Janji

15 1 0
                                    

Malamnya laki-laki itu tetap datang meskipun urusan kami sudah selesai. Begitupun aku menyukai kehadirannya yang tanpa alasan. Jikapun harus ada, semoga aku yang menjadi alasan kuat untuk pertemuan ini. 

Ibu menyambut tanpa bingung, karena nama Bara sudah sering kuceritakan dihari-hari sebelumnya. Bahkan Ibu tau bagaimana pertemuan pertama kami. Juga tentang daun ubi tumbuk yang dengan hebat aku coba untuk lupakan namun semakin kuat pengalaman itu melekat diingatan. Tentu saja Rifa membocorkan cerita itu dengan semangat yang menggebu-gebu. Kata Rifa, kalau aku dan Bara berjodoh sampai ke pernikahan, maka alasan jatuh cinta Bara kepadaku pantas masuk dalam nominasi alasan terkocak jatuh cinta atau masuk kategori 7 alasan jatuh cinta terunik di dunia. 

Yah, aku berharapnya juga begitu, sampai ke pernikahan. 

Bagiku, mengenal orang baru adalah hal yang rumit. Sebenarnya masa pendekatannya mudah dan menyenangkan, tapi bagian perpisahan memberi luka yang cukup memakan banyak waktu untuk disembuhkan. Itupun lebih sering berbekas walau sudah mengering. Makanya, lebih baik aku dengan Bara berjodoh saja, supaya gausa sakit hati lagi. Semudah itu aku berbicara padahal aku tidak tau jelas maksud dan tujuan Bara mendekatiku. 

Sayangnya Bara hanya memiliki sedikit waktu untuk berkunjung, sekitar 15 menit saja. Karena kebetulan hari ini aku ada pekerjaan dekorasi pelaminan, yang harus diselesaikan malam ini juga karena besok acara pernikahannya. Padahal Bara dan Ibu sedang asyik bercerita tentang pengalaman mereka selama bekerja sebagai juru masak. Tanpa kusadari, Ibu dan Bara memiliki profesi yang sama walaupun dalam bentuk berbeda. Pantas saja kalau mereka jadi lebih gampang akrab. Sedang aku yang tidak banyak tau menahu tentang kegiatan membuat makanan, hanya tersenyum dan sesekali menyelutuk bahwa masakan Ibu selalu enak dan Bara harus mencobanya. 

Bara ikut mengantarku setelah berpamitan pulang dengan Ibu, padahal aku bawa motor sendiri. Jadinya, kami dua motor dengan satu tujuan yang sama. Katanya "Biar kamu aman dan aku jadi punya lebih banyak waktu untuk membersamaimu."

Dapat aku lihat binar bangga dimata Bara ketika menatapku. Terlepas dari aku sikeras kepala dan banyak gengsinya, aku adalah perempuan mandiri yang cukup banyak berjuang. Bahkan ketika Ibu baru pulang ke rumah, aku hanya bisa sebentar melepas rindu lalu terpaksa pergi untuk menuntaskan tanggung jawab. Bahkan aku hanya sempat memakan dua potong kecil dodol pulut Langkat yang Ibu bawa sebagai buah tangan.  

"Duniamu, keren, Ima." kata Bara begitu kami sampai dilokasi gedung pernikahan, jaraknya hanya 10 menit dari rumahku. Mobil pikap pengangkut barang-barang pelaminan belum sampai, jadi kami masih ada waktu untuk bercengkrama barang sebentar. 

 "Keren dan sibuk."

Bara tertawa. "Sebenarnya duniamu sibuk, dan kamunya yang keren."

"Sekarang aku sudah jadi cewek keren? Bukan si keras kepala lagi?"

"Coba kamu peluk aku sekarang."

Pipiku merona, kupandangi sekitar sebelum akhirnya mengatai Bara. "Gila, ya, kamu?"

"Tuh, kan, masih keras kepala ternyata."

Dia tertawa. Aku gatau apa sebenarnya yang lucu, apakah wajahku yang kesal atau sikapku yang tiba-tiba jadi salah tingkah. Kami diam sebentar, dengan isi pikiran masing-masing. Hanya satu menit, itu juga rasanya tidak sampai. Seolah-olah Bara tidak mau membuang-buang waktu dengan sia-sia. 

"Besok hari minggu, kamu kemana?"

"Tidur. Karena malam ini aku pasti harus begadang. Entah sampai jam berapa, yang pasti sampai pelaminan kami selesai." 

"Kalau gitu, sore kita keluar, ya?"

"Memangnya kamu gak kerja?"

"Shift pagi. Ada yang mau aku kasih lihat ke kamu besok."

"Apa?"

"Makanya kita ketemu besok, biar tau."

Bara membuatku terlibat dengan rasa penasaran. Malam ini jadinya aku bekerja lebih semangat karena tidak sabar menunggu besok. Hadirnya Bara membuat duniaku jadi lebih sibuk namun seru. Aku baru tau kenapa muda mudi banyak menjalin hubungan dengan lawan jenis walaupun masih dalam hubungan tanpa status. Karena cinta membuat hidup lebih hidup. Cinta membawa warna yang awalnya hanya abu-abu menjadi binar pelangi. Bahwa cinta mampu membawa kita mabuk kebahagiaan. 

"Aku pamit ya, Ima. Kamu yang semangat dekornya. Aku akan menggantikan semua cinta yang hilang dari Ayah kamu. Tapi kamu juga harus menghilangkan rasa dendam. Pandanglah Ayah sebagai Ayah. Jangan pandang Ia sebagai laki-laki yang gagal menjadi pemimpin rumah tangga."

Aku tersenyum tipis kemudian mengangguk. Entah apa yang iya. Aku tidak tau mengangguk untuk kalimat yang mana. Yang kutau, Bara berjanji akan membuatku bahagia. Yang dapat kusimpulkan, Bara tidak sama dengan Ayah. Semoga begitu sampai akhir. 



--


See u!

DesemberhentiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang