🦋 - memory

203 29 0
                                    

“Jurusan apa kalian?” tanya seorang pria paruh baya dengan kacamata minus tepat berada di kedua matanya, sembari mencatat dokumen penting dan ternyata itu adalah arsip mahasiswa, entahlah nyawa Jaysen dan Sergio mungkin akan terancam, bisa-bisa tidak diberi kesempatan untuk mengambil sempro semester depan, akibat— akibat perkelahian mereka.

Sebenarnya sudah biasa seorang mahasiswa melakukan bentrok atau cekcok dengan permasalahan percintaan, tongkrongan, organisasi, hingga akademik. Tetapi yang mereka perbuat— Jaysen dan Sergio salah. Mereka berkelahi di dalam kampus, dan di koridor, dan banyak mahasiswa yang melintas, terlebih banyak dosen yang melihat.

“Communication Science,”

“Communication Science Pak,”

Ujar keduanya bersamaan, bahkan tempat duduk mereka bersebelahan tetapi tidak ingin hati untuk berdekatan, muka mereka masih tampan, ada goresan luka sedikit menambah ketampanan mereka.

Pengurus kemahasiswaan mencatat huruf demi huruf, “Kalian ini semester enam, tidak malu berkelahi seperti anak kecil? Apa yang kalian peributkan? Permen?”

“Bukan urusan Bapak,” ketus Sergio.

Jaysen langsung menyela, “Saya tidak tahu Pak, karena tiba-tiba kerah saya dari belakang dia tarik, dan dia mengatai saya dengan laki-laki murahan,”

“Di dunia ini tidak ada yang murah! Jika anda tidak ingin saya mengetahui sebab kalian berkelahi, saya akan hubungi dosen wali kalian untuk disidak, karena kalian sudah semester enam, tahun depan sudah lulus, belajarlah! Jangan karena wanita kalian seperti ini, oh iya—Jaysen, siapa doswal anda?”

“Mr. Raymond,” jawab Jaysen, saat ini dia sudah pasrah jika doswal yang sudah ia anggap sebagai ayah itu harus memarahinya habis-habisan.

“Mrs. Krystal,” jawab Sergio tanpa ditanyai terlebih dahulu.

“Kalian boleh keluar dan silakan mengikuti perkuliahan dengan benar!” ujar pihak kemahasiswaan kemudian Sergio berjalan terlebih dahulu, tidak memiliki niat untuk mengajak bicara Jaysen, atau sekadar meminta maaf dan tidak menjelaskan apa yang mereka peributkan pagi ini.

“Gio! Niki tidak suka denganmu,” cicit Jaysen berjalan di belakang Sergio.

Pemuda yang dipanggil langsung berhenti, membuat Jaysen menyandarkan badannya dengan dilipat kedua tangannya, kali ini Sergio pasti akan berbalik badan untuk melihatnya.

“Apa maumu sebenarnya?! Kau ingin balas dendam tentang Elena? Kau tidak terima kan dulu yang mendapatkan dia hanya aku?! Cuma aku?!” ucap Sergio menghampiri Jaysen, pemuda yang lebih tinggi itu sedikit meninggikan suaranya dan melihat ke arah Jaysen dengan tajam.

“Kau memilikinya, tetapi kau juga yang membunuhnya,” jawab Jaysen memiringkan senyumnya.

“Persetan dengan kau!” bentak Sergio kemudian sudah menarik kerah kaos milik Jaysen. Hal itu sontak diteriaki oleh kemahasiswaan sekali lagi dan kedua pemuda itu langsung berlari agar tidak disidak sekali lagi.

Mereka berbeda kelas, keluar dari gedung kemahasiswaan Sergio harus ke arah kanan, dan Jaysen harus ke arah kiri, sebelum mereka berpisah Jaysen memberikan jari tengah ke arah Sergio, dan pemuda yang lebih tinggi itu sudah akan mengejar Jaysen tetapi tidak jadi karena waktu sudah menunjukkan pukul 12 siang, saatnya mereka memasuki kelas jam kedua.

Sementara itu di kantin, ada Nichole, Michael, dan Hugo yang terlihat tengah awkward karena mereka tidak akrab satu sama lain. “Kelas tidak?” tanya Niki setelah menghabiskan kari katsunya sudah 10 menit berlalu.

Hugo dan Mike serempak menggeleng kepala, “Kira-kira apa yang dilakukan kemahasiswaan terhadap mereka ya?” kalimat itu mencelos begitu saja dari mulut Hugo.

“Setauku, dulu pernah ada kating yang melakukan hal serupa, dia ditunda untuk mengambil sempro,” jawab Mike.

“Yah, padahal Jaysen sudah ingin ambis semester depan, semester ini dia banyak cutinya, ya walaupun cuma beberapa minggu tapi berpengaruh dengan nilainya,” ucap Hugo.

“Jaysen? Sering cuti? Memangnya ada apa dengan dia?” tanya Niki seolah penasaran, dirinya ingin lebih tahu tentang pria yang baru ia kenal seminggu itu.

“Eum.. Masalah kesehatan, umur Jaysen tidak lama lagi, jadi dia ingin berdedikasi untuk dirinya lebih berguna ke teman-temannya,” jawab Hugo.

Nichole menunduk, perasaan yang selama ini mengganjal hatinya itu memang karena Jaysen baik dengan semua orang, bukan ke Nichole saja ternyata.

“Aku cukup kaget ketika mereka berdua, Jaysen dan Sergio memutuskan untuk tidak berteman lagi, karena masalah wanita haha,” tambah Mike.

“Padahal dulu mereka teman SMA, aku tidak tahu bagaimana kabar Elena sekarang, apakah dia bahagia di surga atau malah sedih ya,” tambah Hugo.

Nichole mengerutkan kening, “Dulu Gio dan Jaysen berteman dekat? Bagaimana bisa? Dan Elena? Boleh diceritakan bagaimana mereka akhirnya menjadi musuh seperti saat ini?”

“Tapi janji ya untuk bolos kelas kedua,” ajak Mike, tidak membutuhkan waktu lama Niki langsung mengiyakan.

“Aku tidak tahu dulu kau dimana Nik, saat masih semester 1,2, dan 3 karena Elena dulu terkenal sangat cantik seperti putri Disney, ya kan?” tanya Mike meminta persetujuan Hugo.

Hugo mengangguk, “Tentu saja banyak yang naksir Elena, tapi sebenarnya bukan Elena saja yang satu-satunya cantik di kampus kita, banyak.. Banyak sekali wanita cantik dan anggun di kampus kita, tapi entah mengapa Jaysen memilih Elena sebagai seseorang yang dia cintai, itu pun mereka berpacaran ketika sudah semester dua,”

“Dulu memang Gio dan Jay berteman dari SMA, tapi mereka bukan teman dekat sampai dapat dikatakan sahabat, ya u call they just a friend, tetapi ketika masuk kampus dan jurusan yang sama, mereka jadi dekat, karena Elena dan Gio satu organisasi menjadikan mereka selalu bersama, benih-benih cinta tumbuh di antara mereka, lebih tepatnya Gio yang ingin merebut Elena dari Jaysen.” tambah Mike.

“Jaysen dari dulu mahasiswa kupu-kupu, dia sakit, jarang masuk ke kelas, dia juga tidak tahu kalau Elena sakit, karena selama dua semester bersama, Elena tidak pernah mengeluh sakit, menangis, bahkan murung, hal itu juga menjadi daya tarik untuk Gio semakin suka Elena,” tambah Hugo.

“Suatu ketika hubungan gelap Elena dan Gio tersebar di seluruh fakultas, karena Elena jurusannya bisnis, terlebih mereka masuk BEM, dinding kampus itu tipis, kalian tidak bisa menaruh rahasia seketat mungkin, lambat laun akan segera tersebar, hal itu sampai didengar Jaysen, sampai suatu ketika event di organisasi mereka sedang sibuk-sibuknya, Elena suka begadang, telat makan bahkan jarang makan, dia sering kehujanan, apa pun yang dia lakukan waktu itu selalu bersama Gio, entah apa yang terjadi Elena tiba-tiba mimisan dan pingsan di dalam mobil Gio, dia pengen segera bawa Elena ke rumah sakit tapi posisinya hujan dan macet, dia cuma bisa nangis dan sampai ke rumah sakit dengan ala kadarnya,” lanjut Mike.

“Ketika di ruang IGD dokter menyatakan bahwa Elena meninggal dunia, 10 menit setelah Elena dipasangkan alat-alat medis di dalam tubuhnya, karena saat di dalam mobil Gio, nafasnya sudah melemah, dan dokter juga bilang kalau Elena punya kanker, sebenarnya masih bisa diatasi tapi karena kegiatan Elena yang super sibuk bahkan terbilang sudah tidak normal, daya tubuhnya melemah dan kanker-kanker itu semakin cepat menggerogoti tubuhnya, maka dari itu waktu semester 3 suram sekali fakultas kala itu, semua orang tidak menyalahkan Sergio, tapi cuma Jaysen yang menyalahkan Gio.” pungkas Hugo yang membuat Nichole menganga tak percaya.

all the bright places ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang