AKU tersenyum seadanya setiap kali menerima kata tahniah dari para karyawan lainnya setelah kad undangan pernikahan ku dan Mile tersebar. Entah lah, tidak ada satu pun yang membekas di hati setiap kali mendengar kata itu. Kejadian minggu lalu itu benar-benar mengganggu ku dan sialnya terus bermain di pikiran. Dihimpit dengan rasa bersalah karena perbuatan Mew itu tidak enak.
Belum lagi aku mengingat bagaimana senyuman yang di ukir oleh Ton dan Meen untukku – seakan tidak sudi menerimanya. Semakin jelas terlihat betapa jengkelnya mereka padaku hingga Pak Song dan Bright juga sadar akan renungan jijik mereka padaku.
Puas aku membujuk hati agar tetap bersabar. Abai dengan setiap mata yang memandang sinis padaku seakan itu bukanlah apa-apa.
Di waktu itu juga, aku dan Mile masih belum punya kesempatan untuk bertemu. Terlalu sibuk dengan pekerjaan. Hanya sewaktu-waktu panggilan telefon atau sekadar bertukar kabar melalui aplikasi WhatsApp.
Ada beberapa ketika aku merasa jika sikap Mile terhadapku itu berbeda. Tidak ada candaan darinya lagi, kehangatan yang pernah ku rasakan selama aku mengenalinya seakan hilang. Ada juga kalanya pria itu seakan terburu memutuskan panggilan. Tentu hal itu membuat hati ini merasa sayu. Semakin menghampiri hari pernikahan, semakin aku merasa seakan Mile itu jauh dari ku. Aku tidak mau mencurigainya dan karena itu juga aku memilih untuk memaksakan diri ini memahami kesibukannnya.
Aku menyandar pada kursi. Untungnya semua pekerjaan telah ku selesaikan dan libur ku juga sudah diluluskan Pak Song. Ponsel ku gapai lantas aku menelefon bunda. Setelah menunggu untuk beberapa waktu, suara bunda akhirnya kedengaran.
“ Aku minta maaf bunda karena masih belum bisa membantu.” Kataku pada bunda.
“ Tidak apa, Po. Bunda mengerti kalian lagi mengejar waktu. Lagi pula, masih ada yang lain untuk membantu persiapan pernikahan kalian. Kad undangan pernikahan kalian juga sudah bunda sama Kak Us sebarkan pada orang-orang. Hanya perlu menunggu saja sekarang ini…” jelas bunda senang.
Dari nada bicaranya saja aku tahu betapa bunda merasa bahagia atas pernikahanku. Namun, entah kenapa aku merasa seakan masa depan yang aku dambakan itu bakal hilang di saat bayang Mew tidak pernah meninggalkan ku. Di tambah dengan sikap Mile yang tiba-tiba saja berubah dingin membuat jiwaku semakin khawatir.
“ Terima kasih, bunda. Beberapa hari lagi aku bakal ke sana menemui kalian. Aku merinduimu.” Luahku dengan nada suara perlahan menahan tangis.
Sungguh aku merindui bunda. Kala ini, aku hanya ingin memeluknya, membutuhkan bahunya untuk ku sandarkan kepala ini yang terlalu berat dengan masalah.
“ Kamu ini… ada apa sampai semanja ini sama bunda?”
Aku diam tidak menjawab.
“ Kamu sudah mengabarkan hari pernikahan mu pada Tong, Po?”
“ Sudah bunda. Tapi aku tidak yakin dia bakal hadir, belakangan ini sepertinya dia terlalu sibuk. Apa bunda lupa Tong yang saat ini bukan lah seperti Tong yang dulu.” Kataku dengan tawa yang menyusul.
Tawa yang tentu saja ku buat agar bisa menyembunyikan resah yang sudah bertamu di hati.
“ Bunda, aku harus keluar sekarang. Aku ingin ke perusahaan Mile. Kad undangan untuk bahagiannya masih belum aku kasi. Belum punya waktu soalnya.”
“ Iya. Jaga diri mu baik-baik, Po. Bunda menyayangimu!”
Kata akhir bunda setidaknya berhasil mengusir resah di hati walau hanya untuk seketika. Biar tidak kekal setidaknya aku bisa menarik nafas lega setelah mendengar kata sayang dari bunda. Semangat yang hampir hilang cahayanya seakan menjadi terang kembali.
KAMU SEDANG MEMBACA
1. Between Us [ MileApo ] ☑
FanfictionBook 1 : Fakta bahwa kisah diantara kita harus terhenti disini tanpa sebuah titik terang adalah sebuah kenyataan yang paling pahit untukku telan sendiri.