Prolog

141 17 3
                                    

Kilat menyambar-nyambar saat Serayu berhasil membobol pintu rumah dua lantai bercat putih yang mulai memudar. Pelatarannya tidak begitu luas, dengan pagar dari tanaman perdu yang mulai tinggi yang menandakan rumah ini kurang terawat. Tadi siang, saat Serayu mulai mengintai rumah ini, dia melihat dari kejauhan perempuan yang tinggal di rumah ini pergi. Tidak ada orang lain bersamanya membuat Serayu beranggapan kemungkinan perempuan itu tinggal sendiri. Sampai sekarang, mobil perempuan itu belum ada di tempatnya.

Dentang dari ayunan bandul jam dinding tua mengagetkan Serayu. Dari jumlah dentangnya yang sebelas kali, Serayu tidak heran jika suasana di sekitar mulai sepi. Lampu di bagian depan rumah ini sudah menyala sedari siang. Perempuan itu lupa mematikan, atau memang sengaja tidak mematikannya. Andai saja Serayu melakukan hal yang sama, ibunya pasti sudah mengomelinya.

"Listrik sekarang mahal. Kita harus berhemat. Matikan semua peralatan kalau tidak perlu!" kenang Serayu seakan suara ibunya begitu dekat di telinganya.

Angin mulai berhembus kencang membuat pepohonan di sekitar rumah itu bergoyang, membentuk pemandangan mengerikan saat dilihat dari kaca dalam rumah. Ditambah hujan yang mulai mengguyur seakan tumpah dari langit membuat suasana rumah itu semakin sunyi. Serayu tidak berani menyalakan lampu di dalam rumah, takut ketahuan kalau-kalau perempuan itu tiba-tiba pulang. Dia mengandalkan cahaya senter untuk melihat sekitar.

Rumah ini tidak besar. Tidak ada sekat antar ruangannya. Ruang tamu dan ruang kerja berada di sisi barat, lalu meja makan, dapur, dan kamar mandi ada di sisi timur. Hampir semua perabotannya terlihat klasik, mendekati tua. Sebuah tangga dengan pembatas kayu berukir menghubungkan ke lantai atas. Siapa saja yang baru masuk ke rumah ini akan bisa melihat semuanya dari pintu depan.

Serayu menuju meja di pojokan ruangan, melewati rak dengan banyak buku terjajar rapi. Dia mendapati tumpukan kertas dengan banyak coretan tinta warna merah lalu mengerutkan dahi saat membaca kalimat demi kalimat yang tertulis di sana. Dia juga menemukan laptop dengan merek ternama di samping kertas.

"Oh, tidak. Aku kemari bukan untuk mencuri. Aku bukan pencuri," ingatnya pada diri sendiri.

Serayu tidak banyak tahu apa yang sedang dikerjakan perempuan itu, pun dengan sosoknya. Yang Serayu tahu, perempuan inilah yang kemudian hari akan menjadi salah satu sosok penting dalam hidupnya. Itu yang ibunya katakan pada detik-detik sebelum menghembuskan napas terakhir.

"Pergi ke alamat ini! Cari perempuan bernama Kirana!" kata ibunya saat itu sambil menyodorkan secarik kertas. Otak Serayu masih sulit mencerna permintaan akhir ibunya yang memintanya pergi jauh ke Solo hanya untuk bertemu dengan perempuan bernama Kirana.

Serayu belum pernah ke Solo sebelumnya. Ibunya tidak pernah memberinya izin untuk pergi jauh. Kata tetangga-tetangganya, itu karena Serayu adalah anak satu-satunya dan ibunya sangat menyayanginya. Namun bagi Serayu itu semacam pengekangan hidupnya.

Hal lain yang baru Serayu ketahui dari ibunya adalah, ibunya punya kakak perempuan yang tinggal di Solo. Selama ini Serayu dan ibunya hanya tinggal berdua di Jogja. Tak ada satupun kerabat yang pernah disinggung ibunya. Ibunya selalu menghindar saat Serayu bertanya tentang keberadaan anggota keluarga lain, bahkan ketika momen lebaran tiba. Raut wajah ibunya berubah sendu dan muram yang membuat Serayu enggan melanjutkan pertanyaannya.

Kemarin, sesampainya di Solo, Serayu langsung menghubungi Bude Gi. Sayangnya hingga panggilan ketiga, nomor yang Serayu temukan dari ponsel lawas ibunya tidak segera menyaut. Hingga akhirnya, di sinilah Serayu sekarang. Berada di rumah sesuai alamat yang diberikan ibunya.

"Kau tidak takut ditinggal sendiri? Kira-kira majikanmu pulang jam berapa, ya?" tanya Serayu dengan suara pelan pada seekor ikan Mas Koki yang berenang dalam fish bowl, di atas meja kerja. Tentu saja ikan bercorak putih oranye dengan tubuh bawah menggembung itu tidak menjawab. Ikan itu hanya mengepakkan siripnya, berenang menjauhi Serayu yang menunduk sambil mengamatinya lekat.

BIAS [DITERBITKAN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang