SUASANA di dalam mobil saat ini sepi tanpa suara. Tidak ada yang ingin memulakan kata sepanjang perjalanan ini. Diam membisu menjadi pilihan saat itu. Saat hampir tiba di persimpangan jalan, arah yang seharusnya dia ambil untuk ke apartment ku, mobil yang di kendara Mile malah berjalan lurus tidak tahu kemana arahnya. Wajahnya masih terlihat tenang.
“ Kita mahu kemana?” dalam khawatir dengan nada aneh, aku bertanya.
Jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan sempat ku pandang beberapa detik sebelum kembali memandang padanya. Sudah hampir tengah malam, kemana lagi dia ingin membawaku? Apa dia tidak tahu betapa aku merasa lelah setelah kejutan yang terus saja dia suguhkan padaku hari ini? Masa masih ada lagi kejutan yang lainnya?
“ Oh, kau masih bisa berbicara ternyata! Hampir saja aku mengira kau berubah menjadi tunawicara.” Dengan tenang dia menyindirku.
“ Seharusnya, aku yang memarahimu sekarang atau kau yang memarahi ku?” dengan nada tegas aku melontarkan pertanyaan itu.
“ Nattawin!”
“ Terus atas alasan apa kau menyindir ku?” marahku.
Cengengesan – hanya itu yang dia perlihatkan padaku.
“ Terus saja seperti itu. Bertingkah layaknya tidak melakukan kesalahan apa pun!” omelku lantas berpeluk tubuh. Kesal malah lebih parah dari itu!
“ Ok… aku mengakui kesalahanku.” Wajah itu terlihat cemberut.
Aku hanya memilih untuk diam sebagai tanda protes.
“ Aku benar-benar meminta maaf karena sudah menyembunyikan hal sepenting ini dari mu, Natta. Aku tidak punya niatan apa pun. Aku hanya ingin membuat kejutan untuk mu tapi aku tidak tahu kau bakal semarah ini!”
“ Justru akan aneh kalau aku tidak marah Mile!” dia hanya diam dan terus fokus mengemudi. Wajah tenang itu seharusnya membuatku merasa nyaman tapi malah yang terjadi sebaliknya.
“ Memang sudah seharusnya aku memarahi mu, kan? Akan lebih baik jika aku menonjok wajah sok polos mu itu atau paling tidak menendangmu biar kau sadar dimana letak kesalahanmu. Kejutan? Huh, pantas saja kau memanggil bos ku itu dengan sebutan paman karena memang itu kenyataannya. Memanggil Bible seenaknya saja… adikmu ternyata. Membuat ku tertunggu di ruang rapat waktu itu dengan alasan direktur perusahaannya lagi sibuk, ini, itu! Semua itu kau lakukan hanya untuk membodohi ku kan? Dan tahniah karena kau berhasil!”
Habis semua kemarahanku muntahkan begitu saja. Mile hanya bisa tersenyum canggung. Sungguh ingin rasanya aku mengungkapkan kembali semua yang pernah terjadi sebelum ini. Biar setidaknya dia tahu dimana letak kesalahannya!
Mile masih saja berdiam diri, mendengar amarahku yang meledak padanya. Sewaktu-waktu dapatku lihat jelingan tajamnya padaku. Wajah tenang yang dimiliki itu semakin membuat kemarahanku meledak-ledak sekan tidak ada habisnya.
“ Apa orang yang disebelahku saat ini adalah orang yang sama dengan Mile yang aku kenal?” lirih suaraku terdengar.
“ Tentu saja orang yang sama! Aku adalah Mile yang sama yang berkenalan denganmu! Mile yang mencintaimu! Apa yang membuatmu ragu akan diriku? Tidak peduli Phakphum atau Phasuwat, yang terpenting saat ini adalah perasaanku padamu, Nattawin. Perasaanku padamu itu nyata!”
Lidahku kelu setelah mendengar kata-katanya dan dengan rasa kesal dicampur dengan rasa terpaksa, aku hanya menerima begitu saja alasannya tanpa ingin berkata lebih. Terlalu banyak yang tidak aku ketahui perihal dirinya.
Segala rasa kesal ku tekan agar tidak lagi meledak – tidak ingin memperkeruh suasana di mobil saat ini. Jika ingin mengikut amarahku saat ini, mungkin wajah itu sudah dihiasi dengan luka memar hasil seniku! Sedangkan di saat ini, aku melupakan satu hal lainnya. Latar belakangku, masa lalu ku, keluargaku – tidak ada satu pun yang diketahui Mile.
KAMU SEDANG MEMBACA
1. Between Us [ MileApo ] ☑
FanfictionBook 1 : Fakta bahwa kisah diantara kita harus terhenti disini tanpa sebuah titik terang adalah sebuah kenyataan yang paling pahit untukku telan sendiri.