SD 17

105 5 0
                                    

🍀🍀🍀

Setelah Natasha memanggil Akhtar di kamarnya, kini semua orang sudah berkumpul di meja makan keluarga Devendra.
Di meja besar yang memiliki 12 kursi terasa sangat luas untuk di tempati mereka berempat saja.

“Silahkan makan.” Kata Deven selaku kepala keluarga, tentu sebelumnya mereka berdoa dulu.

“Selamat makan.” Kata Maura.

Awalnya mereka makan dengan tenang, sampai Deven tiba-tiba berbicara memecahkan keheningan.

“Natasha makan yang banyak ya nak.”

“Iya om.”

“Kok om lagi sih, panggil ayah dong.” Kata Deven lagi.

“Iya ayah.”

“Nah gitu dong.” kata Deven dengan puas.

Deven lalu menatap anaknya yang sedang makan dengan tenang, sambil sesekali mencuri-curi pandang pada Natasha. Tiba-tiba ia mendapatkan sebuah ide brilian.

“oh iya, menurut kamu Akhtar orang yang seperti apa?”

Pertanyaan tiba-tiba dari Deven berhasil membuat semua orang yang berada di meja makan itu terdiam, Akhtar dan Maura juga ikut diam penasaran dengan jawaban Natasha. Sementara Natasha ia bingung harus menjawab apa, jadi ia hanya mengeluarkan yang ada di dalam pikirannya.

“Kak Akhtar orang yang baik.” Singkat, padat, dan jelas. Hanya itu yang Natasha ucapan.

“Jangan ketipu sama tampangnya, sebenarnya Akhtar itu anaknya tengil, sok dewasa, dan manja. Sekarang dia lagi akting jadi cool saja.” Kata Deven, dengan muka julid yang sangat mendukung. Kemana perginya aura otoriter itu, pikir Natasha.

“Ayah.” Tegur Akhtar. Ayahnya benar-benar musuh terbesar nya dari dulu.

“Apa? Itu fakta, kenyataan, jadi sebelum Natasha suka sama kamu ayah kasih tahu dulu. Sebelum dia menyesal.” Kata Deven tanpa beban, ia tidak memedulikan tatapan anaknya yang seperti ingin protes.

Walaupun hanya bercanda, tapi entah kenapa Akhtar sangat kesal. Sementara Deven ia tersenyum puas, karena berhasil memancing emosi anaknya.

“Makanya jangan mau sama Akhtar.” Kata Deven sambil menatap Natasha.

Sementara Natasha yang di tatap seperti itu tak tahu harus beraksi seperti apa. Padahal kemarin Deven menuntunnya untuk menerima perjodohan antara dirinya dan Akhtar, tapi sekarang dia bilang jangan mau sama Akhtar. Bagaimana ceritanya? Apakah ada yang bisa menolongnya?

“Ayah, udah deh gak usah gangguin Akhtar sama Natasha.” Tegur Maura, suaminya selalu mencari ribut. Ia tak tenang jika anaknya terlihat diam dan tenang sebentar saja.

“Ayah cuma ngomongin fakta, kasihan Natasha kalau sampai terjerat sama si anak dugong sok cool ini.”

“Berarti kamu ayah dugong.” Kata Maura dengan santai.

“ih bunda, masa ayah yang ganteng kayak gini di bilangin dugong. Heh anak dugong kalau mau ketawa, ketawa aja gak usah sok jaim.” Deven masih saja mengejek anaknya yang terlihat menahan tawa itu.

“iya ayah dugong.” Kata Akhtar sambil tertawa mengejek ayahnya itu, lihat kemakan omongan sendiri kan.

“Gak sopan ya kamu sama ayah sendiri, Natasha kamu bisa lihat sendiri dia anaknya seperti apa, jadi jangan mau sama dia.” Balas Deven tak ingin kalah.

“Ayah yang mulai duluan, aku Cuma ikut permainan ayah doang kok.”

“Sok-sok an pakai aku-kamu lagi, jijik tahu.” Kata Deven tak kalah sengit.

SATU DEKADETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang