KEPERGIAN Tong pada hari itu benar-benar membuatku merasakan sebuah kehilangan. Memang kepergiannya itu bukanlah bersifat kekal tapi tetap saja sosoknya yang sering berdiri dibelakangku, sentiasa ada setiap kali aku ingin berkeluh kesah malah secara tiba-tiba memilih untuk pergi menuntaskan tanggungjawab sebagai seorang pewaris keluarganya membuatku merasakan kehilangan itu.
“ Aku berani bertaruh kalau dia itu sudah jatuh cinta denganmu!”
Masih terdengar bisikan halus pria itu dihujung telingaku sebelum pria itu berangkat. Aku hanya diam saja memilih untuk menjadi pendengar setia. Cinta? Satu kata yang sudah hampir hilang dari kamus hidupku.
“ Mew dengan kejadian malang dalam keluargamu itu adalah masa lalu yang sudah seharusnya kau tinggalkan. Aku tidak akan memaksamu untuk melupakannya tapi setidaknya aku berharap jika kau bisa terus melangkah kehadapan tanpa harus menoleh lagi. Biar jatuh sekalipun, kau harus bisa bangkit kembali. Apo yang aku kenali itu sosok yang kuat sampai-sampai dia tidak menginginkan bantuan dariku. Hanya sesekali kau ingin bercerita padaku. Mile itu adalah takdirmu! Trust yourself!”
Apa benar kata-kata Tong itu? Apa aku bisa menyakinkan diriku untuk mengambil langkah selanjutnya? Ya Tuhan, jika benar dia adalah anugerah dari-Mu, tolong titipkanlah keyakinan padaku dan bawalah kesakitan ini dariku. Diwaktu seperti ini ada rasa kerinduan pada bunda, Kak Us dan mendiang ayah.
Dari kejauhan, aku bisa melihat sosok Mile yang sedang mengatur langkahnya mendekatiku yang lagi bersandar pada tembok. Dapat aku lihat ada sinar keihklasan dari diri pria itu. Dulu juga aku pernah melihat keikhlasan yang sama pada Mew tapi hasilnya, aku ditipu. Tampak mile melangkah dengan sedikit lebih cepat kearahku. Membawa dua botol minuman ditangannya.
“ Lagi memikirkan apa?” Mile menegurku sambil tangannya menghulurkan satu botol minuman yang dia bawa padaku.
Aku menerimanya dengan sebuah senyuman kecil tanpa mengucapkan kata terima kasih. Aku langsung membuka penutupnya dan meminumnya, mengusir rasa dahaga yang tadinya sempat menyapa.
“ Soal keluarga.” Aku mengatakan jujur.
“ Keluarga?” dia kembali bertanya seakan tidak percaya dengan apa yang telah aku katakan.
Aku hanya mengangguk karena itu memang benar adanya. Aku merindukan mereka. Sungguh!
Bagaikan sebuah rekaman kaset, suara bunda terus saja bermain difikiran. Mengingatkan ku saban waktu, tanpa lelah supaya aku meleraikan dendam dan memadam kemarahan yang sudah terlalu lama mengikat diri. Kali ini aku bersungguh mahu melepaskan semuanya. Berusaha keras untuk keluar dari zonaku yang tidak bisa dikatakan nyaman. Tidak sudah hati ini bermohon pada Sang Penguasa agar menuntun hati ini ke arah yang seharusnya. Tanpa dendam, tanpa kebencian.
Sungguh aku ingin menamatkan segala kepahitan ini. Aku mahu memaafkan dan dimaafkan. Aku lelah terus-menerus dikejar bayangan lalu. Lelah menidakan rasa cintaku pada pria yang saat ini berada dihadapanku.
Sudah menjadi fitrah seorang manusia, ingin disayangi dan menyayangi. Tidak peduli berapa kali pun hati ini disakiti. Mungkin kata ‘trauma’ saja yang sering digalas sesetengah dari mereka, tidak terkecuali aku.
Entah kenapa bayangan wajah bunda dan Kak Us yang sedang tersenyum padaku malah muncul diminda. Membuatku tanpa sadar turut mengukir sebuah senyuman – membalas senyuman mereka.
“ Kenapa malah tersenyum?” Mile bertanya dengan nada dan pandangan anehnya.
Ah, bagaimana aku bisa melupakan kehadiran sosok ini disisiku? Aku menoleh padanya.
“ Tidak ada apa.” Jawabku, memilih untuk tidak mengungkapkan fakta yang sebenarnya.
Mile malah memegang kedua belah bahuku dan memaksa tubuhku untuk berdiri tepat dihadapannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
1. Between Us [ MileApo ] ☑
Hayran KurguBook 1 : Fakta bahwa kisah diantara kita harus terhenti disini tanpa sebuah titik terang adalah sebuah kenyataan yang paling pahit untukku telan sendiri.