01

1.4K 59 1
                                    

[APO]

MALAM itu, saat aku hampir saja melelapkan mata, aku menerima panggilan dari bunda. Degupan jantungku semakin pantas berdetak. Menghadirkan rasa yang sangat tidak nyaman. Ini sudah waktu lewat malam dan menerima panggilan dari bunda diwaktu seperti ini, sudah pasti bukan sesuatu yang baik.

Rasa khawatirku semakin menghantui diri dengan segala hal buruk yang tanpa henti terus berputar di fikiran. Membayangkan hal buruk apa lagi yang terjadi di keluargaku saat ini.

" Po, apa kamu sudah tidur?" sebuah pertanyaan dari bunda memasuki area pendengaranku sebaik aku menerima panggilannya.

Suara itu, tidak terlalu jelas ditelingaku. Tidak ada nada kemesraan darinya, tapi tidak juga seperti sedang dalam masalah.

" Aku baru aja ingin tidur, bunda. Bunda sendiri kenapa masih belum tidur, malah menelfonku selewat ini? Maaf, belakangan ini aku sedikit sibuk, sampai-sampai aku lupa buat ngabarin ke bunda seperti selalu."

Rasa kesal mula mengetuk hati setelah sadar jika aku melupakan tanggungjawabku sejak belakangan ini karena kesibukanku dengan pekerjaan. Pasti wanita ini merasa khawatir denganku.

Sepi mula menguasai. Diamnya bunda diseberang sana seakan sedang mengumpulkan kekuatan untuk menyusun kata yang layak untuk dia katakan padaku. Aku mula yakin, jika alesan disebalik bunda menelfonku selewat ini bukan karena rasa khawatirnya padaku melainkan suatu hal yang sangat mengganggunya. Ya Tuhan, masalah apa lagi yang mengusik keluargaku kali ini?

Hanya – aku tidak ingin menebaknya sendiri. Biarkan saja bunda yang memberitahuku karena pastinya saat api kemarahanku meledak, dialah orang yang bertanggungjawab untuk memadamkannya kembali. Membujukku dengan kelembutan dan penuh kasih.

" Kakakmu dan anak-anaknya kecelekaan tadi sore!"

Suara bunda yang tiba-tiba saja kembali kedengaran dari hujung sana membuatku terdiam sendiri. Kaget. Hampir saja jantung ini terlepas dari tempat. Langsung saja aku bangun dari berbaring. Hampir saja aku menangis mengingat hal buruk yang menimpa kakak dan keponakanku. Hilang sudah semua kata-kataku.

" Tapi kamu nggak usah khawatir karena mereka baik-baik aja. Kata dokter, mereka bertiga itu hanya kaget dan setelah beristirahat dua atau empat hari lagi, mereka pasti bakal baik-baik aja."

Satu hembusan nafas lega aku lepaskan setelah tahu kondisi sebenar mereka seperti apa. Rasa syukur tidak putus aku ucapkan dihati.

" Bagaimana bisa mereka kecelekaan, bunda?" Aku bertanya setelahnya.

Terdengar keluhan dari mulut wanita itu. Dapat aku rasakan, masih ada sisa tangisannya dari nada suara itu.

" Seperti biasanya, Us ke sekolah buat ngejemput anak-anak. Waktu dalam perjalanan pulang ada mobil tidak sengaja melanggar mereka. TIdak apa-apa, Po... lagian Us dengan anak-anak baik aja kok." Perlahan ibu mengatakannya.

Aku tahu, dia pasti sedang mencoba untuk menenangkanku. Bunda pasti tahu bagaimana aku lebih mementingkan keluarga daripada diriku sendiri. Setelah ayah meninggal, aku yang bertanggungjawab ke atas keluarga ini dan tentu keluarga kakakku. Aneh tapi memang itu kenyataannya. Menjadi seorang Alpha dikeluargaku sendiri, sampai terkadang aku hampir melupakan jika aku hanyalah seorang Omega.

Male Omega. Sebuah takdir yang sangat menjijikan menurutku.

.

.

.

AWAL pagi itu, aku sudah berada tepat dihadapan pintu rumah keluargaku. Rumah peninggalan mendiang ayah untuk keluarga kecilnya. Rumah tua yang menjadi saksi bisu jatuh bangunnya keluargaku. Bunda, wanita yang membuka pintu rumah ini setelah mendengar ketukan dariku tentu sempat kaget. Pasti karena dia sendiri tidak pernah menyangka bahwa aku bakal pulang sepagi ini juga.

1. Between Us [ MileApo ] ☑Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang