Indra menggendong tubuh Kirana ke ruang tengah. Dia menarik kursi lalu mendudukkan Kirana di sana. Dia melilitkan tali yang sedari tadi ditemukannya di sudut ruangan. Tali ini biasa dipakai Candra untuk mengikat berkodi-kodi baju batik dagangannya.
Tadi sore, sesampainya di rumah, Indra menemukan pintu kamarnya terbuka. Dia berpindah ke ruang tengah dan menemukan ibunya sedang menonton televisi.
"Sudah pulang, tho, Le," sapa ibunya.
Indra duduk di samping ibunya. Di sampingnya ada sepiring cemilan. Indra menyomot pastel dan cabe rawit.
"Beli dimana, Bu? Enak, nggak seperti biasanya." Indra memasukkan pastel dan cabe ke dalam mulutnya bergantian.
"Na tadi ke sini. Bawa itu semua," jelas Gayatri, menunjuk beberapa cemilan yang diletakkannaya di atas meja dekat kursi.
Indra berhenti mengunyah. Lelaki itu menelan pastelnya dengan susah.
"Tadi pagi?" Indra menggigit pastelnya lagi sambil mencari infromasi keberadaannya Kirana di rumahnya.
"Baru aja pulang."
Indra melirik ibunya. "Ngapain?"
"Jenguk ibu," jawab Gayatri sambil memencet tombol remote televisi, mengganti saluran.
"Lama di sini?" tanya Indra lagi sebelum melahap habis prastel di tangannya.
"Yeah, lumayan."
Indra mengambil tisu di meja dekat kursi untuk mengelap tangannya lalu bangkit.
"Kok sudah?!" tanya Giyanti sedikit protes karena anak lelakinya hanya makan satu cemilan di antara banyak cemilan yang tersaji. "Ini lho masih banyak. Ibu nggak mungkin menghabiskannya sendiri."
"Nanti," jawan Indra. Dia menggeliat. "Mau istirahat dulu."
Indra masuk ke kamarnya. Dia memperhatikan sekitar kamarnya. Dia mencoba mengingat. Saat akan keluar rumah tadi, dia merasa sudah menutup pintu kamar. Dia jarang membiarkan pintu kamarnya terbuka. Andai saja benar Kirana masuk ke kamarnya, perempuan itu akan menemukan banyak kejutan. Termasuk rumah bineka Barbienya.
Indra juga mendapati ruangan lain dalam kamarnya terbuka lebar. Seketika dia masuk mengecek dalamnya. Dia menganggap ini sebagai kamar rahasia. Dia sering menghabiskan waktu di sini, terutama saat emosinya tidak stabil.
Indra mendekat ke satu-satunya meja di ruangan itu. Dia mendapati foto-foto berserakan di lantai. Dia ingat betul tidak menyentuh foto-foto itu setelah mencetaknya. Dari semua hal ini, Indra yakin seseorang telah masuk ke ruangannya. Lebih tepatnya, seseorang telah mengetahui rahasi kelam dalam dirinya.
Indra membayangkan, jika benar Kirana sampai masuk ke ruangan ini, perempuan itu akan mendapati koleksi ratusan foto dirinya. Dia pasti juga akan curiga dengan keberadaan foto Embul yang bersimbah darah. Samapi di sini Indra menyimpulkan, Kirana sudah tahu semuanya, termasuk siapa pelaku terror terhadapnya.
Indra berganti pakaian menjadi serba hitam. Dia keluar kamar perlahan agar tidak membuat suara mencurigakan ibunya. Dia kemudian menyelinap keluar rumah, menuntun sepeda motornya. Setelah beberapa meter, Indra baru menyalakannya. Ada hal yang harus diperjelas dengan Kirana. Harus diselesiakan sekarang juga.
Indra juga sempat mengambil keris yang disembunyikan di lemari pakaiannya. Keris yang sama yang digunakanya untuk bermain-main dengan nyawa Embul.
Indra sampai di rumah Kirana saat langit mulai gelap. Dia menyembunyikan motornya di semak-semak, lalu mengetuk pintu tapi tidak ada yang merespon. Rumah itu sepi tapi Indra yakin Kirana ada di dalam. Mobilnya sudah terparkir di pekarangan meski belum masuk ke garasi.
KAMU SEDANG MEMBACA
BIAS [DITERBITKAN]
Mystery / ThrillerKirana mengira kepulangannya ke rumah orang tuanya di Solo akan membawa ketenangan dalam hidupnya. Dia baru saja putus dari kekasihnya. Editornya juga sudah terus menanyakan tentang naskah novel terbarunya yang tak kunjung selesai. Sesampainya di So...