03

504 44 2
                                    

PO!”

Aku tersadar kembali setelah mendengar teriakan Tong, teman kantorku yang saat ini berdiri di pintu ruanganku yang sudah sedikit terbuka. Memandangku dengan pandangan kesal. Segala ingatanku terkait kejadian minggu lalu, hilang begitu saja.

“ Ada apa?” aku bertanya. Sempat aku melihat mata itu menjeling tajam padaku sebelum akhirnya mulutnya kembali terbuka mengeluarkan suara.

“Kau sudah tahukan soal rapat nanti sore jam 2, jangan lupa ya. Terus pak bos satu itu juga titip pesan, katanya pembentangan soal keuang perusahaan harus kau yang melakukannya.” Ucap Tong dengan nada yang sedikit meninggi, seakan sedang berteriak memberi arahan padaku.

Aku hanya mencibir. Malas rasanya ingin menanggapi tingkah temanku yang saat ini. Dia yang dulunya sempat mejadi asistenku malah tiba-tiba saja ditunjuk untuk menjadi sekretaris pak bos. Tidak tahu bakal selamanya menjadi sekretaris pak bos atau hanya dalam tempoh waktu tertentu.

“ Po, kau mendengarkannya kan?” dia berteriak lagi setelah tidak menerima sebarang balasan dariku. Lalu, aku mengangkat wajahku memandang padanya.

“ Kenapa dia tidak kasi tahu ke aku sendiri?” protesku.

Masa aku harus meyiapkan materi pembentangan yang bakal digunakan dalam rapat yang aku sendiri tidak tahu. Di mana letak logikanya? Kapan aku bisa meng-update setiap loparannya? Sekarang saja sudah hampir memasuki jam makan siang! Bisa gila aku kalau seperti ini terus!

“ Tadikan kau pamit ke toilet, makanya dia titipnya ke aku.” Tong membalas.

Ingin sekali aku mendatangi pak bos itu, meminta padanya supaya rapat yang bakal dijalankan itu diundur saja waktunya dan kalau bisa ditangguhkan saja ke hari yang lain. Aku benci jika diberikan sebuah tugasan dengan dateline yang sangat tidak wajar. Apa dia mengira para karyawannya ini robot? Tidak, aku tidak mengeluh tapi aku hanya khawatir jika hasilnya tidaklah seperti yang diharapkan. Aku hanya menginginkan yang terbaik selagi aku masih menjadi karyawan disini diperusahaan ini.

Bunda pernah mengatakan hal ini padaku, manusia yang tewas adalah manusia yang tidak bisa menpertahan kesabarannya dan aku tentu tidak mahu menjadi salah satu manusia itu walaupun sebelum ini aku sering kali tewas saat badai melanda.

Pada akhirnya, aku hanya bisa menganggukkan kepalaku dan kembali fokus pada layar komputer. Sebisanya aku mengumpulkan semua materi yang bisa aku gunakan dalam pembentangan nanti sore. Tidak bisa untuk aku mengatakan tidak, aku harus menyiapkannya sebelum aku dimarahi.

“ Nattawin, saya menganggap kamu sudah tahu soal rapat nanti jam 2 tepat. Kamu yang harus membentangkan laporan keuangan perusahaan kita pada seseorang.”

Tiba-tiba saja suara pak bos membuatku kaget. Wajahnya terlihat dari celah pintu yang dia buka dengan sedikit lebih lebar. Hampir saja jantungku lepas dari tempatnya.

“ Iya, Pak! Sedang saya kerjakan. Cuma ada beberapa bahagian saya minta pada Tong untuk menyiapkannya.” Aku menjawab setelah rasa kagetku mereda.

“ No. Kamu harus meyiapkan semuanya sendiri. Tong bakal sibuk menguruskan ruang rapat yang bakal digunakan nanti. Jadi jangan ganggu dia.”

Aku terdiam. Bingung setelah mendengar kata dari pak bos satu ini. Tong sibuk? Pria itu sibuk apanya? Sedari tadi yang aku lihat dia hanya duduk bersandar di kursi ruangannya melihat-lihat kuku di jari tangannya! Jadi apanya yang sibuk?

Aku tidak tahu apa yang telah dilakukan Tong pada pak bos satu ini hingga dari posisi sebagai seorang asisten akuntan malah bisa dengan mudah menjadi sekretaris. Entah bagaimana dia bisa mendapatkannya. Katanya hanya sementara tapi jika dilihat ini bakal selamanya!

1. Between Us [ MileApo ] ☑Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang