Aku menjadi lebih gugup ketemu Bara setelah kejadian lewat telepon. Bahkan aku sampai-sampai mengabaikan panggilan Ibu dua kali yang bertanya dimana letak setrika pakaian. Rifa yang tidak cukup sabar tentu saja mengguncang tubuhku untuk mengembalikan kesadaran yang hampir terampas kembang-kembang cinta.
"Ibu nanya itu dijawab!"
"Ibu manggil, ya? Maaf, Bu, aku kurang fokus."
Rifa menggerutu, "Bukan kurang fokus, tapi hampir gila karena cinta!"
Yah, ku akui begitu adanya. Cinta cukup membuat manusia menjadi gila. Seolah menemukan sumber kebahagiaan yang telah lama hilang. Namun gila bukan melulu tentang kehilangan kesadaran diri, namun bisa juga tentang kehilangan kendali untuk mengatur tekanan kebahagiaan yang diberikan oleh lawan jenis. Sekarang, aku dibikin gila oleh panggilan sayang darinya untukku. Kenyataan baru bahwa bertambahnya satu orang yang menyayangiku, membuat aku merasa dibutuhkan untuk tetap hidup dibumi.
Jangan hilang, dia sayang kamu.
"Setrika yang habis kamu pakai, diletak dimana, Delima?" tanya Ibu sekali lagi, mengulang kalimat pertanyaan yang sebelumnya tidak sampai ke indera pendengaranku. Memang sebelum teleponan dengan Bara aku baru selesai menyetrika. Tentu saja menyetrika baju yang nanti akan aku gunakan untuk pergi bersamanya.
"Di...? Dimana, yah?" tanyaku pada diri sendiri sembari berpikir, kemudian mataku tertuju pada benda yang menjadi topik pembicaraan kami. Setrika itu terkulai asal tak berdaya di sudut kamar.
Yah, sangkin terburu-burunya mengangkat telepon dari Bara aku jadi meletakkan asal setrika yang seharusnya disimpan dalam lemari barang. Ibu hanya tersenyum, sedang Rifa tentu saja memberi respon dengan ledekan khasnya. "Makanya naruh barang jangan sembarangan, huh!"
Aku hanya memutar bola mata membalasnya, malas menyahuti karena ujung-ujungnya Rifa akan punya senjata kata untuk melumpuhkan.
"Ibu gosok mau kemana?"
"Ambil gaji, Lima. Sekalian ada yang mau dibahas untuk kerjaan minggu depan. Lima nanti sore jadi pergi?"
Aku tersenyum kemudian menggangguk semangat. Jelas jadi Ibu, tidak taukah Ibu, kalau anak Ibu yang satu ini sudah menggebu-gebu ingin bertemu dengannya.
"Nanti hati-hati, jangan pulang larut malam, ingat?"
Rifa menyela sebelum benar-benar pergi menuju dapur, "Ingat satu lagi, pulang bawa makanan!"
Aku tidak membalasnya, biar saja dia pergi menjauh karena kehadirannya hanya mengganggu perbincangan aku dan Ibu.
"Menurut Ibu, Bara bagaimana?"
"Pandai masak."
"Yah, Ibu! Bukan itu maksud Lima!" seruku mengeluh, sedang Ibu tertawa. Aku gemar dengan tawanya yang ceria. Ternyata Ibu masih pandai bercanda.
"Dia baik, Ima. Semoga begitu sampai akhir."
Aku tersenyum. Yah, aku juga berharapnya begitu, Bu. Semoga tidak manis diawal saja.
--
Kami mengoyak jalanan yang lengang, polusi kendaraan sahut menyahut mengudara desak-desakkan. Sesekali mobil-mobil besar pengangkut barang harus kami lewati dengan kecepatan cukup maksimal. Kadang kala truk pasir, batu, sawit, minyak, bahkan truk pengangkut gas elpiji berlomba mengimbangi namun kalah sebelum garis start. Pemanfaatan masker adalah waktu yang tepat digunakan dalam kondisi dan situasi seperti ini, pantas Ia memintaku membawa untuk aku dan dirinya. Mata Bara fokus menatap jalanan yang panjang ke depan sedang jemari tangannya dengan teliti menaik-turunkan gas motor.
Sesekali Ia memelankan pembawaan motor supaya kami bisa berbicara, tanpa terganggu angin kencang yang menghanyutkan suara. Dia akan bertanya apa saja supaya aku tidak merasa jenuh dalam kebisuan, sedang aku akan menjawab seadanya menyesuaikan porsi dan kenyataan yang berlangsung. Bara berupaya memberi kenyamanan dalam perjalanan kami yang panjang. Karena ketika aku tanya:
"Kenapa pilih makan bakso di tempat yang jauh? Kan, dekat rumah aku banyak."
"Supaya aku bisa lebih lama dekat sama kamu," jawabnya tepat dan mantap.
Makanya aku dan dia berakhir dalam perjalanan yang panjang, namun nyatanya terasa dekat karena sama dia.
--
See u!
KAMU SEDANG MEMBACA
Desemberhenti
Novela JuvenilAku dan dia berhenti bersama di bulan Desember. Kupikir cuma berhenti sebentar ternyata kami benar-benar selesai. Akan kuceritakan bagaimana manisnya perjalanan kami sebelum desemberhenti.