Pertemuan

1.2K 81 26
                                    

"Ketika yang selalu kau sebut dalam doa tiba-tiba muncul begitu saja di depan mata. Akankah ini pertanda? "

_______________


Lengkara

Aku pernah jatuh cinta, tapi sayang, sudah jadi jodohnya orang.

Gila memang! Tapi, tenang, karena aku enggak terang-terangan juga menunjukkan rasa kagum dan sukaku sama orang itu. Aku juga masih waras, menghargai pasangannya yang jauh lebih sempurna dari aku.

Kalau kata orang, pasangan ini sangat sempurna. Yang laki-laki gagah, tampan, dan yang jelas most wanted boy di Akademi Militer dan yang perempuan cantik, pintar, dan yang buat takjub, si perempuan ini enggak punya backingan macam anak Gubernur atau semacamnya. Ibarat kata, dia hanya rakyat jelata yang beruntung dilirik sama raja. Andai itu aku.

Waktu berlalu, lima tahun sudah sejak kejadian patah hati massal itu. Setelah Adipati mengumumkan nama dan mengumbar foto mesranya dengan si rekanita itu, dunia maya seolah ramai menghujani akun pasangan itu dengan berbagai ekspresi. Ada yang mengucapkan selamat, tapi lebih banyak juga yang menghujat.

Hari patah hati nasional, katanya. Aku pun patah hati waktu itu, tapi enggak sakit-sakit amat karena sudah jelas juga aku hanya mengagumi orang itu dari jauh. Tidak seperti kebanyakan perempuan-perempuan pengagum lelaki berseragam cokelat ketat kurang bahan itu yang kadang sok menganggap diri paling pantas bersanding dengan Adipati.

Norak amat jadi perempuan, memang di dunia ini laki-laki cuma Adipati seorang?

Awalnya, setelah prasetya perwira, aku masih sering membuka Instagram milik Adipati, karena memang aku memfollow instagram pria itu. Ya, sekedar untuk bahan kekagumanku melihat beberapa fotonya yang diunggah di laman pribadinya itu. Jangan ditanya followernya, karena nyaris centang biru dan yang jelas banyak dari follower itu adalah kaum perempuan (aku salah satunya).

Tapi, sejak tiga tahun yang lalu, setelah Adipati mengunggah foto dirinya saat pembaretan menjadi salah satu anggota kopassus, akun Instagramnya menghilang secara ajaib. Tidak ada lagi Adipati Danardyaksa di dunia maya. Foto-fotonya di laman pencarian saja nyaris tidak ada. Hilang.

Jika saat hari patah hati nasional tidak terlalu memberikan efek signifikan padaku, kali ini berbeda. Aku seolah benar-benar kehilangan pria dalam khayalku itu. Tidak ada lagi wajah Adipati yang bisa aku pandangi setiap malam sebelum aku mengakhiri hari.

Sedih rasanya. Namun, mau bagaimana lagi? Mengagumi Adipati seperti mengagumi cowok fiksi. Ada, tapi tidak nyata.

Sebenarnya, aku bisa bertanya pada Mas Reksa, kakakku yang juga jadi tentara, kebetulan Mas Reksa itu senior Adipati di Akademi Militer. Dulu, Mas Reksa sempat menawariku untuk berkenalan dengan Adipati.

"Aku itu juga kakak asuhnya. Jadi, kalau kamu mau kenalan, tinggal bilang saja. Nanti aku minta anaknya ke rumah."

Mas Reksa memang suka ngawur kalau bicara. Aku, ya, sudah jelas menolak mentah-mentahlah. Malu! Namun, sekarang setelah enggak ada lagi batang hidungnya didunia maya, aku juga yang sedih.

Tahu gitu dulu mau aja, ya, dikenalin.

"Mas-mu katanya mau pulang. Kamu bersihkan kamarnya, ya. Dia bawa teman katanya."

Aku mengangguk paham. Sepulang kuliah, biasanya aku membantu ibu di warung makan tempat ia berjualan, tapi kali ini hanya membantu sebentar. Selebihnya pulang untuk membereskan rumah.

"Memang Mas Reksa bawa siapa, Bu? Tumben bawa teman?" tanyaku sedikit merasa penasaran. Biasanya, Mas Reksa tidak pernah sama sekali membawa teman ke rumah, kecuali saat masih taruna dulu.

ARAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang