"Masa lalu yang belum sepenuhnya usai itu adalah jebakan."
________________
Adipati
Aku membuka pintu kamarku pagi ini. Niat hati awalnya ingin berolah raga. Seperti kebiasaanku lari pagi sebelum melaksanakan hari. Namun, aku terkejut saat melihat Kapten Reksa ada di depan kamarku, sedang berdiri tegak di situ.
"Bang?"
"Ayo, olah raga sama-sama," ajaknya sambil tersenyum.
Aku sudah mengenakan jaket parasutku dan celana pendek, outfit wajib untuk berolah raga. Sama seperti Kapten Reksa. Hanya saja dia mengenakan kaos oblong tanpa lengan memperlihatkan otot bisep dan trisep yang begitu kekar.
"Siap, Bang."
Kami berlari bersama pagi itu. Rencanya berkeliling kompleks, hanya saja Kapten Reksa justru mengajakku duduk di taman kompleks sebelum aku benar-benar berkeringat dan kelelahan.
"Kok, duduk di sini, Bang? Keringatan juga belum."
"Sudah duduk saja. Aku mau bicara."
Aku mengernyit, tapi tidak lagi menjawabnya. Aku menuruti perintah Kapten Reksa dan duduk tepat disampingnya.
"Nanti siang aku harus kembali ke pusat, Di."
Aku menoleh cepat. Kapten Reksa tersenyum. Aku tahu apa artinya senyum itu. Kami memang memiliki tugas penting. Hanya saja, kapan berangkat tugas dan dimana tempat penugasan kami, kami tidak pernah tahu. Namun, jika surat sakti itu sudah turun, kami hanya bisa berkata siap.
"Kamu lebih baik tinggal saja dulu di sini sesuai rencana semula. Hanya saya yang diminta kembali oleh komandan."
Aku diam. Menunduk. Aku tahu tugas kami sangatlah berat. Berada di lokasi yang tidak diketahui tempatnya, menjalankan tugas khusus yang diberikan juga secara rahasia. Nama dan identitas kami tinggalkan. Untuk itu, banyak dari kami jarang memiliki nomor ponsel pribadi maupun akun media sosial. Punyaku saja sudah aku hapus setelah aku masuk satuan khusus ini.
"Kamu tahu, kan, saat paling berat bagi kita adalah saat pergi tugas begini. Jujur, aku berat ninggal ibu dan Kara, Di. Karena aku masih nggak tahu kapan bisa pulang. Masih bisa kumpul atau .... "
"Bang! Jangan bilang begitu. Yakin, abang pasti berhasil."
Kapten Reksa tersenyum. Tampak berat, lalu menatapku dengan saksama.
"Salah satu alasan aku masih belum mau cari pasangan juga karena ini, Di. Jadi pasangan abdinegara itu susah. Banyak dari teman kita yang gagal, tapi tidak sedikit juga yang berhasil. Namun, meninggalkan ibu dan Kara saja sudah seberat ini apalagi ninggalin istri, ya, Di."
Aku hanya diam. Walaupun aku teman satu regu dengan Kapten Reksa, tapi untuk urusan tugas hanya kami masing-masing yang tahu detailnya.
"Di, saya ada permintaan buat kamu."
"Mohon petunjuk, Bang, apa itu?"
Kapten Reksa memandangku sejenak, tatapannya begitu dalam.
"Aku titip Ibu dan Kara. Aku tahu, mungkin permintaan ini terlalu berlebihan, tapi dari sekian banyak orang yang aku kenal, hanya kamu yang aku percaya untuk menjaga mereka, Di. Titip Kara juga. Walaupun nggak pernah terucap, tapi sejak dulu aku tahu kalau Kara itu suka dan jatuh cinta sama kamu, Di.

KAMU SEDANG MEMBACA
ARAH
Romance"Seperti berjalan, hubungan pun juga harus punya arah agar jelas kemana nantinya akan bermuara."