KONDISI di ruangku masih saja berantakan membuat aku kembali melakukan ativitas ku yang terhenti tadi. Mile mendekat setelah menutup rapat pintu ruanganku.
Dia mula mendekat ke arahku. Tangannya pantas bergerak membantuku membereskan beberapa berkas tanpa perlu menunggu aku meminta terlebih dahulu.
“ Tadi itu siapa?” Nah, akhirnya pertanyaan itu keluar dari belahan bibir Mile.
Aku sudah bisa menebaknya dan aku harus pintar memberikan jawaban padanya. Hal yang sudah berlalu rasanya tidak ada gunanya lagi untuk di ungkit. Dia adalah masa laluku dan Mile adalah masa hadapan.
“ Teman. Sengaja datang menemuiku.” Bohongku.
“ Teman lama?” tanya Mile dengan nada curiga.
Aku hanya mengangguk.
“ Mungkin dia menyukaimu.”
Aku langsung saja mengalihkan pandanganku pada Mile setelah kata-kata itu lepas dari bibirnya. Meneliti setiap lekuk wajahnya yang terlihat tenang tapi mungkin sedang menyembunyikan ribuan emosi.
“ Kenapa kau mengatakannya seperti itu?”
Mile hanya mengangkat bahunya saja sambil tangannya masih bergerak menyusun lembaran kertas yang berserakan.
“ Dari caranya melihatmu itu aku yakin dia menyukai mu, Nattawin.” Jujurnya berujar.
“ Itu tidak mungkin, Mile!” aku membantah keras.
“ Kalau mungkin bagaimana?”
Aku melepaskan keluhan kasar. Sepertinya Mile sedang berusaha untuk mencari tahu kisah masa lalu ku dengan pria itu.
“ Tetap saja itu mustahil, aku tidak menyukainya!” balasku yakin dan bangkit membawa berkas yang berhasil ku kumpulkan ke lemari yang berada di satu sudut ruangan. Menyimpannya di sana.
Sebisanya aku ingin Mile menghentikan pertanyaannya itu padaku. Berharap jika jawabanku itu menjadi jawaban mati. Tanpa ada lagi sebarang pertanyaan yang diisi dengan kecurigaan darinya.
Waktu berlalu begitu saja, setelah selesai mengatur ulang beberapa berkas di ruanganku, aku tersenyum puas. Ruang ini mula terlihat nyaman kembali. Pandanganku tertuju pada Mile yang sedang sibuk sendiri, berdiri menjadikan meja kerjaku sebagai sandaran tubuhnya.
Rasa rinduku padanya tiba-tiba saja menyerang – menyesakan dada. Ingin saja aku menerkam tubuh itu, menguncinya di dalam pelukanku jika tidak mengingat keberadaan ku saat ini. Supaya rindu yang bertamu bisa lepas bebas.
“ Kapan kamu pulangnya? Aku mengira kamu bakal pulang sore nanti. Aku kaget tiba-tiba saja kamu muncul di sini!” kataku menarik perhatiannya. Langkahku atur mendekati tubuh itu dan berhenti setelah berada di hadapannya. Menatapnya sedekat ini membuat rasa rindu itu semakin menyakitkan – tapi nyaman.
“ Aku baru saja sampai langsung saja ke perusahaan ini. Aku merindukanmu Nattawin. Lagi pula, ada hal yang ingin aku bicarakan dengan paman. Kita ketemu lagi nanti sore bisakan?” ujarnya dengan senyuman bahagia.
“ Untuk apa ketemu sampai dua kali?” usilku – sengaja.
“ Apa… tidak bisa?” raut itu terlihat kecewa menghentikan tindakannya yang ingin menyentuh tanganku.
“ Bukan seperti itu tapi ini kan kita sudah ketemu. Kita atur pertemuan yang lainnya besok-besok saja ya?” aku membujuknya dengan lembut. Aku menarik lembut tangannya, menggenggam dengan lembut berharap dia menerima bujukan ku.
Sungguh aku tidak berniat untuk menolak tapi aku khawatir jika tubuh itu malah diterpa kelelahan setelah beberapa hari terakhir ini dia sibuk dengan pekerjaan di luar kota.
KAMU SEDANG MEMBACA
1. Between Us [ MileApo ] ☑
FanfictionBook 1 : Fakta bahwa kisah diantara kita harus terhenti disini tanpa sebuah titik terang adalah sebuah kenyataan yang paling pahit untukku telan sendiri.