Sumpah demi apapun aku tidak menyukai cara Rifa tertawa terbahak-bahak seolah sedang menonton acara grand final stand up comedy di televisi yang menampilkan bakat para pejuang keren dengan materi yang sudah direbus matang. Aku menceritakan alasan Bara jatuh cinta yang ia ungkapan dengan terus terang. Rifa tertawa. Aku rada kesal. Orang-orang sekitar memandang kami heran. Sepertinya tawa Rifa tidak hanyut disambut angin, namun sampai ditelinga orang-orang yang motornya berdekatan dengan kami.
Rifa meledekku habis-habisan, namun tidak cukup membuatku tersinggung. Karena setauku, cinta yang abadi menyelipkan cerita lucu didalamnya. Sebenarnya ini adalah pendapat dari diri sendiri supaya tetap senang hati. Pendapat yang akan aku klaim sampai mati.
Lagian alasan Bara jatuh cinta ada-ada saja, tapi jika orang-orang mendengarnya maka akan berbalik, kok ada saja wanita ceroboh sepertiku.
"Namun aku tetap mencintai aku. Dan tentu saja Bara."
"Meskipun sudah jatuh cinta, kenapa kamu masih mencintai diri sendiri, kak?"
Aku tersenyum tipis. Pandanganku jatuh pada seorang badut mampang yang menari diseberang jalan, berharap orang-orang yang berkendara mengeluarkan uang sembari menanti lampu merah berpindah hijau. Berapapun nilainya, berbentuk kertas atau logam receh, orang dibalik badut itu nantinya akan menggerakkan tangan supaya badut yang mereka tumpangi memainkan mata lalu kemudian sedikit menunduk sebagai ungkapan terima kasih. Kemudian sipemberi akan sedikit tersenyum karena tingkah lucu badut, juga alasan lain berupa pencapaian diri karena dapat mengaplikasikan bentuk rasa syukur dengan saling berbagi. Yang memberi dan diberi sama-sama bahagia, sama-sama menguak apa makna kehidupan sebenarnya. Bahwa kebahagiaan dapat dicapai lewat cinta, baik mencintai juga dicintai.
Orang-orang yang senang berbagi di simpang lampu merah itu sejujurnya menyimpan cinta, berbentuk perhatian dan keprihatinan terhadap saudara yang membutuhkan. Sedang seseorang dibalik badut, siapapun itu, apakah anak kecil yang terhantam kejamnya dunia hingga terpaksa terjerat arus kehidupan jalan raya alih-alih menuntut ilmu atau orang dewasa yang hidupnya tidak seberuntung orang-orang yang dapat bekerja dan mendapat upah setimpal, sebenarnya mereka menunggu cinta, berupa belas kasih dan rasa simpati untuk membantu mereka bertahan hidup. Mereka itu mengais sisa-sisa rejeki orang lain, dengan cara yang lebih terhormat ketimbang orang gila yang membongkar tong sampah mencari sisa-sisa makanan layaknya kucing, anjing, atau justru tikus got.
Jika sudah mendapat cinta-cinta itu, maka mereka akan balas mencintai dengan lengkung senyum seindah bulan sabit dan ungkapan terima kasih meskipun tidak disampaikan secara langsung lewat suara. Terima kasih sudah hidup dan membantu orang lain untuk tetap hidup.
Begitulah makna kehidupan sebenarnya, mencintai dan dicintai adalah perihal penting. Apalah artinya hidup tanpa kehadiran cinta dan buaian kasih sayang. Manusia tidak akan pandai menghargai, kehilangan tenggang rasa saling memperhatikan, rasa perduli terhadap sesama dan runtuhnya ketertarikan saling menjaga baik untuk diri sendiri maupun orang lain. Jika hal itu terjadi, maka dunia akan menjadi lebih kejam dari yang sudah-sudah, akan lebih banyak hadir pertengkaran, pertikaian, bahkan menuju kehancuran. Kehadiran cinta adalah sebuah ikatan indah dalam setiap hubungan, selama cinta tidak habis seperti layaknya tabung air yang bocor. Makanya, kataku kita harus mencintai diri sendiri. Setidaknya dengan begitu, kita dapat menghidupkan hidup sendiri. Semua rasa lelah yang sanggup terlewati harus mendapat hadiah berupa cinta, sumber kebahagiaan paling sederhana yang mampu kita gapai setiap waktu. Karena hidup pada akhirnya memberi kenyataan bahwa kita berdiri dikaki sendiri.
Rifa, aku harap kamu menyukai dan mencintai apa yang ada pada dirimu. Aku memberinya sedikit pengertian tentang rasa syukur, menerima dan menjaga apa yang sudah diberikan Tuhan. Sulit jika berdiri diatas omongan orang lain untuk mencapai standar kesempurnaan, bahkan operasi perubahan berupa bentuk wajah, bibir, mata, hidung, berat badan pun tidak dapat membuat kita sempurna dimata semua orang. Cukuplah untuk merasa indah dimata sendiri, karena nantinya akan menyusul sepasang mata yang menatap kita lebih dari sekedar indah, orang-orang biasanya mengatakan sosok itu sebagai jodoh. Hiduplah dalam kedamaian cinta, maka hidup akan berjalan lebih mudah.
Jangan habiskan semua cinta untuk orang lain, sisakan sedikit untuk diri sendiri. Supaya kau tidak menjadi gila ketika dia tidak lagi mencintai.
Percakapan kami mengenai cinta tertutup oleh rintik hujan yang tiba-tiba menyapa bumi, topik pembicaraan kami langsung berpindah tidak sampai satu menit.
"Kita berhenti dulu pakai jas hujan atau gimana, nih?"
"Terobos aja deh, kak. Nanggung, dikit lagi sampai. Lagian belum deras juga!"
"Bilang aja kamu mau mandi hujan."
"Hehe, itu bonusnya."
"Kenapa sih, banyak orang yang suka mandi hujan? Padahal, kan, udah tau bisa jadi sakit!" gerutuku. Sambil menambah fokus menyetir karena kalau sudah gerimis begini maka kendaraan akan menambah volume kecepatannya supaya cepat sampai tujuan sebelum hujan benar-benar turun dengan deras dan membasahi pakaian yang terbalut pada tubuhnya.
"Sebenarnya kami penyuka hujan hanya menikmati kesenangannya aja, gak kepikiran sama akibatnya."
"Banyak orang memang lebih suka begitu. Yang penting senang-senang dulu, gak mikirin kedepannya."
"Tidak apa-apa, dong, kak. Senang dan sakit, kan memang ada porsinya masing-masing."
"Tapi kalau bisa porsi senangnya kita lebih banyak, Fa."
Namun doa kami kayaknya belum didengar, karena setibanya sampai rumah aku dan Rifa mendapati pemandangan yang berhasil memancing kerisauan hati. Ayah, terbalut pakaian lusuh yang sepertinya sudah 3 hari belum dicuci atau sudah dicuci namun dengan tenaga minim dan teknik mencuci yang salah, duduk santai ditemani sebatang rokok. Asapnya mengepul silih berganti hingga merubah aroma pekarangan rumah yang selama ini dijaga ibu supaya tetap asri dengan bunga mawar, bunga kertas beragam warna, peace lily, bunga lonceng kuning, dan lidah buaya (diam-diam Rifa sering mengambil menafaatnya untuk rambut) yang dicukupkan memenuhi teras sebesar 3 meter. Aku menghela, memarkirkan motor sembari mengipas udara yang tidak lagi pantas dihirup, seolah bernapas dalam kesesakkan. Karena ternyata bukan hanya sebatang, di meja bulat yang terbuat dari kayu pemberian bos ibu setahun lalu terdapat sekitar lima puntung rokok dengan sisa-sisa pembakarannya yang berserakan membuat rumah kami seketika tidak sedap dipandang mata.
Aku menyalim Ayah setengah niat, kemudian Rifa menyusul di belakang.
"Sudah lama, Yah?" tanya Rifa yang langsung dijawab, "Lumayan, kalian dari mana saja?"
Aku enggan mengeluarkan suara. Pertanyaan konyol. Apakah dia tidak melihat aku dan Rifa menggendong ransel? Apakah dia sudah lupa kalau anak-anaknya masih mengemban pendidikan? Mungkin kepalanya tidak dapat menyimpan terlalu benyak ingatan karena terlalu sering mengisap tembakau, atau alasan paling mengeneskan adalah karena terlalu sering meniduri wanita yang sudah punya anak sehingga lupa anak mana yang seharusnya diingat.
Aku segera membuka pintu supaya aku dan Rifa bisa masuk, sangat disayangkan Ayah ternyata mengikuti. Aku keberatan tapi tidak mungkin mengusirnya. Lihatlah, walaupun sudah lama tidak bertemu kami bahkan tidak saling melepas rindu.
"Karena tidak ada rindu untuk hati yang mati," batinku.
Aku pandai bicara perihal cinta, namun tidak pandai mencintai Ayah sendiri. Aku adalah seorang manusia, seorang wanita, dan seorang anak toxic kebanyakan kata.
--
See u!
KAMU SEDANG MEMBACA
Desemberhenti
Teen FictionAku dan dia berhenti bersama di bulan Desember. Kupikir cuma berhenti sebentar ternyata kami benar-benar selesai. Akan kuceritakan bagaimana manisnya perjalanan kami sebelum desemberhenti.