12

275 29 0
                                    

SORE itu… aku, Imm dan beberapa teman yang lainnya sedang menyelesaikan tugasan sekolah di ruang tamu rumah saat suara langkah kaki seseorang kedengaran menghentak lantai kayu rumah.

“ Imm, menjauh darinya! Jangan berteman dengan anak sialan itu lagi dan jangan sekali-kali kau membawanya ke rumah ini. Ibu tidak mahu keluarga kita sampai terkena sial gara-gara dia!” teriak Machida tiba-tiba.

Kami semua langsung berdiri. Kaget tentu tidak terelakan untuk aku rasakan. Pandangan mata itu tajam, penuh kebencian sehingga aku tidak punya keberanian untuk membalas kembali pandangan itu.

“ Memangnya kenapa?” Imm memandang aneh.

“ Apanya yang kenapa?!” lagi Imm menerima teriakan dari ibunya.

“ Apa kau lupa anak itu bukan dari keturunan baik-baik! Ayahnya saja bisa punya jalang entah siapa apalagi kakaknya yang suka membuat onar. Kalian semua jangan berteman dengannya!”

Machida terus saja menundingkan jarinya padaku. Dekat. Malah dengan sengaja menolak dengan kasar kepalaku dengan jarinya.

“ Sekarang, orang-orang pada heboh soal kakaknya yang lagi hamil diluar nikah!”

Kata apa yang cocok untuk aku menggambarkan kondisiku saat itu selain kata marah? Ingin rasanya aku menyumpahi wanita itu jika tidak mengingat usianya. Menampar mulut itu yang sering kali bercerita hal buruk keluargaku ke orang-orang seakan melupakan fakta bahwa aku dan keluargaku juga manusia. Saat ini, kesabaranku sudah tidak tersisa.

Biarkan saja jika setelah ini dikatakan anak kurang ajar. Menurutku itu tidak seberapa untuk anak diusia 14 tahun dibanding dengan label ‘ anak dari keluarga sial’ atau ‘anak pembawa sial’. Aku juga sudah mengabaikan kehadiran sosok teman yang lain, yang dengan tidak tahu malu berbisik sesama sendiri dan perlahan terlihat menjauhiku.

Lucu tapi tidak bisa tertawa. Sedih tapi tidak bisa menangis.

“ Setelah ini, kau juga pasti bakal memberikan ibumu itu cucu haram. Dulu saja ayahmu itu bisa punya jalang dan setelahnya kakakmu hamil. Apa jangan-jangan setelah ini dirimu! Kau juga seorang omega kan? Tch, menjijikan! Sudah terlahir sebagai omega bisa hamil juga sudah merupakan sebuah kutukan! Eh, malah dengan sialnya memilih untuk menjadi jalang. Lebih sial lagi keluargamu yang melahirkan anak-anak sialan seperti kalian!” teriakan itu kuat kedengaran ditelinga.

Wajahku menggelap. Genggaman tanganku erat. Menahan segala amarah yang secara perlahan mula merasuki diri ini. Kali ini, aku tidak mungkin hanya diam saja setelah mendengar kata-kata hinaan itu. Apapun yang terjadi setelah ini, aku sudah tidak peduli. Walau aku harus menanggung akibatnya seumur hidup sekalipun, tidak juga aku peduli.

“ Pulang saja sana kau, anak sialan! Aku tidak mahu anakmu sampai ketularan kesialanmu.”

“ Berhenti berbicara soal keluargaku seakan kau mengenalinya dengan baik, tante. Aku tidak mau jika kau menyesalinya nanti. Jika kau lupa aku masih lagi seorang manusia. Benar, keluarga dan keturunanku bukanlah keturunan yang baik sepertimu dan aku cukup tahu diri jika aku hanya seorang pria omega menjijikan yang bisa hamil tapi aku akan terus membela keluargaku! Ingat tante! Jangan sampai aku mendengar kau menghina mendiang ayah dan kakak laki-laki ku lagi.” Dengan tegas aku membalas kata-katanya walau dengan nada perlahan.

Terekam jelas wajah kaget mereka dimataku setelah mendengar ucapanku. Pasti mereka tidak menyangka jika aku bisa seberani itu. Ditambah dengan sorot mataku yang dingin – tidak bersahabat.

“ Dasar anak kurang ajar! Keluar kau dari rumah ku, anak sialan!” teriak Machida.

Ah, tanpa harus wanita itu berteriak juga aku bakal keluar dari rumah ini. Rumah yang katanya hanya cocok untuk orang-orang suci seperti mereka entah kenapa terasa lebih menjijikan berbanding rumah keluargaku yang konon katanya kotor itu. Sebelum aku melangkah keluar, kaki ini berhenti di hadapan pintu rumah. Tanpa berpaling memandang pada mereka yang melemparkan pandangan jijik dan jengkel padaku, aku membuka suara.

1. Between Us [ MileApo ] ☑Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang