23. JUMAT PAGI

211 5 2
                                    

Senyuman miring lelaki jangkung itu tercetak sempurna menyambut datangnya Jumat pagi. Tas punggung tercangklong di bahu tegap bagian kiri. Tangan kanan Arya sudah asyik menyelancar layar ponsel. Ada yang menarik disana. Sampai-sampai Arya tidak peduli akan nilai kerapian seragam yang dikenakan.

Sudah biasa. Teguran guru piket ataupun Mama nanti tinggal ia tanggapi dengan ringan. Fokus Arya lagi menarik di deretan pesan satu nomor yang ia abaikan sejak kemarin.

Gegara Raffa, adiknya! Namun, Arya diam-diam mensyukuri nikmat. Bisa terbebas juga dari satu pacar taruhannya bersama para CS. Tidak perlu lagi Arya merepotkan diri memanggil sebutan pacar yang kelewat alay. Disamping itu Arya justru menikmati deretan pesan mohon-mohon balikan cewek yang kini hanya masuk list mantan pacar!

Arya menaikkan alis, agak takjub akan usaha mantannya itu. Lihat baik-baik di layar Arya sudah terpampang sebuah panggilan masuk. Langkah ringan Arya terhenti sejenak tepat di ujung tangga paling atas. Dipikir-pikir bisa saja ia dapat hiburan kalau ia tekan simbol telepon berwarna hijau.

" Sweety!! Akhirnya kamu angkat teleponnyaaa...."

" Bilang sama aku yang kemariin itu cuma bercandaan, kan? Gak benar, kan? "

" Please, Sweety aku gak mau kita PUTUS! "

Ponsel Arya ia tarik sebentar dari daun telinga. Ditatap culas layar ponsel, manik mata Arya terlihat jelas mengejek lawan bicara benda pipih tersebut. Walau cuma menuruti tingkah sok perintah Raffa, adik terlaknatnya. Arya kalau sekali bilang ya sudah final! Mantan tetap saja mantan?!

" Udah? Gue ngomong sekarang," Ada jeda sebentar, Arya memasukkan tangan kiri ke saku celana seragam. Tersenyum miring. " Gue salah ... kemarin kayaknya durasinya terlalu singkat! "beonya bermain.

" Maksudnya? "

" Pasang telinga lo lebar-lebar ya. Gue memang gak lagi main-main, i am seriously! Gue mau kita P-U-T-U-S, PUTUS! ... Sampai disini apa lo paham? "enteng Arya mengeja baik-baik kata PUTUS.

" GAK BISA GITU DOONG, ARYA! "

Sudut bibir Arya tertarik sesaat. See? Menyenangkan sekali mendengar suara seberang yang naik satu oktaf. Bahkan nama Arya sudah dicetus terang-terangan. Terlupakan di belakang embel-embel manis, panggilan sweety.

" Gampang! " timpal Arya.

" Aku gak terima pokoknya! "

" OH ATAU KARENA ANISA?? KAMU RELA PUTUSIN AKU? "

Alis kanan Arya terangkat. Meleber sampai ke Anisa. Pola pikir si lawan bicara sesempit sekarang jika sedang tergurus emosi. Arya mengangkat bahu meski tahu tidak akan mampu dilihat oleh penelpon.

" Salah! Gue bosen aja, "ringan Arya setelahnya.

" Bosen? Kamu bosen sama aku? "

" Well! Gue tahu telinga lo bagus. " Gendang telinga Arya tak bergeming risih dengan jawaban ngotot dari seberang. Senyum smirk Arya tercetak, ditariknya santai ponsel. Berdecak prihatin setelah ia sukses menekan tombol merah, pertanda panggilan sudah ia putus sepihak. Katakan selamat tinggal saja untuk mantannya itu. Urusan tidak terima diputuskan biar jadi masalah cewek itu sendiri, bukan urusan Arya lagi. Pacar Arya masih ada banyak! Berkurang satu bukan masalah besar.

Assalamualaikum AnisaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang