" BAGAIMANA Nattawin?"
" Maaf, bos. Berkasnya masih belum bisa diambil untuk hari ini karena direktur mereka punya urusan mendadak. Jadi, berkasnya masih belum diluluskan." Lembut aku menerangkan.
Menjawab dengan hati-hati pertanyaannya karena khawatir jika atasanku ini tersalut emosi akibat kegagalanku menjalankan tanggungjawab yang telah pria ini berikan.
Terlihat dipandangan mataku anggukan kepalanya dan saat itu juga aku melepaskan sebuah nafas lega.
" It's okay. Jika berkasnya sudah tersediakan, mereka sediri akan menghantarnya. Kamu bisa keluar dan jangan lupa, laporan keuangan perusahaan hantarkan pada saya secepat yang kamu bisa, Nattawin."
" Baik, bos." Helaan nafas panjang kulepaskan.
Lega rasanya setelah tahu diri ini tidak dimarahi. Kaki ini mula bergerak, keluar dari ruangan bossku dengan penuh keyakinan.
Saat aku melewati ruangan milik Tong, aku bisa melihat bagaimana sosok itu dengan cepat bangun dari duduknya dan segera mengejar langkah kakiku. Aku bisa yakin hanya dengan melihat dari tingkahnya itu, jika dia sedang mengkhawatirkan diriku yang mungkin saja dimarahi oleh boss. Aku pasti itu karena dia adalah satu-satunya teman yang ada bersamaku kala susah senangku.
" Bagaimana? Apa dia memarahimu?" soalnya cemas dengan raut muka yang khawatir.
" Tidak! Aku hanya mengatakan hal yang sebenarnya." Jawabku. Tombol pintu ruanganku putar dan terus melangkah masuk setelah pintunya kubuka lebar disusul dengan Tong dibelakangku. Menutup kembali pintu ruanganku sebelum akhirnya dia mengambil tempat di kursi kosong dihadapan meja kerjaku.
" Baguslah. Aku hanya khawatir kalau bapak satu itu memarahimu tapi syukurnya tidak! Benarkan apa yang kukatakan, dia itu sayang denganmu, Po! Kau itu kan pintar, rajin juga!"
Aku hanya memandangnya dengan pandangan mata penuh curiga setelah mendengar pujian pria ini terhadapku yang tidak seperti biasanya.
" Kau mau apa? Maaf aku tidak punya uang."
Terlihat Tong memutarkan bola matanya. Gemas mungkin setelah mendengar tanggapanku terhadap pujiannya.
" Aku bukan ingin meminjam uang darimu! Apa yang aku katakan ini adalah fakta, Po. Bos sendiri mengatakannya padaku jika dia menyukai cara kerjamu. Yah, walau kau itu terkadang terlalu tegas tapi dalam urusan pekerjaan, kau perfect!"
Aku tertawa kecil. Kapan ya kali terakhir aku mendengar pria ini memujiku seperti ini?
" Maaf ya, seorang Apo Nattawin hanya memakan nasi bukan pujian."
Tawaku kedengaran sedikit lebih kuat setelah melihat perubahan reaksi wajah Tong. Cemberut tapi tetap punya tarikannya yang tersendiri. Tidak salah jika pria ini mendapat status pria beta termanis. Cuma satu saja masalahnya, dia terlalu cerewet.
" Tong..." namanya kupanggil setelah seketika.
" Apa kau mengingat pria yang hadir di rapat kita kemarin?"
" Pria yang mana?" mata Tong terlihat membulat setelah melemparkan rasa penasarannya padaku. Sebuah senyuman usil terbit dihujung bibirnya yang tentu saja aku mengerti maksud disebaliknya.
Bibirku bergerak tapi masih dalam keadaan ragu untuk melepas kata. Khawatir jika disalahartikan.
" Ayo, omong pria yang mana." Tong terus mendesak dengan nada usil.
" Ya, sabar." Aku menjeling padanya. Kesal.
Tong tertawa.
" Pria yang kemarin hadir bareng Pak Wichapas itu. Kau mengingatnya kan?" sambungku.
KAMU SEDANG MEMBACA
1. Between Us [ MileApo ] ☑
FanfictionBook 1 : Fakta bahwa kisah diantara kita harus terhenti disini tanpa sebuah titik terang adalah sebuah kenyataan yang paling pahit untukku telan sendiri.