"Penjelasan terkadang hanyalah segala hal yang ingin kita dengar. Namun, kejelasan adalah fakta tidak terbatas pada ucapan, sikap, dan perilaku."
_____________
Lengkara"Mas pamit, ya, Kara. Besok sebelum mas balik ke Jakarta, mas usahakan mampir ke sini untuk berpamitan langsung dengan kamu," ucap Adipati seraya mengusap lenganku. Aku mengangguk sembari menahan tangis. Rasanya hati ini masih rindu, bercerita dan menatap wajahnya, tapi apa boleh buat, Adipati masih dalam rangka tugas. Ia juga berpamitan dengan ibu, sebelum akhirnya masuk ke mobil yang ia kendarai sendiri.
"Nak Adi itu, ke Jogja cuma mau nemuin kamu, Kar?" tanya ibu dengan senyuman penuh arti.
Aku menatap ibu seraya tersenyum malu. "Kayaknya, sih, gitu, Bu." Semoga aja, ya, Bu. Soalnya Kara baru nemuin chat dari mantan yang ngajakin ketemuan.
"Jadi, Nak Adi beneran serius sama kamu, Kar?"
"Kara nggak tahu, Bu."
Ibu mengernyit, ia menatapku dengan saksama saat aku berjalan sembari membereskan meja tamu dan mencuci gelas serta piring yang tadi sempat digunakan oleh Adipati.
"Kok, nggak tahu? Harusnya kamu bisa melihat dari perilakunya. Nak Adi saja sudah minta izin sama ibu buat macarin kamu, katanya dia juga sudah minta izin sama Mas Reksa. Masa begitu masih kurang serius, Kar?" tanya ibu heran.
Aku menatap ibu dengan wajah menahan tangis. Tak lama, ibu mendekat dan memperhatikanku benar-benar.
"Kamu nggak yakin sama Nak Adi, Kar?" tanya ibu kemudian.
Aku mengembuskan napas kasar, seraya menahan air mata yang sudah sejak tadi ingin menetes di pipi. Aku menunduk, tak lama tiba-tiba aku terisak.
"Lho, kok, nangis? Ada apa, Kara? Sini, duduk, cerita sama ibu," ucap ibu seraya menuntunku duduk di kursi makan. Tak lupa ibu membuatkan segelas milo hangat untuk menenangkanku.
"Sini, cerita sama ibu, ada apa sebenarnya?"
Aku mengatur ritme napasku dan mulai menatap ibu lekat-lekat.
"Kara bingung, Bu ... Mas Adi itu, ternyata masih punya hubungan sama mantan pacarnya waktu taruna dulu."
"Lho, katanya mantan pacarnya sudah menikah? Nak Adi sendiri kemarin yang cerita kalau mereka tidak berjodoh. Hubungan bagaimana maksud kamu, Kar?" tanya ibu sedikit tidak percaya.
"Kara juga nggak yakin, Bu, tapi, kemarin sebelum Mas Adi balik ke Jakarta, dia sempat pergi keluar malam-malam. Kara ikutin dan nggak sengaja Kara lihat Mas Adi nyamperin rumah mantan pacarnya itu yang ternyata tinggal di dekat sini. Kara lihat mereka ...pelukan, Bu," ucapku dengan suara bergetar.
Ibu diam sejenak, tapi dari ekspresinya, aku tahu jika ibu juga terkejut dengan hal yang baru saja aku ceritakan ini. Ibu mungkin juga tidak menyangka jika Adipati masih menjalin hubungan dengan mantan kekasihnya yang jelas-jelas sudah menikah.
"Lalu, kamu sudah tanya masalah ini sama Nak Adi?"
Aku menggeleng lemah.
Ibu tersenyum. Tatapannya pun menghangat saat tangan kanannya mengusap lembut puncak kepalaku.
"Kar, yang namanya berpasangan itu, kan, menyatukan dua kepribadian, dua kepala, dua pikiran, dan dua hal yang terkadang bertolak belakang. Kalau kamu sudah mau menerima Nak Adi sebagai pasangan, seharusnya kamu bisa percaya dengan dia. Jika ada hal yang sedikit membuatmu curiga, ada baiknya meminta penjelasan sama Nak Adi. Bagaimana kebenarannya, apa benar dia masih berhubungan dekat dengan mantan kekasihnya, kenapa dia bisa pelukan sama mantan kekasihnya itu. Sekarang, ibu tanya, kamu sudah membahas masalah ini belum dengan Nak Adi?"

KAMU SEDANG MEMBACA
ARAH
Romance"Seperti berjalan, hubungan pun juga harus punya arah agar jelas kemana nantinya akan bermuara."