Tak Disangka

385 57 18
                                    

"Kebersamaan ini hanya sekejap, tapi bermakna. Mungkinkah yang sekejap ini bisa menetap?"

________________

Lengkara

"Mas Adi ...."

Aku berjalan cepat setengah berlari menyusul Adipati yang sekarang sedang duduk di kantin kampus dengan segelas es kopi dan ponsel nokia jadulnya. Aku sempat sedikit heran, jaman smartphone seperti ini, Adipati justru masih menyimpan ponsel nokia lawas yang hanya bisa digunakan untuk telepon dan mengirim pesan singkat. Tanpa kamera. Layar pun masih sangat sederhana dengan suara ringtone yang khas.

Dia menoleh, tersenyum sembari berdiri dan menyimpan ponsel kecil itu di dalam sakunya.

"Kamu sudah selesai kuliahnya?"

Aku diam sejenak menatap Adipati. Aku baru sadar, ternyata Adipati terlihat sangat muda, padahal usianya sudah dua puluh lima tahunan. Mungkin akibat penampilannya yang masih mirip seperti mahasiswa.

"Sudah,Mas. Ini udah selesai."

Adipati tersenyum sembari mengangguk. Tak lama ia mengarahkan tatapan tajamnya ke sampingku. Hampir lupa kalau Tania sejak tadi mengekoriku, memintaku untuk memperkenalkannya dengan Adipati.

"Oh, iya, Mas. Ini kenalin sahabat Kara dari SMA. Tania."

Adipati mengangguk dan dengan tegas mengulurkan tangannya.

"Adi."

"Tania. Eh, Mas Adi ini yang waktu taruna dulu viral itu, kan, Kar?"

Aku menatap tajam ke arah Tania. Jangan sampai admin lambe turah yang satu ini keceplosan bilang soal gimana aku bucin sama Adipati waktu SMA.

"Iya."

"Kara ngefans banget, lho sama Mas Adi. Eh, bukan ngefans, sih, lebih ke berharap bisa memiliki Mas Adi. Sampai nangis-nangis waktu Mas Adi punya pacar ba... mmphh.... "

Aku tersenyum kaku sembari membekap mulut ember Tania. Ah, memang susah, ya kalau punya sahabat mulutnya kayak toa begini. Dipelototin mana ngerasa!

"Udah, ya, kenalannya. Aku sama Mas Adi mau pergi dulu. Bye!"

Aku menarik tangan kekar Adipati. Tangannya begitu hangat meskipun sedikit kasar, tapi buat nyaman. Duh, masih boleh nggak, sih, berharap dia jadi milikku? Cringe, Kar! Stop it!

"Kenapa lari-lari, Lengkara? Saya, kan, nggak sedang buru-buru."

Aku tersenyum kaku seraya menatap wajah bingung Adipati. "Nggak apa-apa, biar cepet berduaan aja, eh, maksudnya cepet pergi aja sama Mas Adi."

Adipati menggeleng sembari menaiki motor sport milik Mas Reksa. Aku membonceng di belakangnya dan memberanikan diri melingkarkan kedua tangan di perutnya sebelum akhirnya dia berjalan, melaju di tengah jalanan kota Jogja.

"Mas Adi mau kemana?" tanyaku heran, karena saat ini motornya melaju ke arah Bukit Bintang. Bukit yang terkenal dengan pemandangan kota Jogjakarta jika dilihat dari arah tanjakan di Jalan Wonosari.

"Tadi lihat di internet, ada tempat makan bagus, saya mau ajak kamu makan siang di situ."

Aku hanya mengangguk pasrah. Ah, dimana saja kalau sama Adipati, sih, nggak jadi soal. Dibawa pengajuan juga, hayooklah gas pol rem blong! Haha you wish, Kara!

Sesampainya di restoran itu kami pun segera di suguhi dengan pemandangan kota yang begitu indah. Pintar juga tentara yang satu ini pilih tempat.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
ARAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang