba- tiba saja kepalaku pusing sekali.
"Maaf, tapi aku tidak tahu, Shane. Aku tidak tahu harus berkata dan berbuat apa."
"Kita lari saja dari sini. Bagaimana menurutmu?"
Aku menggeleng, " aku bingung sekali."
Shane mengangguk.
" Baiklah. Aku hanya ingin kau tahu."
"Aku akan memikirkannya."
Ia tersenyum. "Ngomong-ngomong, sepupumu itu semakin di luar kendali. Dia berusaha meneleponku terus."
"Ooya? "
" Apa kau tidak pernah mengatakan padanya bahwa kita adalah..."
Aku menggelengkan kepala lagi. "Belum."
Ia tampak kecewa. Tapi kemudian menciumku sebelum mengucapkan selamat tinggal.
" Tolong katakan padanya, ok"
Mau tak mau aku mengangguk. Walaupun itu terdengar tak mungkin.

†****†*****

"Kalian berdua cepatlah turun! Sarapan sudah siap!!"
Aku yang sedang menyisir rambutku tak lagi meneruskan itu. Terdengar knop pintu kamarku di putar. Dan Jessie melongokan kepalanya dari luar.
"Hei, sarapan!!" serunya padaku. Rambutnya yang diluruskan terlihat basah setelah keramas.
"Turunlah dulu. Aku belum berbedak."
"Ok."
Aku hampir saja menyusulnya ketika ku dengar ponselku berbunyi di atas ranjang yang masih berantakan.

andai kau dan akuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang