Cinta?

17 1 0
                                    

Setelah pertemuan itu, Bara mengusikku untuk berbicara tentang Ayah. Kataku tidak ada yang menarik, namun katanya semua tentangku adalah hal penting yang menarik. Bara pendengar yang budiman, lewat telepon aku menceritakan tentang peringai buruk Ayah. Semakin buruk kuceritakan, maka Bara akan semakin mendukung ayah dan mensucikan kepalaku dari rasa benci. Namun Bara sama gagalnya seperti ibu.

"Ayah yang buat kamu ada di bumi. Ketemu sama ibu, keluarga, teman-teman, juga aku."  Padahal kataku, bukankah lebih baik untuk tetap tinggal di surga tanpa perlu repot-repot turun ke bumi yang rumit?

Tapi yang lebih aku ingat dari kalimat Bara adalah, "Cinta Ayah dan anak gak boleh habis walaupun hubungannya gak romantis."

Setelah malam itu berlalu, aku baru tau kalau keluarga Bara juga tidak romantis. Bahkan terkikis habis menyisakan keruntuhan yang lebur. Ibu dan Ayah Bara tidak lagi bersama, cinta yang habis membuka simpul hubungan keluarga mereka. Ayahnya memilih jalan untuk memulai kisah yang baru, bersama wanita yang berada di tempat kerja. Ayahnya berani membangun bahtera rumah tangga baru, padahal gagal menjaga yang sudah lama ada. 

"Setelah perceraian itu, kamu masih sayang sama ayah kamu?"

"Aku bencinya sama keputusan ayah, Ima."

Aku menghela, berita-berita tentang perceraian membuatku enggan membangun rumah tangga. Kadang-kadang aku bertanya sendiri, apakah cinta memang nyata adanya?  Kalau iya, kenapa bisa habis? Seolah-olah cinta adalah tabung bocor berisi cairan. Bahkan kalaupun memang iya, kenapa mereka tidak mengisi terus-menerus tabungnya supaya tidak kering? Seharusnya cinta tidak boleh kalah dengan galon air minum yang bisa isi ulang tanpa batas maksimun. 

Tapi berbeda dengan Bara, mendengar berita mengenai perceraian justru membuatnya berani menemukan cinta sejati. Katanya, "Biar aku bisa membuktikan bahwa tidak semua hubungan berakhir kandas." 

Kataku, cinta adalah hal yang rumit. Namun baginya, cinta itu sederhana. Kami memiliki pandangan yang berbeda, sudah sepantasnya kami menyatukan perbedaan dengan satu kesimpulan yang berlandaskan kenyataan. Aku katakan kepadanya, "Kita lihat saja hubungan kita sampai dimana, Bar. Apakah abadi atau mati."  Lalu Bara membalas dengan yakin, "Tantangan diterima, Tuan Putri. Biar kuberitahu apa itu cinta sesungguhnya. Bahwa cinta tidak bisa disamakan dengan galon air minum."

Aku tertawa mengingat kejadian tadi malam, tampaknya Bara kesal karena aku menganggap cintanya setara dengan galon air minum. Aku menunggu ujung kisah kita. Aku harap abadi. Silahkan perkenalkan aku dengan cinta yang sederhana itu, Bar. 

Meskipun agak trust issue, aku akan memulai cinta karena Bara cukup meyakinkan. "Aku berharap Bara yang menang dalam tantangan kami."



--


See u!

DesemberhentiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang