"Aku jatuh dan patah pada cinta yang sama."
__________________
Lengkara
Aku berjalan mengendap-endap, melewati kamarku yang pintunya sudah terbuka sedikit. Ya, kamarku kini dihuni oleh Adipati. Bayangkan,ya, orang yang selalu kau harapkan dalam doa dan muncul dalam khayalku kini ada di sini. Hadir dan tidur di atas ranjangku! Argh! Sepertinya spreinya tidak akan pernah aku cuci besok biar bau yang ditinggalkan Mas Adi nggak hilang.
Apa Mas Adi sudah bangun, ya?
Aku mencoba menerka-nerka, biasanya tentara, kan, memang suka sekali bangun pagi-pagi. Jadi, aku beranikan diri membuka pintu yang sedikit menganga itu.
"Kamu cari saya, Kar?"
Aku terperanjat saat suara bariton itu terdengar tepat di belakangku. Aku segera membalikkan tubuhku, tersenyum kaku dengan ekspresi wajah yang dengan jelas menunjukkan keterkejutan. Mati aku!
"Kar, kamu ngapain ngintip-ngintip?"
Mampus! Mas Reksa!
Sepertinya hari ini adalah hari sialku. Sudah ketahuan Adipati , eh, kepergok Mas Reksa pula. Double kill! Otakku terus berpikir, nggak mungkin juga, kan, kalau aku bilang lagi stalking Adipati waktu lagi tidur?
"Eng ... Kara nggak ngintip, kok!" ucapku gugup.
"Yang betul, kalau nggak ngintip, kok, mukanya merah begitu?"
Aku kembali terperanjat sembari menyentuh bagian pipiku yang memang teraba panas. Mas Reksa benar-benar puas sekali mengerjaiku. Dia sudah tertawa lebar. Aku segera berlari dari hadapan kedua sahabat itu. Aku sampai tidak berani melihat ekspresi Adipati saking salah tingkahnya.
Aku bersembunyi di balik pilar, tepat di samping kulkas di area dapur. Ibu dan Mbak Sum, orang yang membantu ibu mempersiapkan dagangan untuk buka warung itu pun segera menatapku heran. Napasku terengah-engah, jantungku sudah seperti mau copot rasanya, dan tubuhku panas dingin. Aku menyentuh bagian dadaku yang sudah naik turun tidak teratur.
"Kamu kenapa, Kar?" tanya ibu heran.
Aku menoleh dan sembari kesusahan menelan saliva aku menjawab, "Lihat hantu, Bu!" jawabku asal.
"Hantu ganteng, Bu! Tuh, tadi Kara ketahuan ngintipin kamarnya Adi, Bu," ucap Mas Reksa seraya menahan tawanya.
Aku sudah mulai merengek dan merutuki Mas Reksa yang mulutnya seperti nggak pakai rem kalau ngomong.
"Enggak, Bu!"
"Nggak salah, udah jelas-jelas ketangkap basah!"
Aku melotot menatap Mas Reksa. Ingin rasanya aku membekap mulut kakak laki-lakiku itu saking embernya. Aku sama sekali tidak berani menatap ibu secara terang-terangan karena dari ekor mataku saja, aku sudah melihat ibu yang melotot tajam seperti akan menerkamku. Dari tatapannya, ibu seolah ingin berkata 'Kamu apa-apaan, sih, Kara? Kamu perempuan, nggak pantas ngintip kamar cowok! Nggak sopan!'
Aku hanya sanggup menunduk menyembunyikan wajahku yang sudah semakin memerah seperti kepiting rebus. Kalau Mas Reksa, jangan ditanya, dia sudah tertawa terbahak-bahak sampai beberapa kali terbatuk. Menyebalkan memang!
"Sudah! Kara, kamu lebih baik beli gudeg Bu Tini saja di depan. Mas-mu tadi bilang sama ibu kalau pengen makan gudeg untuk sarapan."
Aku menatap Mas Reksa malas. "Ih, beli sendiri, sih, Mas!" tolakku kesal.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARAH
Romantik"Seperti berjalan, hubungan pun juga harus punya arah agar jelas kemana nantinya akan bermuara."