Author POV
Lengkara terbangun di atas brangkar perawatan di ruang gawat darurat. Ia melihat Laras duduk di sampingngnya, menungguinya dengan sabar.
"Bu?"
"Kamu sudah sadar, Kar?"
Lengkara pun bangkit dari tidurnya dan duduk seketika. "Mas Adi, Bu? Mas Adi gimana?"
Laras diam menatap Lengkara lekat-lekat. Tangannya dengan lembut mengusap lengan Lengkara. Ia terkejut saat melihat Reksa juga ada di tempat itu.
"Mas Reksa?"
"Iya. Mas pulang, Kara."
"Mas Adi gimana? Bu, gimana keadaannya?"
"Dia ... ada di bangsal 117B."
Lengkara bangkit dari tempat tidurnya. Ia merasa sedikit oleng saat berdiri, tapi gadis itu terus memaksakan diri melangkah menuju bangsal yang disebutkan tadi. Ada beberapa orang tentara berpakaian loreng di sana. Lengkara juga melihat Ranita berdiri di ujung pintu dan sedang menangis.
"Mas Adi!"
Langkah Lengkara terhenti sejenak saat melihat seseorang terbaring di atas brangkar dengan tubuh seluruhnya tertutup oleh selimut. Tidak ada lagi alat kesehatan yang menempel di sana. Lengkara berjalan cepat menuju ke samping ranjang. Tangannya gemetaran saat akan membuka selimut yang menutupi area kepala.
Lengkara seketika jatuh terduduk.
"MAS ADI!"
Ia menangis histeris seraya memukul bagian dadanya. Tidak percaya menatap apa yang ada di hadapannya.
"Nggak mungkin. Ini nggak mungkin. Mas Adi nggak boleh pergi, ini nggak adil!" ucap Lengkara dengan suara paraunya sebelum ia menangis sejadi jadinya.
"Lengkara ... sayang ...."
Lengkara menatap sekelilingnya. Ia mengusap air matanya dan menatap Laras yang duduk tepat di samping brangkar.
"Bu? Mas Adi?" tanya Lengkara saat menyadari jika yang barusan terjadi hanyalah mimpi. Mimpi yang terasa sangat nyata.
"Kamu tenang dulu, ya."
"Kara nggak bisa tenang, Bu. Kara mau ketemu Mas Adi."
Laras mengangguk paham. Ia pun mencoba membantu Lengkara berdiri dan memapahnya menuju kursi roda. Kondisi Lengkara juga sedang kurang baik saat ini. Tekanan darahnya sangat rendah dan kondisinya juga masih sangat rentan akibat syok pasca penculikan yang diabaikannya.
Laras membawa Lengkara ke ruang perawatan Adipati. Lengkara duduk di seberang tempat Adipati di rawat. Ia mengusap kaca pembatas ruangan itu dan menatap Adipati dengan mata berkaca-kaca.
"Kata dokter, kondisinya mulai stabil. Adipati tidak boleh banyak tekanan."
Lengkara menoleh menatap Nadine yang berdiri di sampingnya. Wanita cantik itu mengusap air mata yang tiba-tiba menetes di pipinya.
"Ini kali kedua dia hampir tewas."
Lengkara membulatkan matanya menatap Nadine yang tampak terdiam memandang Adipati yang masih lemah di balik kaca pembatas itu.
"Dua kali, Tante?"
"Iya. Kejadiannya dulu waktu dia baru saja dilantik menjadi anggota pasukan khusus. Dia sempat pamit dengan tante kalau ada latihan, tapi belakangan tante tahu masa itu dia melakukan penyelamatan sandera di luar negeri. Ada luka tembak di punggungnya. Sempat tidak sadarkan diri dan kritis selama satu minggu, tapi Tuhan memberikan jalan dan waktu bagi Adipati untuk kembali sembuh dan bertugas lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARAH
Romance"Seperti berjalan, hubungan pun juga harus punya arah agar jelas kemana nantinya akan bermuara."