Bab 11 - Debar Tak Terjelaskan

873 84 14
                                    

Jaemin menarik napas. "Abeoji bilang, aku harus keluar dari Teater Dream karena teater ini tidak membuatku berkembang, tapi justru membuatku bangkrut."

Mulut Renjun terbuka penuh keterkejutan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Mulut Renjun terbuka penuh keterkejutan.

Berita ini jelas mengejutkan bagi Renjun. Jaemin orang yang sangat teliti. Dia juga begitu adil dalam membagi pos-pos keuangan. Untuk dirinya, untuk Jeno, bahkan sampai urusan tata cahaya dan rias pun tak luput dari perhatian. Kehilangan orang seperti Jaemin jelas kerugian besar bagi Teater Dream.

"Memang tidak ada cara untuk membujuk ayahmu?"

Suara sumpit yang diketuk ke piring terdengar. Renjun bisa melihat Jaemin melakukannya tanpa sadar. Ada pancaran gugup dan tidak nyaman di matanya. Aneka pemikiran pasti sedang berseliweran di kepala. "Abeoji ingin menjadikanku CEO perusahaan utamanya."

Renjun menelan liur. Kalau tidak salah ayah Jaemin pemilik banyak sekali rumah sakit di penjuru Korea Selatan. Jangan tanya soal penghasilannya per bulan. Jaemin pasti bukan hanya mendapat gaji, tapi juga mendapatkan jatah pembagian keuntungan perusahaan. Sungguh kehidupan yang begitu mulus sudah di depan mata.

"Kenapa kau ragu menerimanya? Kau kan berbakat. Cerdas. Kau juga pernah cerita sejak kecil sudah diajari aneka rupa persiapan untuk menjadi pemimpin perusahaan bukan?"

Suara debas terdengar keras. "Aku lebih senang bersama Hyung." Jaemin menatap Renjun lekat-lekat sebelum dia menjatuhkan kepalanya ke meja beralaskan lengan.

Di mata Renjun, Jaemin seperti begitu rapuh dan lelah. Pemuda itu mengulurkan tangan dan membelai kepala Jaemin penuh simpati. "Tapi, untuk apa? Bukankah masa depan teater kita sedang dipertanyakan?"

"Aku ... ingin menjadi produser teater Dream, Hyung." Malu-malu Jaemin menjawab. "Dunia teater telah mencuri hatiku. Harus kuakui kalau dunia medis sangat diperlukan. Namun, passion-ku tidak di sana. Aku suka melihat Hyung merancang pakaian. Aku suka melihat Jeno-Hyung merancang latar, Mark-Hyung yang andal dalam mengatur semuanya. Bahkan aku menikmati bagaimana Chenle dan Jisung yang sering bertengkar tentang cahaya dan riasan para pemain, tapi tetap antusias, juga Hechan-Hyung yang begitu cakap mengatur koreo."

Tak ada yang bisa Renjun katakan mendengar jawaban Jaemin yang tak disangka-sangka itu. Hatinya terenyuh. Harus diakui, dirinya pun sudah mendapat beberapa tawaran untuk bekerja di perusahaan mode kenamaan Korea sebagai perancang. Namun, hatinya masih terikat pada Teater Dream. Mimpi masa kecilnya. Harapan yang sudah diipupuk sejak dia masih belia dan terus dikejarnya.

"Mungkin kita bisa jadikan ini perjuangan terbaik kita." Renjun tersenyum kala melihat Jaemin bangkit dan menatapnya intens. "Ah, bukannya aku ingin menyerah, tapi sebagai bendahara, kau yang paling mengerti, bukan?"

Sejenak Renjun menunggu tanggapan Jaemin, tapi nihil.

"Kita akan berjuang yang terbaik untuk pertunjukan bersama Ningning. Kalau gagal, artinya memang Tuhan menghendaki kita berjalan di jalur yang berbeda." Senyum Renjun menguap. "Tapi, kita tidak boleh menyerah sebelum mencoba, bukan?"

Drivin Me Crazy x Renjun NCT x Ningning Aespa x AedreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang