(7) Who's POV?

801 56 2
                                    

Gre's pov

Sebenarnya gue gak mau ikut nyokap pindah rumah karena dia harus pindah tugas juga. Huh, gue terpaksa nurutin semua keinginan nyokap karena dia akan mengancam uang jajan gue dipotong kalau gue gak mau pindah ke Jakarta. Jujur gue lebih suka di Bandung.

Hembusan angin di Jakarta tidak sesejuk di Bandung. Ya di Jakarta sangat banyak polusi membuat udaranya semakin tercemar.

Gue sekarang berada di balkon kamar. Untungnya nyokap memilih rumah yang sangat strategis. Kalian tau? Nyokap membeli rumah yang lumayan dekat dengan pusat perbelanjaan, dan yang pastinya toko buku. Tau aja nyokap gue.

"Sayang, gimana suka sama rumahnya kan?" Suara perempuan yang tak asing lagi bagi gue. Dia nyokap gue. Satu-satunya orang tua yang gue miliki sekarang.

Bokap. Dia sudah meninggalkan gue sejak gue menginjak bangku SMP gue masih kelas tujuh dan itu juga masih awal. Gue kangen candaan bokap. Dia selalu ada disamping gue. Gue akui gue gak begitu dekat dengan nyokap gue. Karena nyokap terlalu sibuk dengan dunianya mungkin gue gak berarti lagi buatnya.

Tapi itu dulu. Sekarang gue sangat bersyukur. Meskipun nyokap sekarang juga masih sibuk tetapi dia sangat menyempatkan waktunya untuk gue dan adik gue. Dia sadar kalau dia sangat jauh dari gue. Nyokap pernah bilang dia tidak akan menyianyiakan gue dan adik gue lagi. Dan gue bisa merasakan sekarang. Gue bisa merasakan sifat keibuan yang sebenarnya mulai terpancar dari dalam dirinya.

Mulai detik ini juga gue gak akan pernah mau mengecewakan hatinya. Apalagi bokap gue yang belum sempat lihat gue sekarang. Gue harus tunjukan bahwa gue bisa dan mampu melewati semua masa gue yang teramat puruk tanpa salah satu orang tua gue disamping gue.

Deflina Cesuta. Nama yang indah dia nyokap gue dia bunda gue. orang yang sekarang paling gue sayang setelah Ayah. Nyokap mendirikan perusahaan desainer. Gue bersyukur karena perusahaannya bisa mencapai pasar internasional. Nyokap memang desainer terkenal. Gue bangga.

Gue tersenyum dan menoleh kearahnya. Nyokap sedang duduk disamping gue, "Betah lah Bun, deket toko buku lagi."

Dia tersenyum senang ada kelegaan dalam hatinya. Karena gue tau dia sengaja membeli rumah ini karena dekat dengan toko buka. Yap tempat kesukaan gue.

"Oh iya besok kamu udah mulai sekolah ya?" Katanya.

Gue menghela nafas berat. Gak bisa dipungkiri lagi libur lama udah mau habis saja. Membuat hati gue gelisah.

Ih jijik banget bahasa gue.

Huh, besok gue harus mulai bersekolah. Ya sebenarnya sih biasa saja. Tapi ini gue sekolah ditempat yang beda bukan sekolah gue yang dulu. Bisa dibilang gue sekarang anak pindahan. Paling males banget gue harus mulai berinteraksi lagi, masalah ini nih yang paling gue malesin. Oke gakpapa gue akan mencoba menyesuaikan diri.

"Oh iya, Nino belum tau sekolah dimana?" Tanya gue.

Nyokap sudah mendaftarkan gue dari bulan lalu. Tapi sampai sekarang nyokap belum ngasih tau gue, gue bakalan sekolah dimana. Hm emang aneh.

Yang penting sekolah.

Nyokap nyengir doang mendengar pertanyaan gue, "Oh iya bunda lupa, kamu sekolah di--" Katanya gantung. Uh emes bikin penasaran aja bunda.

Bahasa gue? Oke tambah alay.

Gue mendengus kesal karena nyokap gak melanjutkan bicaranya. Hingga akhirnya ada seorang wanita lebih muda dari gue tiba-tiba saja duduk nyempil antara gue dan nyokap. Kalau bukan siapa-siapa gue sih dia gue tebas.

Asik bahasa gue serem man.

Dia sedang sibuk dengan handphone yang ada ditangannya, hingga suara deheman gue membuatnya menengok kearah gue dengan tampang bloonnya. Nyokap cuma tertawa renyah lihat kedua anaknya.

Change YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang