"Jiwa." Terdengar suara laki-laki dari seberang sana, menelepon perempuan berusia 22 tahun yang bernama Sajiwa itu.
"Kenapa, Kak?" Yang dipanggil menyahut,
"Kamu pulang ke Seathern ya malam ini. Keadaan di rumah Papa Mama lagi nggak baik. Jangan pulang ke sini dulu, Jiwa." Ujar Kakaknya, via suara. -Seathern adalah sebuah nama cluster. Jiwa dan Kakak laki-lakinya itu mempunyai rumah sendiri di cluster tersebut, tanpa diketahui kedua orangtuanya-
"Ah, Okay. Kakak, be careful, ya? Telepon aku kalau ada masalah di sana." Jawab Sajiwa, suaranya gemetaran.
"Everything is okay, Jiwa. Kamu yang harusnya hati-hati. Udahan dulu ya teleponnya, Kakak mau makan dulu."
Sabumi mematikan panggilan itu. Yang ia lakukan bukanlah seperti apa yang ia katakan tadi, makan, melainkan, ia menangis di kamarnya. Entah sampai kapan ia harus senantiasa berbohong kepada adik perempuannya itu bahwa dirinya seolah sedang baik-baik saja.
Sementara Sajiwa masih membereskan barang-barangnya untuk kembali pulang setelah sesi pemotretan itu selesai.
"Jiwa, Jean, duluan, ya. Maaf, harus ninggalin lagi. Nanti send file-nya aja, ya." Wanita bernama Abelle itu keluar dari studio, seperti kemarin, meninggalkan dua orang di dalamnya.
"Jiw, kamu pulang sama siapa?" Jari jemari Jeandra masih mengotak-atik laptopnya, kedua bola matanya masih menatap ke arah layar digital itu.
"Gak tau, Kak." Jawab Sajiwa, singkat, padat, tidak menentu.
"Mau pulang bareng?" Tawaran itu datang dari mulut Jeandra.
"Ah, gak usah, Kak. Aku bisa telepon supir aku, kok." Sajiwa dengan halus menolak tawaran itu, ia takut merepoti Jeandra.
"It's already late." Ujar Jeandra kembali.
"Ya, i know, aku udah sering kok pulang malem dijemput supirku, Kak. Don't worry."
Kegiatan malam di studio itu telah selesai, Jeandra sudah merapihkan barang-barangnya, begitupun Sajiwa. Mereka berdua keluar dari studio, dan turun dengan lift yang sama.
Melihat langit yang sudah gelap, ditemani dengan indahnya lampu-lampu malam di jalan raya, serta cahaya dari dalam gedung-gedung tinggi di kota Jakarta.
"Kamu dijemput kapan, Jiwa?" Tanya Jeandra, ia sudah menggenggam kunci mobil di tangannya. Menunggu perempuan yang berdiri di sebelahnya itu selamat hingga dijemput.
"Aku.. Belum telepon supirku," Ujar Sajiwa, suaranya mengecil.
"Mau pulang sama aku?" Jeandra kembali menawarkan.
Namun tidak ada sedikitpun jawaban dari perempuan yang berdiri di sebelahnya itu. Sajiwa hanya menatap kosong ke arah langit, entah apa yang ia pikirkan saat itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Plate Of Melodia - ꒰ jaeminju ꒱
RomanceSajiwa Mahika Kamaniya, nestapa menjadi sahabatnya, perempuan yang dikira sempurna itu sebenarnya hidup dengan melankolia. Kala itu, pandangannya tidak terhenti kepada seseorang yang selalu mencuri perhatiannya. Lelaki itu selalu terpampang tepat te...