08. Sakit

3.5K 222 0
                                    

Darren sedikit panik saat ia mendengarkan isakan tangis Oliver di telfon tadi. Tidak biasanya Oliver menangis, mungkin tidak pernah?

Darren curiga terhadap Eros, bukankah saat ini Oliver dengan Eros sedang dinner? Dan kenapa bisa Oliver menangis?

Berbagai pertanyaan muncul dalam benak Darren. Awas saja jika Eros melukai sahabatnya itu. Enak saja dia membuat Oliver menangis. Darren saja tidak pernah membuat sahabatnya itu menangis.

Darren melihat sosok Oliver yang berada di luar resto. Ia menghampiri Oliver yang menatap jalanan dengan pikiran kosong. Takut kerasukan kalau tidak di hampiri.

"Oy! Kenapa lu? Kok nangis? Siapa yang bikin lu nangis ha? Eros ya? Mana dia? Gue mau hajar habis-habisan."

Darren yang baru saja datang langsung melemparkan banyak pertanyaan yang membuat Oliver kesal.

"Bacot lu! Udah ayo anterin gue pulang." Seru Oliver sedikit marah.

Tanpa menunggu Darren, Oliver langsung saja menuju mobil Darren dan memasuki nya. Darren menghela nafas diperlukan seperti ini. Padahal dia tadi sedang menunjukkan sifat pembelaan sebagai seorang sahabat. Tapi sahabatnya itu memang sedikit tidak tau diri.

"Lu beneran gak mau cerita?" Tanya Darren yang masih penasaran. Daripada dia tidak fokus menyetir karena memikirkan hal-hal yang bisa membuat Oliver menangis.

"Hahh... Gue ketahuan." Lirih Oliver dengan tatapan sendu. Pikirannya kacau saat ini. Kejadian yang baru saja dialaminya benar-benar diluar nalar.

Wajah Darren mengkerut, menunjukkan ketidakpercayaan nya terhadap omongan orang yang disampingnya. Segampang itukah Oliver terungkap?

"Gue- gue gak tau lagi nasib gue kalau Eros ngasih tau publik tentang kelakuan gue." Oliver kembali menangis. Dia tak kuat menahan rasa takutnya saat ini.

"Xel, sorry. Kalau gue gak bajak ponsel lu mungkin aja kejadian ini enggak terjadi. Semua gara-gara gue." Darren sangat merasa bersalah. Biasanya kejailanya selalu membuat orang lain kesal sekaligus senang. Tapi untuk kali ini berbeda.

Kesal sekaligus sedih.

Apalagi yang jadi korbannya adalah Oliver. Sahabat pertama Darren sebelum dia mengenal Leta dan juga Deya.

Oliver menggeleng pelan sambil mengusap kasar air mata yang lewat di pipinya. Hidung Oliver sudah memerah sekaligus dengan kedua pipi nya yang berisi itu.

"Enggak, jangan salahin diri lu. Ini udah takdir." Oliver tersenyum, berusaha agar terlihat tidak apa-apa di hadapan Darren.

***

Dilain sisi, seorang laki-laki misterius sedang melihat layar laptopnya. Entah apa yang ia lihat diruangan yang memiliki minim pencahayaan. Sekilas terlihat foto-foto seseorang di dinding ruangan itu. Sepertinya laki-laki ini mengincar orang yang berada di foto itu.

"Sialan banget ya? Yang bikin kesayangan saya menangis. Tenang saja Alen. Saya akan membuat tangisan itu menjadi tangisan bahagia di masa depan. Hahahaha..."

****

Deya dan juga Leta Tak kalah khawatir dengan Darren. Mereka bertiga menatap tubuh Oliver yang sedang terbaring lemah di kasur dari pintu kamar.

Darren membawa Oliver ke apartemen Deya yang memang sudah menjadi basecamp mereka bertiga.

