"Aku baru menyadari jika karma dibayar tunai dan pada kenyataannya akan jauh lebih menyakikan."
_____________
Adipati
Aku masuk ke rumah besar itu. Rumah yang tampak kacau. Pecahan kaca dimana-mana, kursi makan tidak beraturan pada tempatnya, isi meja makan sudah berhamburan seluruhnya ke lantai. Taplak mejanya saja seperti terkena tumpahan kuah rawon, yang mungkin sudah susah payah dimasak.
Aku diam ditempatku. Usai memindai kondisi rumah itu, aku melihat Ranita mengambil kotak p3k dari dapur. Langkahnya sedikit tertatih karena harus melewati beberapa pecahan kaca di sana, tapi pada akhirnya ia sampai di ruang tamu yang tidak kalah kacaunya.
Hatiku berdesir saat melihat foto pernikahannya sudah teronggok di lantai dengan bingkai pigura yang tidak berbentuk. Wajah dalam foto itu berbanding terbalik dengan wajah Ranita saat ini. Dia pucat, penuh kesakitan, dan kesepian.
"Heran?"
Aku menatap Ranita yang kini sedang berusaha mengobati lukanya sendiri. Ia berdesis dan tak jarang memejamkan matanya saat alkohol itu menyentuh bagian tubuhnya yang terluka. Aku baru sadar ada memar cukup besar di lengan tangannya. Warna hijau kebiruan sedikit semburat warna ungu.
"Ini luka tiga hari lalu," ucap Ranita seolah menyadari apa yang sedang aku perhatikan.
"Dia sering begini," lanjutnya.
Aku diam ditempat. Jujur, aku tidak tahu harus berbuat apa. Yang aku lihat sekarang benar-benar diluar dari ekspektasiku. Aku mengira, setelah pembaretan itu, Ranita sudah menjemput bahagianya dengan pria yang ia pilih sendiri, laki-laki yang jauh lebih sempurna dari aku, laki-laki yang katanya selalu ada untuknya itu. Namun, nyatanya, laki-laki itu tidak lebih dari sekedar seorang pecundang yang berani memukul wanitanya.
"Sudah berapa lama?" tanyaku singkat.
"Apa?"
"Dia suka memukulmu begitu."
"Enam bulan terakhir. Saat aku memergoki dia selingkuh."
Aku diam.
Usai putus, tak jarang aku melayangkan sumpah serapah pada Ranita karena meninggalkanku secara sepihak. Namun, aku tidak menyangka jika karma itu dibayar tunai!
"Sepertinya aku sudah menerima karmaku ya, Bang. Dulu ak selingkuh di belakang abang dan sekarang aku ada di posisi abang."
Aku diam dan mengunci tatapanku pada Ranita yang mulai mengusap air matanya lagi.
"Aku tahu abang marah. Aku tahu abang kecewa, aku tahu abang sakit hati. Dan ... aku tahu ini sudah terlambat, tapi aku ingin mengatakan ini sama abang. Maafin aku untuk semua yang sudah aku lakukan sama abang dulu. Aku menyesal. Aku sungguh menyesal ninggalin abang. Andai waktu dapat diputar kembali, aku ingin memperbaiki semuanya, Bang. Sungguh," ucap Ranita kembali dengan suara parau setengah bergetar itu.
Aku menatapnya. Sumpah serapah yang dulu sering aku ucapkan, amarah yang selalu aku luapkan pada anggota kini seolah menguap tidak berbekas. Jujur, aku tidak menyangka hidup Ranita bisa sekacau ini.
"Karena kamu nggak bahagia makanya kamu menyesal ninggalin saya. Apa yang ada dipikiran kamu kemarin waktu kamu memutuskan membuka hati untuk pria itu?"

KAMU SEDANG MEMBACA
ARAH
Romance"Seperti berjalan, hubungan pun juga harus punya arah agar jelas kemana nantinya akan bermuara."