Pergi

380 46 15
                                    

Author POV

Sudah hampir tiga minggu Adipati terbaring di rumah sakit. Ia kini sudah diperbolehkan untuk duduk dan berjalan. Adipati berusaha sangat keras pada dirinya untuk mampu memulihkan keadaan tubuhnya. Seperti hari ini, ia sudah dapat berjalan dengan baik. Luka operasinya juga sudah dinyatakan kering, infus juga sudah dilepaskan. Adipati sebentar lagi sudah dapat melakukan aktifitas normal meskipun masih harus menjaga pola makan dan tidak boleh beraktifitas fisik yang terlalu berat.

"Katanya hari ini sudah boleh pulang, Mas?" tanya Lengkara sesaat ketika ia masuk ke ruang perawatan Adipati.

Pria itu tersenyum seraya mengangguk. "Sudah bertemu dengan Bang Reksa, ya?" tanya Adipati lembut.

"Sudah. Baru saja. Tidak lama. Katanya Mas Reksa harus segera menghadap ke pusat.  Kata Mas Reksa, Mas Adi juga akan langsung di bawa ke Pusat."

Adipati diam dan hanya mengangguk tipis.

"Ada apa, Mas?" tanya Lengkara usai menyadari perubahan raut wajah Adipati.

Adipati menoleh, ia mengembuskan napas panjang, lalu meraih jemari Lengkara.

"Bang Reksa baru saja menemui saya sebelum pulang ke rumah tadi."

"Lantas?"

"Ada tugas yang harus saya emban setelah ini, Kara."

Lengkara menahan napas sejenak. Ia menatap Adipati tidak percaya.

"Tapi Mas Adi belum pulih benar. Bagaimana bisa mendapatkan tugas?"

"Bagi seorang tentara, terluka itu sudah biasa. Jika kami masih bernyawa dan masih bisa berdiri tegak untuk menenteng senjata, itu artinya kami siap kembali bertugas. Kara, mas sudah pulih. Sudah bisa beraktifitas sendiri dan berdiri dengan kaki mas sendiri. Tugas ini panggilan jiwa, Kara. Mas harus siap."

Lengkara menunduk. Terkadang ia tidak dapat memahami konsep para tentara ini dalam berpikir. Luka ditubuh tidak menjadikan mereka lemah, justru semakin kuat dan berhasrat untuk menerima tugas yang lebih berat. Ibarat kata, negara ada dalam setiap tarikan dan helaan napas. Jika masih bernapas, maka hidup matinya hanya untuk negaranya.

"Sampai kapan tugasnya?"

Adipati diam sejenak. Ia menunduk sembari melihat jemari Lengkara yang sejak tadi berada dalam genggamannya.

"Tidak tahu."

Lengkara mengernyit. "Kok tidak tahu? Apa misi rahasia lagi?"

Adipati mengangguk tipis.

"Berapa lama, Mas? Kalau senggang mas masih bisa hubungi Kara, kan?"

Adipati menahan napasnya. Ia menatap Lengkara lekat-lekat. Ia tahu pasti jika gadisnya itu kini sudah setengah mati menahan tangis.

"Tidak."

"Tidak?"

"Setelah ini, saya akan diberangkatkan ke Amerika untuk menjalani pendidikan khusus. Pendidikan bergengsi para pasukan khusus. Setelah kurang lebih  dua bulan, ada tugas yang kembali menanti, Kara. Tugas yang mengharuskan saya untuk melepaskan segala atribut pribadi saya, termasuk dan tidak terkecuali, identitas pribadi, media sosial pribadi, nomor ponsel pribadi, dan semua data pribadi saya akan di hilangkan. Hingga pada akhirnya nanti Adipati Danardyaksa sudah tidak ada lagi.

"Sesungguhnya, saya tidak boleh menyampaikan hal ini sama kamu, tapi, saya tidak ingin membuat kamu menunggu tanpa kepastian. Seperti yang saya bilang sebelumnya, saya sayang sama kamu, Lengkara. Maaf, kalau karena tugas ini semua impian dan harapan yang sudah kita rencanakan ... kandas," ucap Adipati lirih.

ARAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang