🍽️ # 009

244 102 30
                                    

Sajiwa pulang, terlungkup di dekapan Sabumi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sajiwa pulang, terlungkup di dekapan Sabumi. Pertama kalinya ia menangis tersedu-sedu di depan Kakaknya. Dekapan sangat kencang di malam itu membuat keduanya sama-sama terlarut dalam kesedihan.

"Kenapa kita harus lahir jadi anak Mama Papa ya, Kak?" Tanya Sajiwa.

"Fate decides that way." Jawab Sabumi.

"Kak, makasih ya masih bertahan."

"Makasih udah jadi Sajiwa yang kuat, Jiw. Maafin Kakak suka over protective."

Pertama kalinya mereka mengungkapkan kesah masing-masing. Sajiwa jarang terbuka kepada Kakaknya itu, sikapnya yang dingin dan terlihat sangat membuatnya agak takut untuk dekat dengan Kakaknya. Pertama kali pula bagi Sabumi untuk memeluk erat adiknya, gengsinya selama ini ia runtuhkan malam itu.

"Cari pasangan hidup nanti yang bener ya, Jiw. Jangan cari yang kayak Papa." Ujar Sabumi.

"Kakak juga jangan cari pasangan hidup yang kayak Mama, ya." Jawab Sajiwa, dibalut dengan sedikit senyum gigi dan tawanya.

"Hahaha, don't worry. Kakak gak mau nikah," Tawa pahit dan kata yang sedikit menyelekit itu tiba-tiba saja keluar dari mulut Sabumi.

"Kenapa? Why? That's not good for you.. Kakkkkk, harus nikah!! You must to make yourself happy!"

"I don't even can believe that i will be happy.. Kakak udah trauma. And so now i don't wanna do that thing."

"Aku juga trauma, Kak. Tapi gak semua pernikahan berujung kayak Mama dan Papa. Aku yakin kalo Kakak menemukan pasangan yang baik, dan Kakak selalu memperbaiki diri Kakak, everything will be fine.."

"Thank you," Jemari Sabumi menggenggam tangan adiknya yang mungil, perlahan air matanya lanjut menetes, tidak menyangka adiknya yang kemarin hanyalah bayi usia enam bulan, kini sudah berusia dua puluh dua tahun. Pikirannya sudah dewasa. Bukan Sajiwa kecil yang selalu merengek.

-★★★-

Meja makan di rumah Jeandra itu diduduki oleh tiga orang. Jeandra, Mama, dan Papanya. Seringkali mereka makan malam bersama, namun kali ini suasananya lebih canggung.

"Jean, Mama sama Papa mau ngomong," Perkataan dari Ibunya itu lah yang membuat suasana kini menjadi lumayan canggung. Tak biasanya Ibu Jean membicarakan hal yang serius seperti ini.

"Apa? Tentang calon Istriku lagi?" Jawab Jean, ia seperti sudah tahu apa yang akan dibicarakan oleh kedua orang tuanya itu.

"Nikala perempuan yang baik, Jean." Ucap Ayahnya.

"Dia lagi?" Tanya Jean, nadanya tidak santai.

"She's a nice person tho, kamu juga sudah kenal dia, kan?" Timpal Ibundanya, membela Ayahnya.

Plate Of Melodia - ꒰ jaeminju ꒱ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang