(13) Face to Face

529 43 1
                                    

Khey's pov

Cepat-cepat gue berlari ke lapangan belakang, takut jika Varo tiba-tiba mencekal tangan gue atau dia ngikutin gue atau dia bakal gigit gue atau dia--

Duh gue mikir segitunya, habis gue takut tingkat dewa.

Dengan nafas yang masih ngos-ngosan seperti orang habis di kejar anjing. Hm bentar jadi kalau gini Varo jadi anjingnya dong?

Gue duduk di kursi memanjang warna putih tulang pinggir lapangan basket. Disini udaranya sejuk karena disekitar lapangan banyak sekali pepohonan dan juga bunga-bunga. Seperti taman kota malah, lebih bagus taman di GS.

Gue salut sama sekolah ini, setiap dua minggu sekali seluruh muridnya disuruh kerja bakti dari yang bersih-bersih hingga menanam berbagai macam tanaman hias di taman depan, tengah, belakang hingga sekeliling sekolah. Benar-benar asri GS.

Salah satu alasan gue lebih betah di GS dari pada di rumah.

Seseorang menepuk pundak gue dari belakang. "Ada apa non? Kok ngos-ngosan gitu."

Dari suaranya gue bisa tebak orang ini siapa. Orang yang pengen gue temuin dan pengen gue curhatin. Memang aneh sih gue curhat ke beliau dari pada teman sebaya gue. Tapi ketahuilah beliau kan sudah berpengalaman?

Pak Anang, pakbon sekolah yang paling berumur dan sangat baik mungkin umurnya sudah 65 tahun lebih tapi masih juga semangat berkerja, gue salut. Semua pakbon disini baik sih tapi gue lebih dekat dengan Pak Anang daripada yang lain.

Pak Anang duduk disamping gue siap mendengarkan cerita. Dia memang paling yang tahu keadaan gue kapan pun itu.

Jangan-jangan bisa baca pikiran orang?

"Pak saya takut." Ucap gue pelan.

Pak Anang tersenyum damai menenangkan gue. "Gak usah takut dia gak bakal berani macam-macam sama kamu percaya deh sama Pak Anang."

Tuhkan iyakan benerkan apa kata gue kan. Belum gue bilangin juga apa, Pak Anang udah tahu masalah gue padahal gue belum nyeritain sepatah kata pun.

Emang bener bisa baca pikiran orang.

"Pak Anang kok tau sih? Gak lucu ah." Bibir gue moyong habis gue kesal kenapa Pak Anang sudah tau?

Pak Anang lagi-lagi tersenyum. "Bisa Bapak lihat dari mata kamu. Bapak cuma kasih kamu saran, kamu harus punya orang disamping kamu yang siap jagain kamu dari dia."

Setelah ucapan Pak Anang yang tadi gue berfikir sejenak. Siapa yang bakal jagain gue dari kunyuk itu? Siapa? Masa Sherin, duh diakan cewek, masa juga Rega ah gue gak enak dia sering nolongin gue. Terus siapa yang gue suruh bakal jagain gue ya?

Sebelum gue menjawab ucapan Pak Anang yang tadi. Seseorang dengan enaknya mengalihkan perhatian Pak Anang. Pak Anang tersenyum ke arah gue, bukan maksudnya ke belakang gue.

Siapa sih tuh orang berani banget ganggu quality time gue sama Pak Anang.

"Eh den, sini." Ucap Pak Anang sambil menggerakkan tangannya menyuruh orang itu ke arah dia.

Suara langkah kaki di belakang gue semakin terdengar. Dia berhenti tepat di belakang gue, kenapa dia gak ke depan gue atau muncul?

Ke kepoan gue sudah melampaui semua samudra dengan cepat kepala gue menoleh ke belakang tepat orang itu berhenti.

Sedetik kemudian gue terpaku melihat siapa dia.

Dia cowok yang nyebelin.

Cowok yang main ngancem.

Cowok yang pendendam.

Cowok yang-

"Kalian sudah kenal?" Pak Anang berdiri dengan pandangan bertanya, melihat gue dan dia secara bergantian.

Setelah itu Pak Anang tersenyum. Lalu mulai bergegas pergi.

Gue bingung sama Pak Anang maksudnya apa coba? Ninggalin gue sama dia berduan?

"Pak mau kemana?" Tanya gue.

Pak Anang memperlihatkan sapu yang ada ditangannya. Kemudian dia tersenyum lagi.

"Kerjaan bapak masih banyak, bapak tinggal dulu ya non den, lain kali aja kita ngobrol." Katanya setelah itu Pak Anang cepat-cepat bergegas pergi seperti orang kesetanan.

Sungguh bagaikan secepat mengedipkan mata. Pak Anang cepat menghilangnya.

Luarbiasa.

Sepeninggalan Pak Anang gue dan cowok sialan ini bertatap lama. Kemudian gue duduk kembali di kursi tadi.

Gue gak suka suasana canggung.

Gue bisa lihat dia menaikkan salah satu alisnya.

"Oke, gue paling gak suka sama suasana hening kayak gini." Kata gue ketus.

Dia mulai berjalan dan berhenti di depan gue. "Terus?" Dia menundukkan wajahnya agar dapat melihat wajah gue.

Gue mendongakan kepala. "Yaa, ngomong kek apa kek."

Dia duduk disamping gue, dekat. "Oh, kenapa? Lo gak suka suasana hening? Apa hati lo juga hening ya?" Sekilas dia tertawa meledek.

Gue melotot saking kesalnya berani-beraninya dia mengejek gue. "Apa lo bilang?" Kepala gue menghadap dia.

Mulutnya sedikit menarik keatas. Dia tersenyum. "Thilal pengen ketemu lo lagi." Ucapnya yang tak menghiraukan ucapan gue yang tadi.

Sebenarnya gue juga malas jadinya gue gak marah. Kata Gre yang tadi membuat gue mengingat bocah kecil yang lucu yang memakai baju putih bertuliskan "cute" di dadanya. Sungguh menggemaskan.

Senyum gue mengembangkan. "Gue emang ngangenin jadi Thilal pengen ketemu gue." Ucap gue pede.

Mahkluk yang ada disamping gue tadi langsung terbatuk lebay. "Gak salah gue dengernya?"

Gue memutar bola mata malas. "Ya kali, emang adanya gitu."

Tidak lama kemudian bel berbunyi. Gue bergegas berdiri berjalan menuju kelas. Gre yang tadinya duduk manis di samping gue kini berdiri.

"Eh curut lo, gue malah ditinggal." Katanya yang tak terima.

Langkah kaki gue berhenti dan memutar badan malas. "Terus?"

Dia sedikit lari ke arah gue. Dan kini dia disamping gue.

Kepala gue mendongak melihat dia. "Bareng lah, kita kan sekelas." Katanya.

Kita?

Sejak kapan?

Gre dan gue? Jadi kita? Hah asing sekali ditelinga.

Dengan malas gue menganggukan kepala. Berjalan cepat ke kelas. Dikoridor banyak sekali anak yang melihat gue dan Gre. Banyak yang berbisik gak jelas ada yang memberi tatapan sebal ada juga yang mengancam.

Oke woy gue dan Gre gak ada apa-apa jadi jangan sok menilai.

~~Change You~~

Change YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang