SUASANA di dalam mobil milik Mile kembali dibaluti sepi. Tidak ada suara yang mengudara mengusir sepi yang semakin mendomisasi. Sikapnya tidak bisa aku tebak dan aku lebih nyaman jika perjalanan pulang ini terus ditemani sepi. Tidak mahu permulaan indah ini malah dihiasi dengan episode luka yang baru.
“ Apa kau percaya dengan cinta pandang pertama?”
Dari hujung mata aku bisa melihat Mile memandang padaku untuk beberapa ketika sebelum kembali fokus pada jalan.
“ Apa kau percaya Natta?” dia kembali mengulang pertanyaannya setelah tidak mendapat jawaban dariku.
Aku tidak langsung menjawab. Berkira-kira jawaban seperti apa yang harus berikan pada pria ini agar dia merasa puas. Jika aku mengatakan aku percaya, pasti pria ini bakal menanyakan pertanyaan yang lainnya. Siapa? Apa? Bagaimana? Dimana?
Semua itu sungguh bisa membuatku pusing!
“ Tidak tahu.” Hanya itu yang akhirnya keluar dari celah bibir ini. Aku tahu ini tidak akan berakhir dengan baik tapi aku tidak punya pilihan karena pada akhirnya pria ini pasti akan membangkitkan isu yang lain.
Raut wajah itu berubah kecewa setelah mendengar jawabanku. “ Kau terlalu banyak berdalih, Natta.”
“Aku tidak.” Protesku.
Tawa sinis kedengaran dari Mile. “ Jelas kau berdalih!”
“ Kau menuduhku tanpa alesan yang jelas!” balasku keras.
Aku mula merasa lelah dengan tingkahnya yang terus saja memprovokasi diriku. Dia seakan sengaja ingin menggali ‘harta’ milikku yang sudah kututup rapat.
“ Apa kau percaya dengan cinta pandang pertama?” pertanyaan itu kembali diulang.
Kali ini dengan nada yang lebih lembut berbanding tadi dan kini aku memilih untuk mengalah. Tidak mahu jika suasana tenang di mobil ini menjadi kacau hanya karena sebuah masalah kecil seperti ini.
Satu hal yang aku sadar sejauh aku mengenalinya adalah sifat pemarahnya. Bagaimana tidak, setiap kali aku menbentaknya, kelajuan mobil ini juga bakal bertambah dan aku dengan pantas mula merapalkan doa di hati, tidak mahu jika diri ini kembali ke hadapan Tuhan dengan cara seperti ini. Aku masih mahu memohon pengampunan dari bunda, Kak Us dan tentu mendiang ayah.
“ Percaya.” Jawabku dengan anggukan kepala.
“ Apa kau pernah mengalaminya? Jatuh pandang pertama.”
Aku kembali dibuat kaget dengan pertanyaan itu. Sama dengan apa yang telah kufikirkan, pria ini tidak akan membenarkan aku untuk merasakan sebuah ketenangan. Pasti setiap jawaban yang aku berikan akan menimbulkan pertanyaan yang lainnya. Menyebalkan. Benar-benar menyebalkan!
“ Tidak pernah mungkin.”
Andai saja pria ini tahu, dia lah orang yang berhasil membuatku merasakan hal itu disaat pertemuan pertama beberapa waktu lalu.
“ Bagaimana dengan dirimu?” giliranku menanyakan padanya. Rasa penasaran kembali menghantui hati apalagi dengan perkataan Tong terus saja bermain difikiran.
“ Aku pernah!” gerakan kepala Mile terlihat dengan senyuman cerahnya yang terus saja terukir dibibirnya sedari mula dia menjawab pertanyaanku.
“ Siapa?”
“ Untuk apa kau mengetahuinya jika kau sendiri tidak ingin mengatakan apapun padaku?”
“ I have nothing to share, Mr. Mile.”
“ I don’t trust you. You must got something for me.” Mile memprotes.
Lagi, kelajuan mobil kembali bertambah dan harus aku akui jika Mile berhasil membuat aku merasa ketakutan. Sabuk pengaman yang mengikat diri mula ku genggam erat.
KAMU SEDANG MEMBACA
1. Between Us [ MileApo ] ☑
FanfictionBook 1 : Fakta bahwa kisah diantara kita harus terhenti disini tanpa sebuah titik terang adalah sebuah kenyataan yang paling pahit untukku telan sendiri.