Kedatangan Darren dengan Oliver membuat Deya dan juga leta panik setengah mati kerena melihat kondisi Oliver yang lemas dan pucat.

Oliver terkena demam, Darren memilih untuk tidak membawamu pulang karena takut Varen khawatir berat terhadap anak semata wayangnya itu. Makanya ia memutuskan untuk membawa ke apartemen Deya.

Leta memberi aba-aba untuk mundur kepada semua dan juga Darren. Dia ingin menutup pintu. Sudah cukup mereka bertiga melihat Oliver yang sedang istirahat dari ambang pintu.

"Ck gimana nih? Gak tega gue lihat Axel langsung drop gitu." Seru Deya yang meminta saran.

"Gue juga bingung." Jawab Darren dengan raut seriusnya.

"Kita hibur dulu Axel biar gak sedih dan takut yang berlebihan. Sambil mantau media berita, kalau ada berita yang aneh-aneh tentang Axel, kita harus hapus itu media sebelum menyebar." Saran Leta dengan bijak.

"Benar juga! Hah.. untung masih punya bocil manis ini." Seru Deya sembari mencoel dagu Leta Dan dihadiahi tatapan sinis oleh sang empu.

***

Selepas Oliver meminum obatnya, ketiga sahabat Oliver masih berdiam diri di dalam kamar. Tak ada niatan untuk pergi.

"Gue mau istirahat. Jangan ada yang temenin!" Seru Oliver pada sahabatnya.

"Justru kita mau temenin lu Xel." Leta maju untuk mendekati Oliver. Menaiki ranjang dan duduk di samping Oliver di ikuti juga oleh Deya yang mendudukinya dirinya di sisi ranjang tempat Oliver berada. Sementara Darren memilih berdiri saja.

"Lu jangan terlalu khawatir soal Eros. Kita semua gak bakal biarin ada berita yang terkait tentang lu." Ujar Deya sambil mengelus punggung tangan Oliver.

"Bener tuh. Tenang aja Xel, kita jamin nama lu gak bakal rusak di publik." Timpal Leta.

"Tapi Eros bukan orang sembarangan. Dia cukup berpengaruh di publik apalagi dia lagi masa terkenalnya. G-gue cuma takut ayah tau dan kecewa aja."

"Itu udah konsuensinya Xel. Lu jadi sasaeng tanpa sepengetahuan ayah lu aja udah salah. Mungkin kalau ayah lu tau dia gak bakalan marah." Lain dari Leta dan Deya. Darren malah mengkritik Oliver.

"Ren kok lu gitu sih?!" Sewot Deya tak terima. Posisi Oliver saat ini butuh dukungan bukan kritikan pedas seperti yang dilontarkan Darren.

"Hah.. sorry kalau omongan gue agak nusuk. Tapi ini biar lu sadar buat ngambil langkah apa selanjutnya buat pertahanin nama baik lu di publik kalau ada berita yang menjatuhkan lu."

"Hm, gak papa. Yang di omongin Darren bener juga. Gak ada gunanya gua nangis-nangis atau apalah. Makasih ya ren kritikan lu."

Darren tersenyum tipis sambil menunjuk jari jempolnya pada Oliver. "Yoi bro!"

"Udah-udah, demam lu gak turun kalau belum istirahat."

"Yang gak mau istirahat siapa? Kalian kan yang tadi malah diam disini. Padahal gue udah minum obat." Seru Oliver tak terima disalahkan oleh Deya.

"Iya-iya salah kita, sekarang ku istirahat. Jangan terlalu pikirin masalah ini. Sembuh dulu baru bergerak, okay?"

Oliver yang mengerti maksud Deya hanya mengangguk. Setelah itu dirinya menunjukkan gestur mengusir untuk ketiga sahabatnya dan dihadiahi sungutan sebal dari ketiganya.

"Kalau bukan sahabat dah gue biarin lu!"

"Kalau bukan sahabat dah gue biarin lu!"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Sasaeng | Nomin AUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang