Author POV
Lengkara diam di tempat. Ia duduk di bangku ruang tunggu tepat di samping ruang operasi. Tangannya masih tidak henti gemetar. Ia masih mengingat dengan jelas bagaimana orang-orang jahat itu memukuli Adipati dengan begitu kejam. Belum lagi selongsong peluru yang menembus dada kanan Adipati yang terlihat jelas oleh Lengkara.
"Mas Adi pasti selamat, dia pasti selamat," gumam Lengkara seraya mengusap wajahnya frustrasi.
Lengkara duduk dengan tidak tenang. Kakinya terus menghentak ke atas dan kebawah seiring dengan kepalanya yang beberapa kali menatap pintu ruang operasi yang sejak satu setengah jam yang lalu masih tertutup itu.
Lengkara mengusap air matanya yang kian lama kian menetes deras. Pikirannya kalut, ia bahkan tidak dapat berpikir jernih saat ini.
"Kara?"
Lengkara mendongak. Ia terkejut saat menatap sosok Laras, sang ibu yang berjalan menghampirinya. Lengkara bangkit dari tempat duduknya dan segera menghambur ke pelukan sang ibu.
Lengkara menangis tersedu dalam pelukan Laras seraya meratapi Adipati.
"Mas Adi, Bu," gumam Lengkara.
"Doakan semoga Nak Adi bisa melewati masa kritisnya."
Lengkara dan Laras pun duduk di bangku dekat dengan ruang operasi. Masih berharap-harap cemas menunggu hasil operasi Adipati. Detik, menit, dan jam berlalu begitu lama. Sudah hampir tiga jam lamanya pintu ruang operasi itu masih tertutup rapat. Lengkara menggenggam tangan Laras erat ketika melihat beberapa petugas medis berlarian keluar masuk ruang operasi tempat Adipati ditangani.
Tangan Lengkara masih bergetar demikian jantungnya yang masih berdegup kencang. Ia masih belum bisa tenang sebelum mengetahui keadaan Adipati.
Empat jam berlalu, akhirnya lampu ruang operasi berubah hijau dan tak lama, pintu ruang operasi itu pun terbuka. Lengkara mengusap wajahnya seraya berdiri saat melihat brangkar Adipati kembali di dorong keluar ruang operasi menuju ke ruang pemulihan.
Lengkara masih melihat Adipati tampak memejamkan matanya. Namun, paling tidak Lengkara dapat sedikit bernapas lega karena operasinya berjalan dengan lancar.
"Keluarga Mas Adi apa tidak diberi tahu ya, Bu?" tanya Lengkara saat ia berdiri di depan pintu ruang pemulihan.
"Kamu ingat, kan, jika keluarganya ada di luar kota?" ucap Laras kembali mengingatkan.
Lengkara mengembuskan napas panjang seraya berjalan menuju ruang tunggu tempat dirinya menunggui Adipati hingga dapat dinyatakan pulih dan menjalani perawatan di bangsal biasa.
"Untuk sementara, kita saja yang menunggui," ucap Laras lembut. "Ibu beli makan dulu untuk kita."
Lengkara mengangguk. Ia berdiri di tepian kaca menatap Adipati yang terbaring lemah dengan berbagai alat pendeteksi kesehatan menempel di tubuhnya.
"Mas Adi ... Kara di sini. Cepatlah sadar," ucap Lengkara lirih. Tanpa terasa matanya tiba-tiba berkabut. "Kara nggak tahu gimana jadinya Kara kalau nggak ada Mas Adi."
Lengkara menangis tersedu. Ia menempelkan wajah dan tangannya tepat pada kaca pembatas di ruangan tersebut. Tak lama seorang perawat datang dan meminta Lengkara untuk masuk ke ruang pemulihan itu.

KAMU SEDANG MEMBACA
ARAH
Romance"Seperti berjalan, hubungan pun juga harus punya arah agar jelas kemana nantinya akan bermuara."