Suara mangkok terjatuh diiringi suara mengaduh terdengar. Dalam sekejap, Renjun menarik tubuh Ningning ke dalam pelukannya. Tangan kanannya memukul mangkok menjauh, tapi justru terpental ke arah lemari pakaian dan berbalik ke arahnya. Namun, pemuda itu terlambat menghindar. Air mendidih yang masih tersisa cukup banyak itu, menyambar punggung Renjun tanpa ampun, membuatnya mengerang kesakitan.
"Kau tidak apa-apa?" Bukannya mengkhawatirkan rasa membakar yang berdenyut di punggung, Renjun justru menanyakan kondisi Ningning.
Namun, yang ditanya malah melepaskan kancing kemeja Renjun lalu menarik ke belakang. Mata tajamnya menelisik ke punggung putih Renjun yang kini kemerahan. Perempuan itu menggigit bibirnya. Gara-gara dia melamun, semua jadi kacau! Kenapa dirinya tidak pernah becus dalam melakukan sesuatu? Air mata hampir saja membanjir keluar. Namun, Ningning menahannya kuat-kuat. Sekarang bukan waktunya menangis!
Setengah menyeret Renjun ke kamar mandi, dia menunjuk ke arah shower. "Kucuci punggungmu dengan air di shower dua puluh menit. Setelah itu, kita ke rumah sakit!"
Renjun membeliak. "Tidak! Ini tidak parah. Ke rumah sakit akan...."
"Oppa punya salep antibiotik?"
Renjun menggeleng.
Ningning kembali menarik lengan Renjun dengan tenaga sedikit lebih keras. "Ayo siram punggungmu sebelum terlambat. Atau aku akan benar-benar menyeret Oppa ke rumah sakit!" ancam Ningning di tengah kepanikannya. Dia sebenarnya tidak ingin berbuat kasar, tapi ego laki-laki yang selalu berusaha terlihat kuat apalagi di depan wanita yang mencintainya tak bisa diremehkan! Jika dia tidak memaksa, Renjun akan tetap pura-pura kuat, hingga luka bakar itu malah mungkin akan memburuk.
Renjun sadar dia tidak punya pilihan. Pemuda itu pun menyambar celana apa pun yang terlihat pertama kali dari lemari dan handuk. Tepat ketika pintu kamar mandi ditutup, Ningning bergegas menelepon bodyguard-nya untuk membelikan salep luka bakar di apotek dekat apartemen.
Tak sampai lima belas menit, bodyguard itu pun sudah berhasil memberikan pesanan pada majikannya.
Ningning duduk menunduk di tepi kasur. Jemarinya memainkan salep yang baru didapatkannya. Memutar-mutarnya tanpa tujuan. Pikiran perempuan itu terasa hampa. Kekalutan seperti kabut yang berputar dan menghilangkan semua penglihatan.
Tiba-tiba Ningning merasakan dagunya terangkat perlahan. Binar tulus pria yang dicintainya itu memancar jelas. Merasuk perlahan dan membuat dada Ningning berdenyut nyeri. Mengapa tidak ada kemarahan di sana padahal pasti sakit sekali rasanya.
"Kau menangis?"
Ningning merasakan jemari Rejun membelai pipinya di mana air mata menetes jatuh. Jemari itu terasa sedikit gemetar.
"Ini bukan salahmu. Aku yang seharusnya lebih cepat bereaksi." Renjun menarik napas panjang. "Aku gagal melindungimu."
Ningning menggeleng terus menerus. "Aku tidak terluka sama sekali. Kalau saja aku tidak seceroboh itu menumpahkan ramyeon, semua tentu tidak akan begini."
KAMU SEDANG MEMBACA
Drivin Me Crazy x Renjun NCT x Ningning Aespa x Aedream
Fanfiction⚠️ 21+ ⚠️ Untuk kamu yang berjiwa dewasa! [ K-Pop Fanfiction ] Di bawah lampu sorot, Ningning selalu terlihat memesona. Dijuluki "Stage Goddess", perempuan berusia 20 tahun itu selalu menjanjikan penampilan sempurna dalam setiap peran. Di luar hujan...