Hobi

20 1 0
                                    

"Jadi, selain kuliah kamu juga jualan online?" tanya Bara setelah kami sampai ke tempat pengiriman barang, dengan senang hati dia bersedia menemaniku menyelesaikan misi pekerjaan. Pertemuan yang harusnya kami habiskan untuk saling mengenal lebih dekat justru terkikis sedikit untuk pekerjaanku. Begitupun aku tidak melihat sedikitpun keluhan yang tersirat pada wajahnya.

"Bukan hanya itu, aku juga bekerja jadi anggota dekorasi pelaminan."

"Serius? Untuk pernikahan?"

"Iya. Biasanya aku bagian susun bunga."

"Cara bagi waktunya gimana?"

Aku tersenyum, pertanyaan yang sudah sangat familiar di telinga. Teman-teman kampusku juga melakukan hal yang sama ketika tau mahasiswi kupu-kupu ini ternyata diam-diam punya banyak kegiatan. "Senin sampai jumat waktu untuk kuliah, aku selalu kerjain tugas-tugas dihari senin sampai kamis. Hari jumat pulang kuliah, sabtu, dan minggu, waktuku untuk bekerja. Karena tugas-tugas kuliah sudah selesai, aku jadi gak perlu kepikiran lagi, kan? Kalau untuk jualan online, kan, tidak setiap hari. Jadi aku ambil sela-sela pulang kuliah buat pengantaran barang-barang pesanan pelanggan."

"Cewek keren. Ima harus semangat terus, ya!"

Aku mengangguk antusias, memang harus semangat biar bisa tetap hidup. Awalnya sulit bagiku, seorang anak sekolah yang banyak tidurnya tiba-tiba berpindah dan dihadapkan pada kenyataan capenya hidup. Namun setelah dijalani dengan lapang dada, rupanya aku bisa, bahkan sekarang sudah sampai semester 4. Sudah setengah perjalanan, bukan? Jadi meskipun kuliah, aku tidak ingin menjadi beban bagi ibu. Aku sadar bahwa semangat dan kekuatan ibu perlahan-lahan akan terkikis oleh waktu, jadi meskipun tidak bisa mengambil alih beban sepenuhnya setidaknya aku dapat mengurangi barang seperempat. Biaya kuliahku dari pemerintah sehingga aku tidak usah repot-repot mikirin uang kuliah tunggal, uang saku yang keluar tiap semester aku kumpulkan untuk membeli motor bekas supaya tidak lagi kesusahan menyiapkan biaya ongkos tiap harinya, sedangkan untuk pengeluaran kebutuhan dan keinginanku berasal dari hasil pekerjaan. Biaya motor awalnya aku pinjam dari simpanan ibu yang kemudian aku cicil setiap pencairan dana. Makanya, sejak awal kubilang, aku ingin menjadi kaya. 

Karena sudah kucicipi bagaimana sulitnya mencari uang, tapi lebih sulit lagi kalau tidak punya uang. 

Ternyata dengan hadirnya Bara, aku mulai memperkenalkan tentang aku, ya. Kali ini tentang pekerjaanku, kedepannya kalian akan mengenalku luar dalam lewat Bara. Bahwa ternyata ada hal menarik yang bisa kupamerkan. 

Aku hendak membuka helm namun lagi-lagi Bara yang ambil alih. Waktu berangkat tadi, ia juga membantuku memakaikan helm. Ternyata dia tipikal laki-laki yang romantis. Selama dua puluh tahun hidup, baru ini aku merasakan serpihan manisnya perhatian dari seorang lelaki. Yah, Bara yang pertama. Seharusnya aku menjawab ayah yang utama, namun nyatanya aku tidak begitu dekat dengan ayah. Sangat jauh malah. 

Seorang anak yang tidak mendapatkan kasih sayang dari ayahnya, akan merasa sangat spesial jika seorang lelaki memberi perhatian untuknya. Meski kecil sekalipun. Ia akan menyimpannya pada memori manis yang tersimpan dalam kepala. Kapanpun ia mau, ia akan memutarnya.

"Bukan cuma cantik, kamu ternyata pekerja keras. Rupanya ini jawaban kenapa aku terdesak ingin mengenal kamu."

Aku tersipu lagi. Sungguh kata-katanya mengalun manis dalam telinga, sampai-sampai aku tidak berhenti tersenyum menyerahkan barang-barang orderan pelanggan kepada mba pengiriman barang. Langgananku. Agaknya dia turut merasakan kebahagiaanku, karena sesekali ia turut tertawa sambil membacakan biaya jasa kirim yang nantinya harus ditembus oleh pembeli. 

"Pacarnya cakep, mba."

"Belum jadi." kataku agak malu. 

"Kabarin kalau sudah, ya."

DesemberhentiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang